1. Ikhlas
Menjalani peran sebagai murabbi bukanlah hal yang mudah, pasti ada sesuatu yang dikorbankan baik waktu, tenaga, maupun materi. Apabila murabbi melakukan proses tarbiyah dengan tidak ikhlas, ia tidak akan mendapat apa-apa selain rasa lelah. Allah pun bisa jadi tidak meridhoi apa yang telah ia lakukan tersebut sehingga usahanya menjadi tidak berkah, tidak bertambah manfaatnya. Keikhlasan murabbi dalam berdakwah dapat dirasakan oleh mutarabbi dari pancaran wajah dan perilakunya dalam membina. Dengan rasa ikhlas, proses penyampaian ilmu akan terasa mengalir tanpa hambatan. Selain itu, hubungan antara murabbi dan mutarabbi akan terasa lebih indah. Oleh karena itu, karakter pertama seorang murabbi yang ideal adalah ikhlas dalam berdakwah.
2. Memprioritaskan dakwah
Seperti yang kita ketahui, setiap orang memiliki kepentingan masing-masing. Orang tua, akademik, amanah, dan lain sebagainya, adalah beberapa kepentingan yang memerlukan prioritas tinggi selain berdakwah. Namun, jangan jadikan hal itu sebagai tembok besar yang menghalangi murabbi dalam berdakwah. Oleh karena itu, murabbi harus bisa membuat skala prioritas. Murabbi yang ideal pasti dapat memprioritaskan dakwah diatas semua kesibukannya. Sebab, berdakwah baginya adalah ibadah, dan ibadah berarti berurusan dengan Tuhannya, Allah SWT. Dengan demikian, segala hal yang berkaitan dengan dakwah akan ia dahulukan, termasuk membina. Mutarabbi akan merasa lebih diprioritaskan oleh murabbi, sehingga hal ini dapat memacu mereka untuk lebih semangat dalam berhalaqoh.
3. Tegas
Tegas berarti melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Seorang murabbi harus bisa memosisikan dirinya sesuai kondisi yang ada. Benar ya benar, salah ya salah. Ia harus tahu saat-saat dimana ia harus berlaku lembut kepada mutarabbinya dan dimana ia harus berlaku keras. Apabila mutarabbi melakukan kesalahan, murabbi harus bisa mengembalikannya kepada kebenaran agar ia tidak tersesat. Apabila mutarabbi melakukan hal kebaikan, murabbi memberikannya penghargaan agar ia lebih semangat untuk terus berbuat kebaikan. Ketegasan diperlukan untuk membentuk karakter yang kuat bagi mutarabbi. Ketegasan juga diperlukan untuk memunculkan rasa hormat kepada murabbi. Dengan adanya rasa hormat ini, mutarabbi akan memiliki rasa percaya dan rasa aman kepada murabbinya.
4. Memahami mutarabbi
Tidak hanya bertindak sebagai penyampai ilmu, murabbi juga bertindak sebagai sahabat, orang tua, dan pemimpin bagi mutarabbi mereka. Dalam perannya tersebut, murabbi dituntut untuk dapat memahami masing-masing mutarabbi mereka dan dapat memosisikan diri dengan tepat. Rasa nyaman ketika mutarabbi berada di dekat murabbinya, menjadi orang kepercayaan untuk menyelesaikan masalah-masalah mutarabbi atau minimal bisa menjadi pendengar yang baik, rasa saling terbuka, kedekatan yang kuat, dan proses saling memahami akan membangun rasa saling percaya, dan ukhuwah akan terjalin indah antara antara murabbi dengan para mutarabbinya serta antara mutarabbi yang satu dengan mutarabbi yang lain dalam satu halaqoh.
5. Membina dengan hati
Segala sesuatu yang disampaikan dari hati akan sampai ke hati juga. Begitu pula dalam membina. Segala sesuatu yang murabbi sampaikan kepada mutarabbi haruslah dari hati pula. Pendekatan dari hati ke hati akan lebih efektif dilakukan agar apa yang kita sampaikan kepada mutarabbi akan mudah sampai padanya.
6. Haus akan ilmu
Mutarabbi memiliki rasa ingin tahu yang cukup tinggi terhadap ilmu. Pada setiap kesempatan, mutarabbi akan menanyakan apa saja yang belum ia ketahui kepada murabbinya. Pertanyaan itu pun akan berus berkembang sesuai pemahaman dan pengalaman murabbinya. Pemahaman yang sedikit dari seorang murabbi dapat menghambat proses pembelajaran mutarabbi, terutama dalam proses menerima materi yang disampaikan. Oleh karena itu, murabbi dituntut untuk lebih semangat dalam menuntut ilmu dan memperdalam ilmu yang akan disampaikan kepada mutarabbi mereka.
7. Memberi keteladanan
Keteladanan akan lebih diikuti daripada perkataan. Segala tingkah laku murabbi sebaiknya dapat dijadikan panutan, sebab murabbi adalah sosok yang akan dicontoh oleh mutarabbinya. Materi yang disampaikan hanya dengan perkataan tanpa keteladanan tidak akan berdampak maksimal karena tidak ada contoh real yang dapat dijadikan panutan oleh mutarabbi. Namun tanpa perkataan pun, keteladanan cukup memberikan dampak baik bagi mutarabbi karena hal itulah yang mereka lihat secara langsung dan mereka akan mempraktikannya. Apabila murabbi mencontohkan hal yang tidak baik, apa yang akan terjadi dengan mutarabbinya? Bisa jadi mutarabbi melakukan hal yang lebih buruk dari apa yang murabbinya lakukan.
*Dari Berbagai Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar