/
Tampilkan postingan dengan label Tazkiatun Nafs. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tazkiatun Nafs. Tampilkan semua postingan

SekolahMurabbi.comSeluruh manusia dilengkapi dengan sebuah organ yang cukup vital yang dengannya suasana bahagia, sedih, marah, luka, nelangsa, iba, menjadi gumpalan yang akhirnya membentuk makhluk pemilik perasaan. Organ itu bernama hati.


Banyak hal akan membuat kita sakit hati. Mendengar orang lain melecehkan, dibohongi teman, dikhianati pasangan, pendapat tak didengar dalam rapat, tidak dihargai pekerjaannya, dicibir orang, dibuka aibnya, diputusin pacar.

Perlu diperiksa dengan teliti apakah anda adalah orang yang mudah sakit hati. Biasanya, orang yang mudah sakit hati ini akan terlihat dari produknya berupa omongan. ‘Itu tetangga sebelah, saya sih enggak masalah, tapi dia merendahkan saya dan keluarga. Saya gak terima!

Orang sakit hati akan menceritakan kepada semua orang yang dia temui tentang kekesalannya pada orang lain. Dia akan menggerutu. Sesekali dia akan bertindak tak jelas.

Hidup di dalam dakwah itu nikmat. Bila kita menghibahkan hidup untuk dakwah maka tak ada kata sakit hati di dalamnya. Harus begitukah? Harus!

Jika sakit hati diperbolehkan, maka yang pertama kali akan sakit hati adalah nabi kita, Muhammad SAW. Terbayang bagaimana perihnya luka hati Rasulullah saat sanak keluarganya sendiri menjadi penghasut. Menyebarkan beragam kabar negatif yang kesemua itu adalah kebohongan pada seluruh orang.

Rasulullah harusnya sakit hati saat kepalanya dilumuri kotoran unta dikala shalat. Rasulullah harusnya sakit hati saat kebaikannya menyuapi nenek tua yang yahudi di sudut kota dibalas dengan cercaan tak terperi.

Begitulah Rasulullah mengajarkan kita agar tidak sakit hati. Apatah lagi kita sesama muslim dan sesama muslim itu bersaudara. Kita berukhuwah. Jadi, jangan sakit hati dan jangan pernah menyakiti hati orang lain. Bersabarlah dalam ujian.

“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela. Yang kian ke mari menghambur fitnah.” (QS. Al-Qalam: 10-11)

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Asy Syura: 40)

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raaf: 199)

Jangan Sakit Hati!


Obat Hati

Siapa orang yang tidak pernah sakit hati? Hampir setiap orang pernah mengalami yang namanya sakit hati, galau, cemas, was-was, dan perasaan tidak enak lainnya. Hati yang sakit berarti butuh yang namanya obat. Apa obatnya? Jika kita menilik lirik dari lagunya Opick yang berjudul Tombo Ati. Tombo ati atau obat hati ada lima macamnya, salah satunya adalah mujalasah ash-shalihin (berkumpul dengan orang-orang shalih). Allah pun juga telah menyebutkan dalam surat An-Nisa ayat 69 bahwa orang-orang shalih adalah sebaik-baik teman yang mampu dijadikan sebagai penawar hati.

“Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad) maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pecinta kebenaran, orang yang mati syahid, dan orang-orang yang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” Betapa mulianya orang-orang yang shalih disandingkan dengan para nabi, para pecinta kebenaran, dan para pejuang yang mati syahid di jalan-Nya.

Mengapa berkumpul dengan orang yang shalih termasuk obat hati? Berkumpul dengan orang shalih bukan sekadar kumpul biasa, duduk melingkar dengan orang shalih tidak sekedar duduk manis saja, berjumpa dan bercerangkama dengan orang shalih bukan obrolan yang biasa pula. Ketika kita berkumpul, duduk, berjumpa dan bercerangkama dengan orang shalih, kita akan merasakan sensasi dan ukhuwah yang berbeda. Konten dari pembicaraannya bukan bualan dan omong kosong belaka. Setiap tutur kata yang keluar dari mulutnya adalah hikmah nan bijaksana, yang senantiasa mengingatkan pada Allah Azza wa Jalla.

Mencari yang Shalih

Mencari teman yang shalih tidaklah sulit. Allah sudah memberikan kemudahan-kemudahan dalam memilih teman. Dalam Al Quran banyak disebutkan ciri-ciri orang yang shalih, yang bisa kita jadikan sebagai sahabat, diantaranya adalah pada surat Al Kahf ayat 28,

“Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya.”  Teman yang shalih adalah teman yang senantiasa bersabar di jalan kebenaran, yang senantiasa mengingat Allah dari mulai dari ia membuka mata hingga memejamkannya kembali.

Dalam surat Al Imran ayat 114 juga disebutkan bahwa, “Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, mereka (berbuat) yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera (mengerjakan) berbagai kebajikan. Mereka termasuk orang-orang saleh.”  Coba amati apakah kita bergaul dengan teman atau orang yang beriman kepada Allah dan hari penghabisan? Apakah mereka mengajak yang ma’ruf dan mencegah yang munkar? Atau malah sebaliknya? Dan apakah mereka juga bersegera dalam melakukan kebaikan atau malah malas-malasan, ogah-ogahan, dan “entar-entaran”?

Di ayat lain Allah juga memberikan ciri dari orang shalih yang mampu dijadikan sebagai pagar pembatas dari dosa-dosa.

“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (Al Maidah:2)

Keuntungan Bersama Mereka

Fadlan Al-Ikhwani dalam bukunya Penawar Lelah Berbuah Jannah, dituliskan empat keuntungan berkumpul dengan orang shalih.

Pertama, akan memicu diri berperilaku shalih seperti mereka.
Kedua, saling mengambil manfaat yang baik.
Ketiga, saling mengingatkan jika tergelincir melakukan kesalahan.
Keempat, saling menyemangati untuk berfastabiqul khairat.

Bisa ditambahkan yang kelima adalah berkumpul dengan orang shalih mampu menjaga rasa malu. Malu ketika teman kita lancar murojaahnya, nambah hafalannya, rutin sedekahnya, rajin tahajudnya, kuat puasa sunnahnya, dan tak pernah ketinggalan sholat dhuhanya. Sedangkan diri ini masih saja berkutat dengan seribu satu alasan dan masih asyik dengan kegalauan yang tidak semestinya dibuat galau. Bayangkan jika kita tidak bersama dengan orang yang shalih, jika melewatkan amalan-amalan di atas itu adalah hal yang biasa, dianggap wajar, dan tidak akan memberikan efek apapun. Mengapa demikian?  Karena lingkungan kita tidak ada yang melakukannya, tidak ada alarm untuk kita, dan hal ini bisa menjadikan rasa malu hilang seketika.

Berada dalam barisan, lingkaran, dan lingkungan orang yang shalih memberikan kenikmatan yang tidak hanya dirasakan di dunia tetapi berlanjut hingga ke surga. Itulah mengapa  berkumpul dengan orang yang shalih mampu menjadi obat hati dan penawar lelah. Jangan hanya sibuk mencari tetapi juga menjadi. Tidak hanya mencari teman yang shalih tetapi juga berusaha untuk menyalihkan diri.

Selamat bergabung dengan orang-orang yang shalih, yang akan menguatkan ketika iman kita kendur, yang menentramkan jiwa, yang akan menemani langkah kita di bumi dan menjadi sahabat sejati di surga abadi. 






Nadifa Salsabila
Mahasiswa aktif jurusan S1 Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Aktif di Lembaga Dakwah Fakultas dan ALQUMI (Asosiasi Lembaga Alquran Mahasiswa Indonesia), Komunitas Baca Dua Lima. Book addict, Writer wanna be. e-mail: nadifasn@gmail.com
By.

Mujalasah Ash-Shalihin


SekolahMurabbi.com -  Betapa meruginya orang yang memiliki mata, namun ia tak bisa melihat kebenaran. Betapa bangkrutnya orang yang memiliki telinga, namun ia tak bisa mendengarkan nasehat. Betapa celakanya orang yang memiliki hati, namun ia tak bisa lagi merasakan hidayah.

Tertutupnya hidayah adalah puncak musibah. Ketika nasehat tak lagi didengar. Ketika kebenaran ditentang dan dimusuhi. Ketika Al Qur’an diremehkan. Ketika sunnah Nabi dicemooh dan dimaki.

Seorang muslim, tak mungkin tertutup hidayah baginya secara tiba-tiba. Tetapi, ada proses yang ia lalui. Rasulullah menjelaskan proses itu dalam sabdanya:

إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِى قَلْبِهِ فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ صُقِلَ قَلْبُهُ فَإِنْ زَادَ زَادَتْ فَذَلِكَ الرَّانُ الَّذِى ذَكَرَهُ اللَّهُ فِى كِتَابِهِ : كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ


Jika seorang mukmin berbuat satu dosa, maka diberikan satu titik hitam dalam hatinya. Jika ia bertaubat, meninggalkan dosa tersebut, dan memohon ampunan, maka hatinya kembali mengkilap. Namun apabila ia bertambah melakukan dosa, titik hitam itu juga bertambah, hingga akhirnya menutup hatinya. Inilah yang disebutkan Allah ‘Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.’ (QS. Al Muthaffifin: 14) (HR. Ibnu Majah; hasan)

Seorang muslim sesungguhnya adalah seorang yang telah mendapatkan hidayah Islam. Namun jika dalam keislamannya ia melakukan dosa, dosa itu menghadirkan satu titik hitam di hatinya. Jika ia bermaksiat, maksiat itu menghadirkan satu titik hitam di hatinya. Dosa dan maksiat yang ditumpuk-tumpuk, yang dilakukan terus menerus, itulah yang lama-lama menghitamkan seluruh hatinya. Jika sudah hitam seluruhnya, ibarat cermin ia tak bisa lagi memantulkan cahaya. Demikian pula hati, ia tak lagi bisa menerima hidayah.

“Jika seorang hamba melakukan dosa, maka diberikan titik hitam di dalam hatinya,” kata Hudzaifah Ibnul Yaman, “sampai akhirnya seolah-olah ia sebagaimana seekor kambing hitam berbintik merah.”

Dikisahkan ada seorang ahli ibadah dari kalangan Bani Israil. Ia terkenal dengan kebaikan dan ibadahnya. Suatu hari, seorang raja yang putrinya sakit datang kepadanya untuk meminta diobati dan didoakan kesembuhan. Ia yang semula rajin ibadah, ternyata terperosok dalam dosa. Ketika putri raja itu ditinggalkan beberapa hari untuk diobati, ia yang berduaan lalu tertarik kepadanya. Inilah satu dosa pertama. Namun, dosa itu diteruskannya. Hingga terjadilah kemaksiatan besar antara pria dan wanita. Takut kehormatannya rusak, dibunuhlah putri raja tersebut. Dosanya semakin besar, hatinya makin menghitam. Takut ketahuan membunuh, ia kubur gadis itu di belakang rumahnya dan ia mengatakan kepada raja bahwa gadis itu hilang entah ke mana. Rupanya, raja akhirnya tahu bahwa sang anak telah dibunuh dan dikubur di sana. Setelah membongkar makam itu, raja memutuskan hukuman berat; hukuman mati.

Saat hendak dihukum mati itulah syetan datang kepadanya menawarkan bantuan. Dengan satu syarat, ia harus mengakui bahwa syetanlah Yang Maha Kuasa. Ahli ibadah itu menolak. Namun syetan menawarkan hal yang lebih halus, cukuplah ahli ibadah itu menundukkan kepala sebagai tanda penghormatan dan permintaan bantuan. Ahli ibadah akhirnya takluk dan menurutinya. Tertutup sudah hidayah. Ia keluar dari tauhid tanpa sadar. Bukannya syetan melepaskannya sesuai janji, saat ahli ibadah itu menunduk, syetan justru menebas lehernya. Jadilah ia suul khatimah.

Mungkin fenomena tertutupnya hidayah tak selalu seekstrem kisah itu. Tetapi ketika dosa demi dosa membuat kita menolak kebenaran dan asyik dalam kedurhakaan, itu tanda hati kita telah menghitam.
Tercatat dalam sejarah, ada orang-orang yang secara formal beridentitas Islam, tetapi ia menentang kebenaran. Ia tak mau dinasehati. Bahkan ulama ia musuhi dan Islam ia bonsai. Secara identitas ia Islam, tetapi pada hakikatnya ia tertutup dari hidayah.

Maka, jika kita melakukan dosa… jika kita melakukan kemaksiatan… segeralah kembali kepadaNya. Bertaubat dan memohon ampunan. Menyesal dan berkomitmen takkan mengulang. Semoga Allah menghilangkan titik-titik hitam dari hati kita dan senantiasa membuka pintu hidayah bagi kita. [Bersamadakwah]
By.

Waspadai Proses Tertutupnya Hidayah


SekolahMurabbi.com -  Ketika malam tiba, nuansa spiritual hadir dalam jiwa para ulama. Ketika lentera yang menyinari rumah-rumah mereka dimatikan, tak ada yang terlihat mata. Gelap. Namun dalam selimut gelap itulah nuansa spiritual mengental. Mereka menangis dalam beragam latar.

Khalifah Umar bin Abdu Aziz. Meskipun ia bisa menerangi seluruh istananya, ia lebih suka menikmati gelapnya malam. Di tengah malam selepas seharian mengurus rakyatnya, ia shalat malam dan menangis dalam persujudannya. “Ia terus menangis hingga kedua matanya tertidur, kemudian terbangun dan menangis lagi dan lagi,” kata Fatimah binti Abdul Malik, “Dia menghabiskan sebagian besar malamnya seperti itu.”

Ibnu Jauzi mengisahkan, Abu Muhammad biasa menangis di malam hari. Mengapa ia suka menangis di malam hari? “Ia takut jika ia sudah tidak bisa menemui pagi,” kata istrinya. Masya Allah… ingat mati benar-benar dimiliki ahli ibadah ini. Ia memperbanyak ibadah dan menangis di malam hari karena menyadari bahwa tak ada yang bisa menjaminnya bahwa esuk hari ia masih hidup atau telah mati.

Ada pula ulama yang suka menangis di malam hari sebab begitu mendapati gelapnya malam, ia langsung ingat dengan alam barzakh. Ia menyadari, tengah malam yang gulita saja sudah demikian sunyi, bagaimana dengan kuburan yang tertimbun tanah. Tak ada celah. Tak ada cahaya, tak ada teman bicara. Terbujur kaku sendirian, hanya ditemani oleh amal dalam masa penantian panjang. Entah berapa lama hingga kiamat datang. Yang menakutkan, tak ada jaminan bahwa amal-amal sepanjang kehidupan diterima Allah Azza wa Jalla. Bagaimana jika semuanya menguap tak tersisa karena tidak ikhlas pada-Nya. Bagaimana jika seluruhnya tertolak karena tercampur syahwat dunia, riya dan berharap puja?

Ada pula yang menangis karena mereka paham betul. Bahwa hanya mata yang berjaga dalam jihad fi sabilillah dan mata yang menangis karena Allah yang akan diselamatkan dari api neraka. “Dua mata yang tidak akan tersentuh api neraka,” sabda sang Nabi suatu ketika, “mata yang berjaga dalam jihad fi sabilillah dan mata yang menangis karena Allah.”

Para ulama menemukan banyak alasan untuk menangis dan bersimpuh dalam keheningan malam. Bagaimana dengan kita? [Bersamadakwah]
By.

Mereka Yang Menangis Di Kegelapan


SekolahMurabbi.com -  Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu pernah menguraikan adanya beberapa hal yang lebih besar daripada dosa. Demikian pula Ibnul Qayyim Al Jauziyah dan para ulama lainnya.

Berikut ini 7 hal yang lebih besar dosanya daripada dosa itu sendiri:

Meremehkan dosa
Tidak menyesal setelah berbuat dosa, justru menganggap dosa itu remeh. Menganggap dosa itu kecil. Menganggap dosa itu tidak ada artinya. Semua ini lebih besar daripada dosa itu sendiri.

Gembira dengan dosa
Merasa senang setelah berbuat dosa, merasa gembira setelah berbuat dosa, merasa nyaman setelah berbuat dosa, merasa bahagia setelah berbuat dosa; semua ini lebih besar daripada dosa itu sendiri.

Merasa aman dari Allah saat berbuat dosa
Ada orang yang berbuat dosa dan ia merasa aman dari Allah. Ia mengira Allah tidak mengawasinya. Ia beranggapan Allah tidak akan tahu dan akan mendiamkannya begitu saja. Ia menyangka Allah tidak akan menyiksanya. Semua ini lebih besar daripada dosa itu sendiri.

Merasa aman dari akibat buruk dosa
Ada pula orang yang berbuat dosa dan ia merasa aman dari akibat buruk dosa. Ia merasa aman bahwa dosanya bukan sebuah masalah, tidak akan mengubah apapun dalam kehidupannya dan tidak akan mengakibatkan apapun dalam akhiratnya. Ia merasa aman saat berada di alam kubur meskipun berbuat dosa. Ia merasa aman saat berada di yaumul hisab meskipun berbuat dosa. Ia merasa aman saat melewati shirath meskipun berbuat dosa. Ia merasa aman dari siksa neraka meskipun berbuat dosa. Semua ini lebih besar daripada dosa itu sendiri.

Memamerkan dosa
Memamerkan dosa, mendemonstrasikan dosa, menunjuk-nunjukkan dengan bangga bahwa dirinya berbuat dosa adalah lebih besar daripada dosa itu sendiri.

Mengajak orang lain berbuat dosa
Ada orang yang berbuat dosa lalu mengajak orang lain berbuat dosa pula. Ia mentraktir orang agar berbuat dosa. Ia mensponsori orang lain agar ikut berbuat dosa. Semua ini lebih besar daripada dosa itu sendiri.

Menyesal tak bisa berbuat dosa
Jika keenam hal sebelumnya dilakukan pada saat atau setelah dosa selesai dilakukan, ada pula yang lebih besar dari dosa meskipun dosa itu tidak dilakukan. Yakni menyesal dengan sepenuh hati karena tidak bisa berbuat dosa. Menyesal dengan sepenuh hati karena tidak jadi berbuat dosa. [Bersamadakwah]
By.

7 Hal Yang Lebih Berdosa Daripada Dosa


SekolahMurabbi.comUmar bin Abdul Aziz adalah sosok pemimpin yang sangat dikagumi rakyatnya. Dalam kesederhanaannya, ia berhasil mengubah masyarakat menjadi lebih relijius dan sejahtera.

Begitu cintanya pada Umar bin Abdul Aziz, sebagian orang menyampaikan ide, “Jika Anda meninggal nanti, kami akan memakamkan Anda di dekat makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.”

Umar bin Abdul Aziz bukan kepala negara biasa. Oleh para ulama, ia dijuluki sebagai khalifah rasyidah kelima setelah Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Tersebab kepemimpinannya yang lurus, adil dan bijaksana. Ia juga dikenal sebagai ulama yang zuhud dan paling bertaqwa di zamannya.

Andaikan Umar bin Abdul Aziz mengiyakan permintaan itu, agaknya takkan ada yang protes. Mempertimbangkan kedudukannya, kemuliaannya, dan jasa-jasanya.

Namun, apa jawaban Umar bin Abdul Aziz? Ia marah dengan ide itu. “Menghadap Allah dengan seluruh dosa selain kemusyrikan lebih aku sukai daripada menganggap diriku layak mendapatkan penghormatan seperti itu,” tegasnya seperti diabadikan dalam Hilyatul Auliya’.

Demikianlah Umar bin Abdul Aziz mewaspadai bahaya ujub. Ia tak mau jika penghormatan berlebihan membuat dirinya terjangkiti ujub. Ia tak juga tak mau orang-orang menyamakannya dengan kedudukan Abu Bakar Ash Shiddiq dan Umar bin Khattab Al Faruq; dua sahabat utama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sementara sahabat lainnya saja tidak merasa pantas dimakamkan di samping Rasulullah, bagaimana dirinya akan merasa pantas makamnya berada di sana?

Sementara orang yang menyukai penghormatan orang lain dengan cara mereka berdiri menyambutnya saja bisa mencampakkan ke neraka.

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَمْثُلَ لَهُ الرِّجَالُ قِيَامًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Barangsiapa yang suka agar orang-orang berdiri untuk menghormatinya, maka bersiaplah untuk menempati tempat duduk dari api neraka” (HR. Abu Dawud)

Umar bin Abdul Aziz juga mengingatkan kita. Dengan kedudukannya yang mulia, ia tak merasa mulia. Ia bahkan tak merasa lebih baik dibandingkan dengan orang lain, terlebih para ulama di zamannya.

Ia memahami bahwa ujub takkan hinggap dalam jiwa seseorang dan berdiam diri di sana, kecuali sifat itu akan membinasakannya.

ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ : شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ

“Tiga hal yang membawa pada jurang kebinasaan: tamak lagi kikir, mengikuti hawa nafsu dan ujubnya seseorang atas dirinya sendiri” (HR. Abdur Razaq)

Lalu… bagaimana dengan kita yang tak ada apa-apanya dibandingkan Umar bin Abdul Aziz, masih suka dan mengharap penghormatan dari orang lain? Semoga Allah melindungi kita dari ujub. [Bersamadakwah]
By.

Alasan Umar bin Abdul Aziz Menolak Dimakamkan di Samping Rasulullah

Oleh: M. Shafwan Husein Ellomboki

"Jika engkau menghadapi dunia dengan jiwa lapang, engkau akan memperoleh banyak kegembiraan yang semakin lama semakin bertambah, semakin luas, duka yang makin mengecil dan menyempit. Engkau harus tahu bahwa bila duniamu terasa sempit, sebenarnya jiwamulah yang sempit, bukan dunianya." (Ar-Rafi'i)

Biduk kebersamaan kita terua berjalan. Dia telah menembus belukar, menaiki tebing, membelah laut.  Adakah di antara yang tersayat atau terluka? Sayatan luka, rasa sakit, air mata adalah bagian dari tabiat jalan yang sedang kita lalui. Dan kita tak pernah berhenti menyusurinya, mengikuti arus waktu yang juga tak pernah berhenti. Kita tak pernah berhenti karena menderita oleh keadaan seperti ini. Di jalan ini, "rasa sakit telah menjadi kenikmatan, pengorbanan menjadi indah dan jiwa menjadi tidak berharga."

Saudaraku,
Dalam perjalanan panjang seperti ini, kita memerlukan satu bekal, yaitu sikap lapang dada, nafas panjang, dan mudah memaafkan. Seperti Rasulullah SAW yang tak merasa tertekan dengan penghinaan atau cacian orang-orang sekitarnya dalam menjalani misi kenabian.

Saudaraku,
Sungguh luar biasa sikap orang-orang shalih dalam memandang dan mengukur penghinaan orang lain terhadap dirinya. Ibrahim An-Nakha'i, suatu hari berjalan bersama sahabatnya, seorang buta. Setelah beberapa menyusuri jalan, orang buta itu mengatakan, "Ya Ibrahim, orang-orang yang melihat kita mengatakan, "Itu orang buta dan pincang...itu orang buta dan pincang."Ibrahim dengan tenang lalu mengatakan, "Kenapa engkau begitu terbebani memikirkannya? Jika mereka berdosa karena menghina kita sedangkan kita  mendapat pahala, lalu kenapa?

Fudhail bin Iyadh, tokoh utama yang terkenal ketaqwaannya di zaman generasi tabi'in bercerita bahwa suatu ketika, saat berada di Masjidil Haram, ia didatangi seseorang yang menangis. Fudhail bertanya, "Kenapa engkau menangis? "Orang itu menjawab, "Aku kehilangan beberapa dinar dan aku tau ternyata uangku dicuri. "Fudhail mengatakan, "Apakah engkau menangis hanya karena dinar?" Sungguh mengejutkan jawaban orang itu. Ia menjawab, "Tidak, aku menangis karena aku tahu bahwa kelak aku akan berada di hadapan Allah dengan pencuri itu. Aku kasihan dengan pencuri itu, itulah yang menyebabkan aku menangis."

Saudaraku,
Mereka yang dirahmati Allah itu, menyikapi berbagai persoalan dengan lapang dada. Mungkin saja mereka berduka, bersedih, kecewa, atau barangkali tersulut sedikit kemarahannya. Tetapi mereka berhasil menguasai hatinya kembali. Hati mereka tetap ridha, mata mereka tetap teduh, ketenangan mereka tetap tidak terusik. Betapa indahnya.

Saudaraku,
Jika kita tidak lapang dada dan tidak mudah bersabar, kita pasti menjadi orang yang paling menderita di dunia ini. Sebab penderitaan terbesar adalah jiwa yang cepat goyah dan bimbang saat mnghadapi sesuatu yang yang sebenarnya remeh. Penderitaan paling berbahaya adalah ketika tujuan hidup kita yang demikian agung, terbentur oleh keadaan yang sesungguhnya sepele. Persoalan remeh, yang kita lihat secara keliru, kemudian mengakibatkan sempitnya dada, nafas tersengal, kesal hati, murung wajah, hati yang bergemuruh duka cita, bahkan air mata dan dendam. Hingga istirahat terganggu, pikiran tidak arah.

Jika itu yang terjadi, takkan ada amal-amal besar yang bisa dilakukan. Lantaran amal-amal besar itu, hanya lahir dari jiwa-jiwa yang tenang, hati yang lapang, penuh ridha, pikiran yang jernih.

Saudaraku,
Apa rahasia lapang dada yang dimiliki para salafushalih itu? Kenapa mereka tetap memiliki bashirah (penglihatan) yang terang dalam menghadapi persoalan hidup? Salah satunya adalah karena wawasan ilmunya yang luas. Orang yang sempit wawasan adalah orang yang takut dengan perkara-perkara kecil, sangat takut dengan peristiwa yang remeh dan mudah marah dengan kata-kata yang tidak berkenan di hatinya. Seseorang bahkan bisa sampai terbakar puncak kemarahannya disebabkan peristiwa yang sebenarnya bisa dilewati dengan memejamkan mata. Bahkan bisa dilewati dengan senyum bila dibarengi dengan sedikit lapang dada.

Itulah yang dikatakan Ar-Raf'i dalam Wahyul Qalam, "Jika engkau menghadapi dunia dengan jiwa lapang, engkau akan banyak memperoleh kegembiraan yang semakin lama semakin bertambah, semakin luas, duka yang makin mengecil dan menyempit. Engkau harus tahu bila duniamu terasa sempit, sebenarnya jiwamulah yang sempit, bukan dunianya." (Wahyul Qalam, 1/50)

Saudaraku dalam perjalanan,
Kita bisa seperti mereka. Jika kita tahu dan sadar, ada sasaran besar dan tujuan maha agung yang akan kita capai bersama di ujung jalan ini. Ada yang maha penting dari peristiwa-peristiwa apa pun di jalan ini. Ada yg maha mulia dari berbagai kejadian-kejadian apa pun di jalan ini.

Saudaraku,
Tak ada artinya aral apa pun di jalan ini. Karena, kita sedang berjuang menuju Allah.

Disadur dari buku Berjuang di Dunia, Berharap Pertemuan di Surga. Muhammad Nursani. Tarbawi Press.

@GrupMANIS

By.

Saudaraku, Kebersamaan Kita Telah Menembus Belukar

Oleh: Ust SYAHRONI MARDANI Lc.

Ada kaidah yg mengatakan bahwa:

"SIAPA YANG MENIKMATI SESUATU SEBELUM WAKTUNYA, MAKA SAAT WAKTUNYA TIBA, DIA TIDAK DAPAT MENIKMATINYA LAGI".

Benar sekali kaidah ini.. Siapa yang bersenang-senang di dunia, maka dia tak dapat bersenang-senang lagi di akhirat.

● Pakaian penghuni surga adalah sutera (fathir 35 : 33).. (alhajj 22 : 23)

Dalam sebuah hadits shahih riwayat Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda:

"Janganlah engkau memakai sutera.
Dan barang siapa yg memakai sutera di dunia, maka dia tak akan dapat memakainya lagi di akhirat" (muttafaq alaih)

● Ada beberapa minuman penghuni surga, di antaranya adalah khamar. Tentu khamar yg terbaik dan tidak memabukkan. (Muhammad 47 : 15) (alwaqiah 56 : 17 -19)

Rasulullah saw dalam sebuah hadits shahih riwayat Imam Muslim bersabda,

"Setiap yang memabukkan adalah khamar. Setiap khamar adalah haram. Siapa yg minum khamar (di dunia) lalu mati dan belum bertaubat masih kecanduan khamar, maka dia tak akan pernah meminumnya lagi di akhirat" (HR muslim)

Saudaraku..
Dunia adalah tempat beramal...
Dan akhirat tempat memetik hasilnya.

Kita akan bersenang senang di akhirat, 
Insya Allah bersenang senang di surganya Allah.

"Innaman nasru sobru sa'ah.. "

Maknanya...

KEMENANGAN ITU ADALAH BERSABAR YANG HANYA SEBENTAR SAJA.

Wallahu a'lam bishawab.

@GrupMANIS

By.

Kalau Belum Waktunya, Jangan!

Oleh: Ust. Farid Nu'man Hasan

Ada TIGA  hal yang membinasakan:
1. Kikir yang dituruti
2. Hawa nafsu yang ditaati
3. Seorang kagum dgn diri sendiri

TIGA hal yang menyelamatkan:
1. Takut kepada Allah dalam kesendirian dan keramaian
2. Sederhana dlm keasaan faqir dan kaya
3. Adil dlm keadaan ridha dan marah

TIGA hal yang meninggikan derajat:
1. Menyebarkan salam
2. Bangun utk shalat malam ktk manusia tidur
3. Memberikan makanan

TIGA hal yang menghapuskan dosa:
1. Menyempurnakan wudhu
2. Berjalan ke masjid
3. Menunggu waktu dari shalat ke shalat

Ada TIGA jenis manusia..:
1. Zhalimun linafsih (zalim thdp diri sndiri)
2. Muqtashid (pertengahan)
3. Sabiqun bil khairat (terdepan dalam kebaikan)

Ada TIGA ciri munafiq:
1. Jika bicara dia bohong
2. Jika janji dia ingkar
3. Jika diberi amanah dia khianat

Ada TIGA macam kezaliman:
1. Kezaliman yg tidak Allah ampuni (syirik)
2. Kezaliman yg diampuni
3. Kezaliman yg tidak akan Allah biarkan

Jika mati manusia semua amal terputus kecuali TIGA:
1. Sedekah jariyah
2. Ilmu yg bermanfaat
3. Doa anak shalih

Ada TIGA surat yang disebut al muawidzaat:
1. Al Ikhlash
2. Al Falaq
3. An Naas

Ada TIGA panglima jihad yg syahid dalam perang Mu'tah:
1. Zaid bin Haritsah
2. Ja'far bin Abi Thalib
3. Abdullah bin Rawahah

Ada TIGA masjid yg sgt dianjurkan dikunjungi:
1. Masjid Al Haram
2. Masjid An Nabawi
3. Masjid Al Aqsha

Ada TIGA cinta utama bagi kaum beriman:
1. Allah
2. Rasul
3. Jihad

Wallohu a’lam bis showaab.

- Twitter: @GrupMANIS
- WA: Grup Manis

By.

Tiga Hal Dahsyat, Istimewa dan Penuh Makna Dalam Hidup

oleh Ustadz Rappung Samuddin



SekolahMurabbi.com - Jika kebahagiaan itu ada pada harta benda, maka Qarun adalah orang yang paling bahagia. Tapi kenyataannya tidak.
Jika kebahagiaan itu terletak pada kekuasaan, maka Fir'aun menjadi raja paling bahagia. Tapi kenyataannya tidak.

Kalau kebahagiaan itu ada pada ilmu duniawi dan titel akademik, maka Haman yang paling bahagia. Tapi pada kenyataannya tidak.

Ternyata, di mata ulama dan auliya', kebahagiaan itu terletak pada sejauh mana manusia berjalan di atas petunjuk Allah dan sunnah Rasulullah shallaallahu alaihi wasallam.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
فأسعد الخلق وأعظمهم نعيما وأعلاهم درجة أعظمهم اتباعا وموافقة له علما وعملا

“Manusia yang paling beruntung, paling agung kenikmatannya dan paling tinggi derajatnya adalah yang paling besar mutaba’ahnya (sikap ikutnya) dan kesesuaiannya dengan beliau (Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam) baik secara ilmu maupun amal". (Ibnu Taimiyah, Majmu’ Al Fatawa, 4/26).

Ibnul Qayyim Al Jauziyah rahimahullah bercerita tentang gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, bahwa beliau rahimahullah seringkali berkata:

«
ما يصنع أعدائي بي، إن حبسوني فحبسي خلوة، وإن نفوني فنفيي سياحة، وإن قتلوني فقتلي شهادة في سبيل الله، أنا في صدري كتاب الله وسنة نبيه».

"Apa yang diinginkan musuh-musuhku terhadapku. Jika mereka memasukkan aku ke dalam penjara, maka ia adalah khalwat (berduaan dengan Allah) bagiku. Jika mereka mengusir aku, maka pengusiran itu adalah tamasya bagiku. Dan jika mereka membunuhku, maka ia adalah syahid bagiku. Sungguh, di dalam dadaku bersemayam kitabullah dan sunnah Nabi-Nya". (Ibnul Qayyim, Al Wabil Al Shayyib, hlm. 73-74).


(Piyungan)
By.

Di Mana Letak Kebahagiaan?

 
SekolahMurabbi.com - Lelaki itu telah lama mencintai sepupunya. Ia tergila-gila pada gadis cantik tersebut. Ibarat bunga, sebagai kumbang ia ingin menghisap seluruh saripatinya. Berbagai cara ia lakukan; mendekati, merayu… namun tak juga takluk sang gadis tersebut.


Hingga suatu saat di masa paceklik, gadis itu datang menemuinya. Keluarganya ditimpa kesulitan, ia butuh uang. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Apa yang selama ini diinginkannya kini datang menghampiri, pikir lelaki itu.

“Aku akan membantumu,” kata lelaki itu setelah mendengar gadis pujaan hatinya menyampaikan mengapa ia datang, “ tapi dengan sebuah syarat.
“Apa syaratnya?”
“Kau harus mau tidur denganku”
Deg! Meski dulu lelaki itu pernah merayunya, ia kaget kali ini dalam kondisi terjepit dirinya dimanfaatkan untuk berbuat dosa. Namun karena butuh uang, akhirnya ia terpaksa menerima syarat itu.

Lelaki itu girangnya bukan main. Ia pun memberikan 120 dinar padanya, lalu bersiap-siap untuk menikmatinya. Namun, di saat ia telah siap, sang gadis mengatakan kepadanya: “Bertaqwalah kepada Allah dan janganlah pecahkan tutup kecuali dengan cara yang sah.”

Mendengar nama Allah disebut, lelaki itu gemetar. Ia menjadi takut. Takut kepadaNya. Bagaimana mungkin ia akan berzina sementara Allah terus mengawasinya. Bagaimana mungkin ia akan merenggut keperawanan gadis muslimah sementara Allah Maha Mengetahui segalanya.

“Bawalah uang itu pulang,” kata lelaki mengikhlaskan dinarnya. Ia tidak jadi berzina.

Beberapa lama setelah peristiwa itu, lelaki tersebut terjebak dalam gua ketika bermalam di sana bersama dua temannya. Pintu gua tertutup batu besar sehingga mereka tak bisa keluar. Segala upaya sia-sia. Batu itu terlalu kokoh untuk bisa digeser. Di saat seperti itu mereka sadar, tidak ada yang dapat menyelamatkan mereka kecuali Allah. Maka mereka pun berdoa satu per satu dengan tawassul atas amal terbaik mereka.

Laki-laki pertama berdoa dan bertawassul dengan amalnya berbakti kepada kedua orang tua. Selesai berdoa, batu itu bergeser. Pintu gua sedikit terbuka. Laki-laki kedua, yang tak lain adalah dirinya, berdoa dan bertawassul dengan amalnya ikhlas menyerahkan uang 120 dinar dan membatalkan zina, pintu gua pun semakin terbuka namun belum cukup untuk dilewati. Terakhir, lelaki ketiga berdoa dan bertawassul dengan amalnya yang amanah menyimpan gaji karyawan dan mengembangkannya menjadi peternakan besar lalu memberika seluruh harta itu kepadanya. Pintu gua akhirnya terbuka lebar dan mereka pun bisa keluar. (Kisahikmah)
By.

Kegagalan Menzinai Sepupunya Menjadi Tawasul Terbukanya Pintu Gua


SekolahMurabbi.com - Siapakah sesungguhnya orang yang sabar? Siapakah sesungguhnya orang yang pemberani? Dan siapakah sesungguhnya sahabat sejati? Luqman Al Hakim memberitahu kita cara mengetahuinya.


“Tiga orang yang hanya bisa diketahui pada tiga kondisi; orang sabar hanya bisa diketahui saat marah, pemberani hanya bisa diketahui dalam perang saat bertemu lawan-lawan sepadan, dan sahabat sejati hanya bisa diketahui saat kau memerlukannya.”

 

Orang sabar

Orang sabar hanya bisa diketahui saat marah. Seberapa tingkat kesabarannya, karena perkara apa ia marah, bagaimana dirinya mengendalikan diri saat marah, apakah kata-katanya masih benar atau berubah penuh makian, apakah saat tersulut marah ia tetap mengedepankan akhlak mulia atau menjadi orang yang bengis dan zalim.

Marah yang dengannya sabar teruji bukan sekedar marah kepada manusia. Tetapi juga marah menghadapi keadaan. Pernah seorang wanita meratap meraung-raung di pemakaman Baqi karena anaknya meninggal. Saat Rasulullah mengingatkannya, ia justru menghardik beliau. Setelah diberitahu bahwa orang yang dihardiknya adalah Rasulullah, ia pun meminta maaf. Rasulullah pun kemudian mensabdakan, “sabar itu ada pada benturan pertama.”

Dalam hadits yang lain beliau mensabdakan bahwa orang yang kuat bukanlah ahli gulat, tetapi orang yang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan diri saat marah.
Setiap orang pasti bisa marah. Apalagi jika agamanya dihina. Namun bagaimana ia bersikap, apakah kata-kata dan tindakannya tetap terkontrol, di sanalah ia bisa dilihat benar-benar sabar atau belum.

 

Orang pemberani

Kadang dijumpai ada orang yang kata-katanya meledak-ledak, suka tantangan dan bahkan suka menantang. Ada juga orang yang sering mengeluarkan pernyataan bernada invasif. Namun itu semua bukan jaminan keberanian.

Pemberani hanya bisa diketahui dalam perang saat bertemu lawan-lawan sepadan. Para sahabat Nabi dan mujahidin telah membuktikan hal itu. Kita? Sebelum ada perang, agaknya sulit menguji apakah benar-benar pemberani atau justru menjadi orang yang pertama lari saat panggilan jihad berkumandang.

 

Sahabat sejati

Luqman Hakim mengistilahkannya dengan saudara sejati. Mereka baru bisa diketahui saat kita membutuhkannya.

Jika kita sedang berada, sedang berkuasa, mereka yang mendekat belum tentu sahabat. Mereka yang menyertai belum tentu saudara sejati. Namun jika kita sedang membutuhkan, mereka yang hadir dan membantu kita, mereka itulah sahabat sejati. Mereka itulah saudara sejati. Bukan orang yang menjauh setelah tahu kita jatuh dan butuh. (Bersamadakwah)
By.

Ini Ciri-ciri Penyabar, Pemberani dan Sahabat Sejati


SekolahMurabbi.com - Di era keterbukaan ini, kita semakin mudah berkomunikasi dengan orang lain. Kemunculan media sosial menjadi salah satu penyebabnya. Aplikasi seperti Facebook, Twitter, Instagram dan sebagainya terkadang menjadi ajang untuk memamerkan amal ibadah yang telah dilakukan.


 Lantas, apakah ini dibolehkan? Bukankah memamerkan amalan tergolong ke dalam kategori riya’? Bagaimana sebenarnya?

Hukum memperlihatkan amalan kita temui dalam beberapa ayat Alquran dan hadits Rasulullah saw. Dalam surat Al-Baqarah ayat 271, Allah berfirman:

إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ ۖ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ

Jika kalian menampakkan sedekah(kalian), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kalian menyembunyikannya dan kalian berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagi kalian” (Al-Baqarah : 271).

Ayat ini menegaskan bahwa pada dasarnya tidak ada masalah jika amal ibadah diperlihatkan kepada orang lain. Tapi dengan syarat, tujuannya terbebas dari riya’ dan agar ada maslahat (manfaat atau kebaikan) yang ditimbulkan dari upaya memperlihatkan amal itu. Misalnya, seseorang bersedekah secara terang-terangan agar ditiru oleh orang lain. Bahkan Ibnu Katsir rahimahullah berpendapat dalam sudut pandang ini, menampakkan sedekah (atau amalan lain) malah lebih utama daripada menyembunyikannya (Tafsir Ibnu Katsir 1/701).

Namun setiap kali amal seorang hamba dilakukan secara sembunyi-sembunyi, maka hal itu lebih dekat kepada keikhlasan dan semakin jauh dari penyakit hati berupa riya’ (memperlihatkan amal supaya dipuji), sum’ah (memperdengarkan suara dalam beramal shalih agar dipuji), dan mencari kedudukan/jabatan dan penyakit yang semisalnya. Imam Al-Bukhari  rahimahullah di dalam kitab shahihnya berkata, “Bab: Shadaqah yang Dilakukan Secara Sembunyi-Sembunyi. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam (bersabda),

وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا صَنَعَتْ يَمِينُهُ

“Dan seseorang yang bershadaqah lalu ia menyembunyikannya, hingga tangan kirinya tak mengetahui apa yang dilakukan tangan kanannya”

Imam At-Tirmidzi (2919) meriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Amir radiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda”,

الْجَاهِرُ بِالْقُرْآنِ كَالْجَاهِرِ بِالصَّدَقَةِ ، وَالْمُسِرُّ بِالْقُرْآنِ كَالْمُسِرِّ بِالصَّدَقَةِ

“Orang yang membaca Al-Qur`an dengan suara keras seperti orang yang menampakkan shadaqah, dan orang yang membaca Al-Qur`an dengan suara pelan seperti orang yang bershadaqoh secara sembunyi-sembunyi ”.

Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Bani dalam Shahih At-Tirmidzi. At-Tirmidzi berkata,
Makna hadits ini adalah orang yang memelankan suara dalam membaca Al-Qur`an lebih utama daripada orang yang mengeraskan suara dalam membaca Al-Qur`an karena shadaqah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi lebih utama dari shadaqah yang dilakukan secara terang-terangan, demikian kesimpulan ulama.”

Ulama menjelaskan maksud hal itu adalah agar seseorang yang melakukan amal shalih aman dari penyakit ‘ujub (membanggakan amal) karena orang yang menyembunyikan amal tidak terlalu khawatir terhadap serangan ‘ujub, beda jika ia menampakannya, ketika itu penyakit tersebut lebih dikhawatirkan menyerangnya. Namun, selama ada maslahat syar’i dalam menampakkan amal shalih, seperti agar dicontoh oleh orang lain dan mendorong mereka untuk melakukan kebaikan, serta bersih dari riya` dan mencari popularitas, maka tidak mengapa dikeraskan/dinampakkan (amal shalih tersebut).

Ibnu Hajar Al-Haitami rahimahullah berkata,Di dalam menyembunyikan amal shalih terdapat faedah keikhlasan dan selamat dari riya’. Di dalam menampakkannya ada faedah menjadi suri tauladan dan penyemangat manusia untuk berbuat baik, akan tetapi terancam serangan riya`, dan Allah memuji kedua sikap ini dalam ayat surat Al-Baqarah tadi.”

Kesimpulannya, tidak masalah menampakkan amalan selama dimaksudkan untuk menjadi contoh atau agar ditiru oleh orang lain serta terbebas dari penyakit riya’. Namun jika tak mampu memenuhi kedua syarat tersebut (terlebih bersih dari sifat riya’), maka menyembunyikannya lebih utama. Wallahu a’lam. (Dari berbagai sumber)
By.

Ternyata Boleh Menampakkan Amalan, Asal...


SekolahMurabbi.com - Bekerjalah dalam diam, itu lebih mendamaikan | bekerjalah di benderang terang agar teruji keimanan | semua pahala

Tanda-tanda hati yang tersiksa adalah ia yang menganggap amalan orang lain dilakukan karna riya dan pamer. #sucikanhati

Kita bicara tentang kita, bukan bicara tentang mereka | maka jangan menuduh keikhlasan orang lain. #sucikanhati

Untuk urusan dosa kita melihat kedalam diri | untuk urusan pahala kita memandang orang lain. Begitu prinsipnya. #sucikanhati

Suatu hari seorang anak melihat rumah tetangganya dari jendela kamarnya. Terlihat lantai, dinding, jendela dan jemuran tetangga kotor

Sang anak mengeluh pada ibunya atas apa yang dia lihat dari jendela kaca kamarnya. Keesokanya ia masih mendapati rumah tetangga yang masih kotor

Di hari ketiga ia makin heran dengan tetangganya, mengapa tidak mau barang sedikit membersihkan lantai dan dinding rumahnya sendiri

Anak mengeluh lagi pada ibunya, "Bu, mengapa rumah tetangga kita terlihat jorok. Apa sulit untuk merbersihkan lantai dan dinding rumahnya?"

Tanpa kata Ibunya mendekat ke jendela kaca kamar anaknya. Disapu debu yang menempel dikaca jendela kamar. Sekarang rumah tetangga terlihat bersih.

Begitulah kita, seringkali melihat kotoran pada diri orang lain | sedang kotoran diri sendiri tak terlihat. #sucikanhati

Selalu melihat noda pada oranglain menjadikan hidup kita diliputi syakwasangka. #sucikanhati

Selalu melihat noda pada orang lain membuat noda diri sendiri bertumpuk-tumpuk. #sucikanhati

Sejatinya, muslim yang baik adalah ia yang #sucikanhati tak kenal kurun waktu.

Follow twitter: @SekolahMurabbi
_______

Rumah Tetangga Kotor Karena Kaca Jendela Kita


            ssssttttt



“Diamnya Orang Mu'min Hendaknya Merupakan Tafakkur, Penglihatannya Merupakan  Pengambilan Pelajaran, Dan Ucapannya Merupakan Dzikir.”
            Tanpa kita sadari waktu kita banyak terbuang disebabkan karena kita sering membicarakn hal-hal yang tidak bermafaat untuk sendiri apalagi untuk orang lain. Membicarakan atau menanyakan tentang apa yang dilakukan orang lain, padahal orang tersebut tidak ingin kita tahu. Misalnya ‘apakah anda puasa hari ini” jika lawan bicara kita menjawab “Ya” maka dia telah menampakan ibadah dia, sehingga bisa saja disebabkan pertanyaan kita ibadahnya tersusupi riya. Jika tidak riya maka ibadah dia tidak lagi menjadi rahasia, padahal ibadah secara sembunyi-sembunyi lebih tinggi beberapa derajat dari pada secara terang-terangan. Jika dia menjawab “Tidak” padahal dia berpuasa maka dia berdusta, jika diam saja dia takut menyakiti kita atau kita akan bepikir dia meremehkan dan tidak menghargai kita. Jika dia mencari alasan untuk menjawab dan menolak pertanya kita, dia memerlukan usaha yang melelahkan. Akhirnya pertanyaan kita telah membawa dia kepada riya, dusta, merendahkan dan mencari-cari alasan untuk menjawab pertanyaa kita. Demikian pula pertanyaan tentang hal-hal yang disembunyikan atau tentang sesuatu yang membuat dia malu disebab pertanyaan kita.
            Seandainya kita pergunakan waktu membicarakan hal-hal yang tidak bermafaat tersebut untuk berfikir bisa jadi kita akan mendapatkan limpahan rahmat Allah pada saat tafakkur sehingga sangat besar manfaatnya. Sekiranya kita memuji Allah, menyebut-Nya dan mengagungkan-Nya niscaya hal itu lebih baik.
Waktu merupakan modal yang paling penting dalam menjalani kehidupan. Jika modal ini kita sia-siakan untuk hal yang tidak bermafaat dan tidak digunakan untuk mencari pahala, maka hilanglah modal yang kita miliki.

ssstttt

Sekolahmurabbi.com

Sekolahmurabbi.com adalah Media Informasi Keislaman yang dikelola oleh anak-anak muda.
Sekolahmurabbi.com menyajikan artikel dan informasi dasar-dasar keislaman yang dibutuhkan bagi para murabbi dan mutarabbi.

© | About Us | Kirim Tulisan | The Team | Contact Us | Privacy Policy | Disclaimer
Design by Hasugi.com