/
Tampilkan postingan dengan label Hadits. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hadits. Tampilkan semua postingan

Oleh: Farid Nu'man Hasan

Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘Ala Rasulillah wa ba’d:

Ilmu pengetahuan modern sampai hari ini belum menyimpulkan apa-apa tentang asal-usul manusia, kecuali terjadinya diskontinuitas. Semua penemuan bagian tulang belulang, baik itu tengkorak, rahang, dan lainnya, tidak pernah utuh, hanya bagian-bagian kecil tertentu yang terpisah di tempat yang jauh, lalu di reka-reka dan rekonstruksikan sebagai manusia puba bernama A, B, C, dan seterusnya. Beragam teori tentang asal usul manusia sudah banyak yang mengemukakan, ada yang saling menguatkan, ada yang saling  menegasikan.  Tetapi, semua berujuang pada: ketidakpastian.

Sependek yang saya ketahui, tidak ada satu pun ahli yang benar-benar yakin bahwa temuan mereka, beserta teori yang mereka bangun, merupakan finalisasi perdebatan panjang tentang siapa manusia pertama yang pernah ada. Sebagai orang yang berakal, kita mengapresiasi segala jerih payah para ilmuwan untuk menguak misteri ini secara scientific. Semoga saja semua penemuan ini tidak berujung pada keputusasaan sehingga mengatakan keberadaan pencipta pun bisa diteorikan! Bagaimana mungkin bisa, padahal tentang asal usul dirinya saja mereka kebingungan?

Kemudian, di sisi lain, sebagai orang beriman, kita juga memiliki wahyu yang kebenarannya laa syakka wa laa rayba. Semuanya adalah haq dari Allah ﷻ,hukumnya haq, kisahnya haq, nasihatnya haq, tidak sedikit pun kesalahan baik atas, bawah, kanan, kiri, dan tengahnya.

Semuanya saling menguatkan dan menopang. Maka, ketika penemuan modern masih masuk dalam ranah zhanniyat (dugaan), belum keluar darinya sedikit pun, bahkan tidak ada clue (tanda) baru untuk keluar dari ranah itu, maka selama itu pula dia bukan pegangan, apalagi dijadikan  aqidah yang mencapai derajat ilmul yaqin.

Maka, ketika terjadi ketidakserasian antara keduanya, yang satu masih berputar pada teori, mencari-cari data, mengumpulkan bukti, lalu saling bantah dan koreksi, apa yang mereka  upayakan pun hanya menjadi konsumsi elitis sebagian ilmuwan dan kaum terpelajar, bahkan tidak pernah ada yang bisa memastikan kapan berakhirnya upaya ini ..., sementara Al Quran sudah menceritakannya, dengan penceritaan yang tidak sekali, lalu menjadi keyakinan milyaran manusia, baik cerdik cendikia, maupun awamnya, maka apa yang Allah ﷻsampaikan melalui firmanNya lebih kita ikuti.

 Kita meyakini, dalam hal-hal yang pasti kebenarannya selamanya ayat suci tidak akan pernah berbenturan dengan teori modern yang haq, karena keduanya –pada hakikatnya- juga berasal dari ayat-ayatNya, yaitu ayat Qauliyah dan Kauniyah, keduanya berasal dari Allah ﷻ maka keduanya tidak mungkin dan tidak seharusnya berseberangan, justru saling mengkonfirmasi. Jika terjadi benturan keduanya, maka yang qath’i (pasti) lebih kita jadikan pedoman dibanding yang zhanni (dugaan). Justru yang zhanni itu mesti diarahkan kepada yang qath’i.

Nabi Adam ‘Alaihissalam Dalam Al Quran

Taruhlah kita tidak dapatkan ayat dengan kalimat lugas (manthuq/tersurat) menyebut Nabi Adam ‘Alaihissalam adalah manusia pertama, yang mengharuskan ada kata “manusia pertama” dalam ayat tersebut. Kita tidak akan menemuinya. Tetapi secara mafhum (tersirat) kita banyak mendapatkannya. Mereka-mereka yang menolak atau meragukan Nabi Adam ‘Alaihissalam sebagai manusia pertama, sangat-sangat tekstualist, mereka mensyaratkan  mesti ada kata semisal “Adam adalah manusia pertama, “ atau “Aku ciptakan manusia pertama adalah Adam,” atau yang semakna dengan ini, yang tanpa perlu penjelasan lagi memang begitulah maknanya.  

Sejenak kita perhatikan ayat-ayat berikut:

▶        Al Baqarah ayat 30 

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Mereka yang menolak meyakini Nabi Adam‘Alaihissalam sebagai manusia pertama memahami bahwa ayat ini menunjukkan ada orang lain sebelum Nabi Adam ‘Alaihisalam. Sebab, bagaimana para malaikat bisa tahu sebelum Nabi Adam sudah ada pertumpahan darah di muka bumi?  Pastilah sebelumnya sudah ada manusia lain.

Betulkah seperti itu? Betulkah sebelum Nabi Adam ‘Alaihissalam sudah ada manusia di muka bumi yang saling menumpahkan darah? Ataukah itu makhluk lain selain manusia?

Kita lihat penjelasan dari Abdullah bin Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, imamnya para imam ahli tafsir, yang dijuluki Turjumanul Quran (penafsir Al Quran), Al Bahr (samudera), Hibru hadzihil ummah (tintanya umat ini), dan telah didoakan oleh Nabi ﷺ : “Ya Allah ajarkanlah dia ta’wil Al Quran, dan fahamkanlah dia ilmu agama.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 6287, katanya:shahih. Ath Thabarani dalam Al Kabir No. 10587), dalam hadits lain: “Ya Allah ajarkanlah dia Al Kitab (Al Quran). (HR. Bukhari No. 75)

 Beliau berkata:

أنه كان في الأرض الجِنُّ , فأفسدوا فيها , سفكوا الدماء , فأُهْلِكوا , فَجُعِل آدم وذريته بدلهم

Bahwasanya dahulu di muka bumi ada jin, mereka membuat kerusakan di dalamnya, dan menumpahkan darah dan mereka pun binasa, lalu diciptakanlah Adam dan keturunannya untuk menggantikan mereka. (Imam Abul Hasan Al Mawardi, An Nukat wal ‘Uyun, 1/95. Lihat Imam Ibnu Jarir Ath Thabari, Jami’ul Bayan, 1/450)

Apa yang dikatakan oleh Abdullah bin  Abbas Radhiallahu ‘Anhuma ini sesuai dengan yang Allah ﷻfirmankan:

وَالْجَانَّ خَلَقْناهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نارِ السَّمُومِ

Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas. (QS. Al Hijr: 27)

Maka, keterangan Abdullah bin AbbasRadhiallahu ‘Anhuma, dan juga  ayat yang menyatakan bahwa Jin lebih dahulu diciptakan  sebelum Adam, merupakan koreksi yang menganulir pemahaman atau perkiraan  bahwa sudah ada manusia sebelum Nabi Adam ‘Alaihissalam.

Sementara, para pakar yang lain mengatakan bahwa pengetahuan para malaikat adanya kerusakan dan pertumbahan darah bukan karena sebelumnya sudah ada manusia, bukan pula karena jin, tetapi itu merupakan pengabaran masa yang akan datang setelah diciptakannya  Adam yang dilakukan oleh anak cucunya, baik itu merupakan terkaan malaikat terhadap yang ghaib, ada pula riwayat yang menyebutkan karena Allahﷻ juga telah mengabarkan itu kepada mereka. Bagi yang ingin memperluas masalah ini silahkan buka Tafsir Jami’ul Bayan-nya Imam Ibnu Jarir Ath Thabari Rahimahullah.

▶       Sebutan bagi manusia adalah “Bani Adam”

Al Quran dan As Sunnah menyebut manusia keseluruhan dengan Bani Adam (Keturunan Adam), atau jika satu orang disebut Ibnu Adam. Keduanya (baik Bani Adam dan Ibnu Adam) ada dalam teks-teks yang shahih lagi sharih (jelas). Penyebutan tersebut, secara mafhum muwafaqah  menjadikan Adam ‘Alaihissalam sebagai porosnya menunjukkan dialah yang pertama, bukan selainnya. Jika memang ada selainnya, tentunya Allah ﷻ tidak akan menyebut (semua) manusia Bani Adam, dan tidak mungkin Allah ﷻ salah sebut. Maha Suci Allah dari hal itu. Allah ﷻ juga menyebut Bani Israel, karena Israel (Nabi Ya’qub ‘Alaihissalam) adalah yang awal bagi anaknya yang 12 orang dan menjadi suku-suku sendiri di kemudian hari, lalu mereka pun disebut Bani Israel, bukan bani-bani yang lainnya. Jikalau sebelum Nabi Adam ‘Alaihissalam sudah ada manusia, taruhlah namanya X atau jenis X, tentulah Bani X panggilannya.

Masalah ini begitu penting sampai-sampai menyita perhatian  milyaran manusia, bahkan ada disiplin ilmu khusus untuk mempelajarinya dan mereka menghabiskan usianya hanya untuk urusan ini. Apakah masalah sepenting ini luput begitu saja dari Al Quran? Ketika Al Quran telah membahasnya bahwa jenis “manusia”  adalah Bani Adam, maka itulah finalnya dari masalah penting ini, dan itulah jawaban dan perhatian Al Quran terhadap misteri ini.

Tenanglah jadinya hati kita bahwa Adam ‘Alaihissalam memang manusia pertama sebagaimana tersirat dalam beberapa ayat Al Quran.    

Terakhir, ada baiknya kita renungkan perkataan bagus berikut ini. Al Ustadz Hasan Al Banna Rahimahullah mengatakan:

وقد يتناول كل من النظر الشرعي والنظر العقلي ما لا يدخل في دائرة الآخر , ولكنهما لن يختلفا في القطعي , فلن تصطدم حقيقة علمية صحيحة بقاعدة شرعية ثابتة ، ويؤول الظني منهما ليتفق مع القطعي , فإن كانا ظنيين فالنظر الشرعي أولى بالإتباع حتى يثبت العقلي أو ينهار .

 Pandangan teori agama dan pandangan akal masing-masing punya domain, dan  tidak boleh dicampuradukkan, keduanya tidak akan pernah berselisih dalam masalah yang pasti kebenarannya. Maka, selamanya hakikat teori ilmiah yang shahih tidak akan bertentangan dengan kaidah syar’i  yang pasti. Jika salah satu di antara keduanya ada yang bersifat zhanni, dan yang lainnya adalah qath’i maka yang zhanni mesti ditarik agar sesuai dengan yang qath’i, jika keduanya sama-sama zhanni maka pandangan agama lebih utama diikuti, sehingga akal mendapatkan legalitasnya atau gugur sama sekali.  (Ushul ‘Isyrin, No. 19)

Wallahu A’lam

- Grup WA - MANIS - MAJELIS IMAN ISLAM 🌼
- Twitter: @GrupMANIS

By.

Polemik Siapakah Manusia Pertama


SekolahMurabbi.com - Dalam hadits shahih yang diriwayatkan Imam Muslim, Rasulullah bersabda tentang tulang ekor.


كُلُّ ابْنِ آدَمَ يَأْكُلُهُ التُّرَابُ إِلاَّ عَجْبَ الذَّنَبِ مِنْهُ خُلِقَ وَفِيهِ يُرَكَّبُ

“Setiap (bagian tubuh) anak Adam pasti akan dimakan tanah, kecuali tulang ekor. Darinya ia telah diciptakan dan darinya ia akan disusun kembali.” (HR. Muslim)

Hadits ini disampaikan Rasulullah berabad-abad yang lalu. Sebelum ilmu pengetahuan mampu menjangkau dan menegaskan apakah hal tersebut bisa dibuktikan secara ilmiah. Hingga kemudian, serangkaian penelitian di abad moder membuktikan bahwa sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut 100 persen benar.

Tulang ekor tak dimakan tanah
Menurut Wikipedia, tulang ekor adalah bagian paling ujung dari kolom tulang belakang pada primata tak berekor. Terdiri dari tiga sampai lima vertebra (vertebra koksigeal) terpisah atau menyatu di bawah sakrum. Ia tersambung dengan sakrum oleh sendi fibrocartilaginous, simfisis sakroksigeal, yang memungkinkan gerakan terbatas antara sakrum dan koksiks.

Dr. Othman al Djilani, seorang profesor bidang histology dan pathologi Sana’a University, melakukan penelitian bersama Syaikh Abdul Majid dalam rangka menguji tulang ekor. Pada Ramadhan 1423 H, mereka membakar tulang ekor dengan suhu tinggi selama 10 menit hingga warnanya berubah menjadi hitam pekat. Kemudian mereka membawa tulang tersebut ke al Olaki Laboratory, di Sana’a, Yaman untuk dianalisis. Hasil laboratorium menunjukkan sel-sel pada jaringan tulang ekor tidak terpengaruh. Masya Allah.

Penelitian itu juga menjelaskan mengapa ketika dilakukan penggalian makam lama yang telah berusia berpuluh-puluh bahkan beratus tahun, ditemukan tulang ekor yang tidak hancur. Benar-benar sesuai dengan sabda Rasulullah.

Masya Allah… benarlah sabda Rasulullah. Padahal beliau mensabdakannya 14 abad yang lalu. Sebelum sains bisa bicara banyak tentang tulang ekor. [Bersamadakwah]
By.

Ini Fakta Kebenaran Hadits Rasul Tentang Tulang Ekor

Fathul Bari, kitab yang men-syarah Shahih Bukhari
SekolahMurabbi.com - Di kalangan pelajar dan akademisi Islam, hampir tidak ada yang tidak mengenal Imam Bukhari dengan kitab Shahihnya, kitab yang paling sahih di muka bumi setelah Al Qur'an dan Al Hafidz Al Dzahabi dengan karya-karya besarnya. Namun siapa sangka, ternyata motivasi yang menggerakkan kedua Imam besar tersebut hingga sanggup melahirkan mahakarya yang menjadikan keduanya dikenang oleh sejarah, adalah sebuah kalimat sederhana yang membekas kuat dalam hati mereka.
Diriwayatkan, saat berada di majelis Imam Ishaq bin Rahawaih, Imam Bukhari mendengar beliau berkata:


لو ان احدكم يجمع كتابا فيما صح من سنة الرسول
"Andai ada salah seorang diantara kalian yang mau menyusun sebuah kitab yang berisi sunnah-sunnah Rasulullah yang sahih..."
Kalimat ringan. Namun bekasnya kuat dalam diri Imam Bukhari. Dan karenanya, lahirlah darinya sebuah karya monumental yang memiliki wibawa di mata umat. (Ibnu Hajar, Hadyu Al Sari, hlm. 9).

Demikian pula dengan Al Hafidz Al Dzahabi. Siapa sangka, di balik kesuksesannya menjadi Imam Al Jarh wa Al Ta'dil, Hadits dan sejarah yang sulit dicari tandingannya, adalah kalimat enteng sederhana yang keluat dari lisan gurunya, Al Imam Al Barzali kala menyaksikan tulisan tangan Al Dzahabi:

ان خطك هذا يشبه خط المحدثين

"Sungguh, tulisanmu ini sangat menyerupai tulisan Ahli Hadits".

Imam Al Dzahabi pun berkata: "Sejak saat itu, Allah Ta'ala menanamkan kecintaan dalam diriku terhadap ilmu hadits". (Al Dzahabi, Siyar A'lam Al Nubala', 1/35).

Subhanallah, kalimat ringan sederhana, namun efeknya luar biasa. Olehnya, jangan pernah memandang rendah sebuah kebaikan, kendati hanya berupa nasehat ringan dan baik. Boleh jadi, sebuah kalimat yang zahirnya kecil menjadi besar di sisi Allah lantaran keluar dari hati dan niat yang tulus. (Piyungan)
By.

Shahih Bukhari, Mahakarya Dari Kalimat Sederhana


SekolahMurabbi.com - Setiap manusia, baik yang beriman maupun tidak, pasti tahu bahwa kematian adalah sebuah keniscayaan. Tapi ternyata hal yang tak banyak diketahui adalah bahwa begitu seringnya malaikat maut mendatangi kita setiap harinya. Begitu seringnya, bahkan malaikat mendatangi kita bukan dalam hitungan jam, tapi hitungan menit!


Ini didasarkan pada sebuah hadist Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Abdullah Ibnu Abbas ra.:

“Bahwa malaikat maut memperhatikan wajah setiap manusia di muka bumi ini 70 kali dalam sehari”.

Malaikat maut pun kerap berkata: “Alangkah herannya aku melihat orang ini, sedangkan aku diutus oleh Allah ta’ala untuk mencabut nyawanya, tetapi dia masih bersenang-senang bergelak tawa”.

Secara matematis, jika satu hari = 24 jam atau 1.440 menit, maka malaikat maut mengunjungi kita dalam sehari setiap 20,57 menit sekali, atau dibulatkan menjadi 21 menit sekali.

Begitu seringnya! Dan begitu dekatnya kita dengan kematian! Semoga kita senantiasa memperbaiki diri.
By.

Ternyata Kita Hampir Meninggal Sebanyak 70 Kali Sehari


SekolahMurabbi.com - Ada banyak amal yang memiliki keutamaan mengundang rezeki. Sebagian amal-amal itu bisa dilakukan di banyak waktu, ada pula yang hanya bisa dilakukan di pagi hari. Apa saja? Berikut ini empat amalan pagi pengundang rezeki.

1. Shalat Tahajud

 
Shalat tahajud bisa dilakukan di seluruh bagian malam; baik tengah malam maupun sepertiga malam yang terakhir, dengan syarat sudah tidur terlebih dahulu. Namun yang lebih utama dan lebih berefek mengundang rezeki adalah shalat tahajud yang dilakukan di sepertiga malam yang terakhir. Jadi, tahajud juga menjadi sarana bangun pagi.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

يَعْقِدُ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ إِذَا هُوَ نَامَ ثَلاَثَ عُقَدٍ ، يَضْرِبُ كُلَّ عُقْدَةٍ عَلَيْكَ لَيْلٌ طَوِيلٌ فَارْقُدْ ، فَإِنِ اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ اللَّهَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ ، فَإِنْ تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ ، فَإِنْ صَلَّى انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ ، وَإِلاَّ أَصْبَحَ خَبِيثَ النَّفْسِ كَسْلاَنَ

“Ketika kalian tidur, syetan membuat tiga ikatan di tengkuk kalian. Di setiap ikatan setan akan mengatakan, “Malam masih panjang, tidurlah!” Jika ia bangun lalu berdzikir pada Allah, lepaslah satu ikatan. Kemudian jika ia berwudhu, lepas lagi satu ikatan berikutnya. Kemudian jika ia mengerjakan shalat, lepaslah ikatan terakhir. Di pagi hari dia akan bersemangat dan bergembira. Jika tidak melakukan seperti ini, jiwanya jadi kotor dan malas.” (HR. Al Bukhari)

2. Doa di Sepertiga Malam

 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

يَتَنَزَّلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ ، مَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ ، وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ

“Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala turun setiap malam ke langit dunia hingga tersisa sepertiga malam terakhir, lalu Dia berkata: ‘Siapa yang berdoa kepada-Ku, aku akan memperkenankan doanya. Siapa yang meminta pada-Ku, pasti akan Kuberi. Dan siapa yang meminta ampun pada-Ku, pasti akan Kuampuni’.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

3. Sedekah di Pagi Hari

 
Sedekah bisa dilakukan kapan saja dan salah satu keutamaannya adalah dilipatgandakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun, sedekah di waktu pagi lebih istimewa lagi. Sebab setiap pagi ada malaikat yang mendoakan orang yang bersedekah dan orang yang pelit.

مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا ، وَيَقُولُ الآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا

“Tidaklah berlalu pagi di setiap hari kecuali ada dua malaikat yang turun dan berdoa, “Ya Allah berikanlah ganti pada yang berinfak” Sedangkan malaikat yang satunya berdoa, “Ya Allah, berikanlah kebangkrutan bagi yang enggan bersedekah” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Doa manusia kadang ada yang tertolak tersebab dosa dan kemaksiatan yang dilakukan. Namun malaikat? Mereka tidak pernah melakukan dosa dan kemaksiatan sehingga doa malaikat insya Allah selalu dikabulkan Allah. Jadi, bersedekahlah di waktu pagi, malaikat akan mendoakan ganti dan dengan demikian insya Allah terundanglah rezeki.

4. Shalat Dhuha

 
Shalat dhuha adalah salah satu amalan pagi yang bisa mengundang rezeki. Waktu shalat dhuha dimulai sejak matahari sepenggelahan naik (kira-kira satu tombak) hingga menjelang ke tengah di atas kepala (kira-kira 15 menit sebelum Dzuhur).

Shalat dhuha bisa dikerjakan dua raka’at hinga delapan raka’at. Bahkan ada pula yang mengatakan hingga 12 raka’at. Empat raka’at shalat dhuha cukup untuk membuat Allah menjamin rezeki seorang hamba.

يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَا ابْنَ آدَمَ لاَ تُعْجِزْنِى مِنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ فِى أَوَّلِ نَهَارِكَ أَكْفِكَ آخِرَهُ

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Wahai anak Adam, janganlah engkau luput dari empat rakaat di awal harimu, niscaya Aku cukupkan untukmu di sepanjang hari itu.” (HR. Ahmad)


(Bersamadakwah)
By.

Empat Amalan Pagi Pengundang Rezeki


SekolahMurabbi.com - Shalat adalah ibadah kunci dalam Islam. Kelak di hari Kiamat, shalat adalah amalan pertama yang akan dihisab. Jika shalatnya benar, maka Allah akan menghisab amal-amal lainnya. Namun jika shalatnya tertolak, maka amal-amal lain sebanyak apapun akan menjadi sia-sia.


Begitu pentingnya posisi shalat dalam penentuan tempat seorang manusia di akhirat kelak. Karenanya, sudah sewajarnya jika selama di dunia ini kita mengerjakan shalat sebaik mungkin. Bahkan kita mencoba menyempurnakan shalat-shalat wajib kita dengan mengiringinya dengan berbagai amalan sunnah seperti shalat sunnah rawatib, mengerjakannya secara berjamaah, beri’tikaf di mesjid, hingga berdoa setiap saat agar Allah menerima shalat yang telah dikerjakan.

Di antara sekian banyak cara menyempurnakan shalat itu adalah dengan mengejar beberapa keutamaan. Tapi akhir-akhir ini, banyak orang yang mengabaikannya. Dengan mengetahui hal ini, semoga kita kembali bersemangat mencari ridha Ilahi dengan melaksanakan perintah-Nya.

Dalam Kitab Shahih Imam Al-Bukhary, tertera hadits sebagai berikut.

Dari Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah saw bersabda: “Seandainya mereka mengetahui kebaikan yang terdapat dalam bersegera menuju shalat, tentulah mereka akan berlomba-lomba. Dan seandainya mereka mengetahui kebaikan yang terdapat pada waktu ‘atamah (shalat ‘Isya’) dan Shubuh, tentulah mereka akan mendatanginya walaupun dengan merangkak. Dan seandainya mereka mengetahui kebaikan yang ada pada shaf pertama, tentulah mereka akan berlomba meraihnya.” (HR. Bukhari, Bab Adzan, Keutamaan Shaf Terdepan, no. 679)

Ada tiga hal yang disampaikan oleh baginda Rasul saw pada hadits di atas.
Pertama, terdapat kebaikan dalam bersegera menuju shalat. Maksudnya adalah tidak berlama-lama, meninggalkan setiap aktivitas ketika mendengarkan suara azan, atau bahkan bila memungkinkan datang ke mesjid beberapa saat sebelum azan dikumandangkan.
Kedua, ada kebaikan dalam shalat ‘Isya dan shalat Shubuh. Dua shalat yang dimaksud adalah shalat yang dilaksanakan secara berjamaah di mesjid.
Ketiga, ada kebaikan dalam shaf pertama.

Kebaikan tersebut sengaja dirahasiakan oleh Rasul saw. Hikmahnya adalah agar kita semakin termotivasi mengejar rahasia-rahasia yang ada pada ketiganya.

Wallahu a’lam. (SM)
By.

Ini 3 Rahasia Kebaikan yang Sering Diabaikan


SekolahMurabbi.com - Ada satu amalan sunnah yang jika dikerjakan bisa membuat setan menangis, lalu berlari ketakutan sembari mengatakan kalimat penyesalan. Beruntungnya, amalan sunnah ini bisa kita ulang-ulang dalam sehari di setiap waktu, bisa dikerjakan di luar atau pun saat mendirikan shalat.


Apakah amalan itu? Mari simak penjelasan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu.

“Jika anak Adam membaca Ayat Sajdah,” ungkap Nabi suatu ketika, “lalu bersujud, maka setan akan menjauh (berlari) seraya berkata (penuh penyesalan), ‘Oh, celakanya diriku! Anak Adam mau dan mengerjakan saat diperintah bersujud, dan baginya surga. Sedangkan aku menolak saat diperintah bersujud, maka bagiku neraka.’”

Saat menafsiri hadits ini, para sahabat dan ulama kita memiliki pendapat yang berbeda. Sebagian di antara mereka mengatakan bahwa Sujud Tilawah saat membaca Ayat Sajdah dihukumi wajib. Pendapat ini didukukng oleh Imam Sufyan ats-Tsauri, Imam Abu Hanifah, dan murid-muridnya.

Pendapat kedua, dan ini yang menjadi pendapat mayoritas ulama, hukum melakukan Sujud Tilawah saat membaca Ayat Sajdah adalah sunnah. Di antara para sahabat yang berpendapat demikian adalah Sayyidina ‘Umar bin Khaththab, Salman al-Farisi, ‘Abdullah bin ‘Abbas, dan ‘Umrah bin Hushain.

Sedangkan yang ketiga, mereka mengatakan bahwa wajib melakukan Sujud Tilawah hanya saat membaca Ayat Sajdah di dalam shalat. Inilah yang menjadi pendapat Imam Ahmad bin Hanbal.

Di luar perbedaan pendapat di atas, hendaknya kita memperhatikan satu amalan sunnah ini dengan sebaik mungkin. Apalagi jika kita memiliki dzikir harian berupa tilawah al-Qur’an satu juz per hari. Maka, ada banyak sekali kesempatan bagi kita untuk melakukan sunnah Sujud Tilawah yang bisa membuat setan menangis seraya berlari penuh penyesalan.
Di dalam al-Qur’an al-Karim, ada lima belas Ayat Sajdah, yaitu dalam surat al-A’raf [7]: 206, ar-Ra’d [13]: 15, an-Nahl [16]: 50, al-Isra’ [17]: 109, Maryam [19]: 58, al-Hajj [22]: 18, al-Hajj [22]: 77, al-Furqan [25]: 60, an-Naml [27]: 26, as-Sajdah [32]: 15, Shaad [38]: 24, As-Sajdah [41]: 38, an-Najm [53]: 62, al-Insyiqaq [84]: 21 dan surat al-‘Alaq [96]: 19. [Kisahikmah]

By.

Begini Cara Membuat Setan Menangis dan Berlari Terbirit-birit


SekolahMurabbi.com - Setiap hamba Allah yang berusaha meneladani kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya tentu sangat mengharapkan mati dalam keadaan husnul khatimah (akhir kesudahan yang baik). Allah telah menetapkan tanda-tandanya. Diantara tanda-tanda husnul khatimah itu adalah:


Pertama, mengucapkan kalimah syahadat ketika wafat.
Rasulullah bersabda :“Barangsiapa yang pada akhir kalimatnya mengucapkan “La ilaaha illallah” maka ia dimasukkan kedalam surga” (HR. Hakim)

Kedua, ketika wafat dahinya berkeringat.
Ini berdasarkan hadits dari Buraidah Ibnul Khasib adalah Buraidah dahulu ketika di Khurasan, menengok saudaranya yang tengah sakit, namun didapatinya ia telah wafat, dan terlihat pada jidatnya berkeringat, kemudian ia berkata,”Allahu Akbar, sungguh aku telah mendengar Rasulullah bersabda: Matinya seorang mukmin adalah dengan berkeringat dahinya”(HR. Ahmad, AN-Nasai, at-Tirmidzi, Ibnu MAjah, Ibnu Hibban, Al-Hakim dan ath-Thayalusi dari Abdullah bin Mas’ud)

Ketiga, wafat pada malam Jum’at.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah “Tidaklah seorang muslim yang wafat pada hari Jum’at atau pada malam Jum’at kecuali pastilah Allah menghindarkannya dari siksa kubur.” (HR. Ahmad)

Tentu saja masih ada ciri-ciri lain yang menandakan seseorang meninggal dalam keadaan husnul khatimah. Semoga Allah menjadikan kita termasuk ke dalam golongan tersebut. Amin.
By.

Ini Dia 3 Ciri-ciri Meninggal Dalam Husnul Khatimah


SekolahMurabbi.com - Salah satu sunnah dalam puasa Ramadhan adalah berdoa saat berbuka puasa. Bagaimana doanya? Berikut ini doa puasa yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:


ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

Artinya:
“Telah hilang rasa haus dan urat-urat telah basah serta pahala akan tetap insya Allah.”

Doa tersebut diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Daruquthni, dihasankan Syaikh Nasiruddin Al-Albani dalam Irwaul Ghalil, Misykatul Mashabih dan Shahih Abi Dawud.

Sedangkan doa satu lagi yang berbunyi:


اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

Artinya:
“Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa dan dengan rezeki-Mu aku berbuka.”

Doa ini juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, dinilai hasan oleh Syaikh Nasiruddin Al-Albani dalam Misykatul Mashabih, namun didhaifkannya dalam Shahih wa Dhaif Al Jami’u Ash Shaghir dan kitab-kitab lainnya.

Wallahu a’lam bish shawab. [Bersamadakwah]
By.

Doa Berbuka Puasa


Secara umum, tata cara sujud yang benar telah disebutkan dalam hadis berikut:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku diperintahkan untuk bersujud dengan bertumpu pada tujuh anggota badan: Dahi –dan beliau berisyarat dengan menyentuhkan tangan ke hidung beliau–, dua telapak tangan, dua lutut, dan ujung-ujung dua kaki.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan hadist di atas, tujuh anggota sujud dapat kita rinci:
a. Dahi dan mencakup hidung
b. Dua telapak tangan
c. Dua lutut
d. Dua ujung-ujung kaki.
Adapun bentuk sujud yang sempurna secara rinci dijelaskan sebagai berikut:
1. Menempelkan Dahi dan Hidung di Lantai
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menempelkan dahi dan hidungnya ke lantai…” (HR. Abu Daud, Turmudzi dan dishahihkan Al Albani dalam Sifat Shalat, Hal. 141)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada shalat bagi orang yang tidak menempelkan hidungnya ke tanah, sebagaimana dia menempelkan dahinya ke tanah.” (HR. Ad Daruqutni dan At Thabrani dan dishahihkan Al Albani dalam Sifat Shalat, Hal. 142)
Hadis ini menunjukkan, menempelkan hidung ketika sujud hukumnya wajib.
2. Meletakkan Kedua Tangan di Lantai dan Sejajar dengan Pundak atau Telinga
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan kedua tangannya (ketika sujud) sejajar dengan pundaknya.” (HR. Abu Daud, Turmudzi dan dishahihkan Al Albani dalam Sifat Shalat, Hal. 141)
Dan terkadang “Beliau  meletakkan tangannya sejajar dengan telinga.” (HR. Abu Daud dan An Nasa’i dengan sanad shahih sebagaimana disebutkan Al Albani dalam Sifat Shalat, Hal. 141)
3. Merapatkan Jari-jari Tangan dan Menghadapkannya ke Arah Kiblat
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merapatkan jari-jari tangan ketika sujud.” (HR. Ibn Khuzaimah dan Al Baihaqi dan dishahihkan Al Albani)
“Beliau menghadapkan jari-jarinya ke arah kiblat.” (HR. Al Baihaqi dengan sanad shahih, sebagaimana keterangan Syaikh Al Albani dalam Sifat Shalat)
Ibn Umar radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suka menghadapkan anggota tubuhnya ke arah kiblat ketika shalat. Sampai beliau menghadapkan jari jempolnya ke arah kiblat.” (HR. Ibn Sa’d dan dishaihkan Al Albani dalam Sifat Shalat, Hal. 142)
4. Mengangkat Kedua Lengan dan Membentangkan Keduanya Sehingga Jauh dari Lambung
“Beliau tidak meletakkan lengannya di lantai.” (HR. Al Bukhari dan Abu Daud)
“Beliau mengangkat kedua lengannya dan melebarkannya sehingga jauh dari lambungnya, sampai kelihatan ketiak beliau yang putih dari belakang.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
“Beliau melebarkan lengannya, sehingga anak kambing bisa lewat di bawah lengan beliau.” (HR. Muslim dan Abu ‘Awanah)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh dalam merenggangkan kedua lengannya kekita sujud, sampai ada sebagian sahabat yang mengatakan, “Sungguh kami merasa kasihan dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena beliau sangat keras ketika membentangkan kedua lengannya pada saat sujud.” (HR. Abu Daud dan Ibn Majah dengan sanad hasan sebagaimana keterangan Syaikh Al Albani dalam Sifat Shalat)
Catatan:
Membentangkan kedua lengan ketika sujud dianjurkan jika tidak mengganggu orang lain yang berada di sampingnya. Jika mengganggu orang lain, misalnya ketika shalat berjamaah, maka tidak boleh membentangkan tangan, namun tetap harus mengangkat siku agar tidak menempel dengan lantai. Karena menempelkan siku ketika sujud termasuk tata cara sujud yang dilarang.
5. Menempelkan Kedua Lutut di Lantai
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kami diperintahkan untuk bersujud dengan bertumpu pada tujuh anggota badan:….salah satunya bertumpu pada kedua lutut.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Catatan:
Kedua lutut dirapatkan ataukah direnggangkan?
Tidak terdapat keterangan tentang masalah ini. Oleh karena itu, posisi lutut ketika sujud sebaiknya di sesuaikan dengan kondisi yang paling nyaman menurut orang yang shalat. Jika dia merasa nyaman dengan merenggangkan lutut, maka sebaiknya direnggangkan dan sebaliknya, jika dia merasa nyaman dengan kondisi dirapatkan kedua lututnya, maka sebaiknya dirapatkan.
Syaikh Ibn Al Utsaimin mengatakan, “Hukum asal (gerakan shalat) adalah meletakkan anggota badan sesuai dengan kondisi asli tubuh sampai ada dalil yang menyelisihinya.” (Asy Syarhul Mumthi’, 1:574)
6. Bersikap I’tidal Ketika Sujud
Syaikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin menjelaskan bahwa yang dimaksud “i’tidal ketika sujud” adalah merenggangkan antara betis dengan paha, dan meregangkan antara perut dengan paha, masing-masing kurang lebih 90 derajat. Namun tidak boleh berlebihan ketika meregangkan betis dengan paha, sehingga lebih dari 90 derajat.(Asy Syarhul Mumthi’, 1:579)
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda, “Bersikaplah I’tidal ketika sujud.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Humaid radhiallahu ‘anhu, beliau menceritakan tata cara shalatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: …Ketika beliau sujud, beliau renggangkan kedua pahanya, tanpa sedikit pun menyentuhkan paha dengan perut beliau. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh As Syaukani dalam Nailul Authar)
As Syaukani mengatakan: Hadis ini dalil dianjurkannya meregangkan kedua paha ketika sujud dan mengangkat perut sehingga tidak menyentuh paha. Dan tidak ada perselisihan ulama tentang anjuran ini. (Nailul Authar, 2:286)
7. Meletakkan Ujung-ujung Kaki dan Ditekuk Sehingga Ujung-ujungnya Menghadap Kiblat
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan dua lututnya dan ujung kedua kakinya di tanah.” (HR. Al Baihaqi dengan sanad shahih, dinyatakan shahih oleh Al Hakim dan dishahihkan Al Albani)
“Beliau menegakkan kedua telapak kakinya.” (HR. Al Baihaqi dengan sanad shahih dan dishahihkan Al Albani) Dan “Beliau memerintahkan (umatnya) untuk melakukannya.” (HR. At Turmudzi, Al Hakim dan dishahihkan Al Albani)
“Beliau menghadapkan punggung kakinya dan ujung-ujung jari kaki ke arah kiblat.” (HR. Al Bukhari dan Abu Daud)
8. Merapatkan Tumit
“Beliau merapatkan kedua tumitnya (ketika sujud).” (HR. At Thahawi dan Ibn Khuzaimah dan dishahihkan Al Albani)
9. Melaksanakan Gerakan Sujud Sebagaimana di Atas dengan Sungguh-sungguh
Karena demikianlah sunnah yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Agar shalat kita bisa sempurna maka sunnah yang mulia ini harus kita jaga. (Konsultasi Syariah)
By.

Inilah Tata Cara Sujud yang Benar


Doa ini pernah dibaca Rasulullah saat mengetahui setan-setan dengan membawa nyala api hendak menyerang beliau.

أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ الَّتِى لاَ يُجَاوزُهُنَّ بَرٌّ وَلاَ فَاجِرٌ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ وَذَرَأَ وَبَرَأَ وَمِنْ شَرِّ مَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمِنْ شَرِّ مَا يَعْرُجُ فِيهَا وَمِنْ شَرِّ مَا ذَرَأَ فِى الأَرْضِ وَمِنْ شَرِّ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمِنْ شَرِّ فِتَنِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَمِنْ شَرِّ كُلِّ طَارِقٍ إِلاَّ طَارِقاً يَطْرُقُ بِخَيْرٍ يَا رَحْمَنُ

“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, yang tidak akan sanggup diterobos oleh orang baik dan orang durhaka, dari kejahatan apa yang diciptakan dan dijadikan-Nya, dari kejahatan apa yang turun dari langit dan yang naik padanya, dari kejahatan yang muncul dari bumi dan yang keluar daripadanya, dari kejahatan fitnah-fitnah malam dan siang, serta dari kejahatan-kejahatan setiap pengetuk, kecuali pengetuk yang mengetuk dengan tujuan baik, wahai Rabb yang Maha Pengasih.” (HR. Ahmad; shahih)

Dalam hadits lengkap yang diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Khunais itu, dijelaskan bahwa setan-setan muncul dari lembah dan gunung hendak menyerang Rasulullah. Mereka membawa api yang menyala-nyala. Lalu datanglah malaikat Jibril mengajarkan doa tersebut. Usai Rasulullah membaca doa tersebut, api-api yang dibawa syetan itu pun padam dan setan-setan itu dibinasakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. [bersamadakwah]
By.

Doa Mengusir Setan dan Menolak Tipu Dayanya



Sakit adalah takdir yang tidak ada seorangpun yang tahu kapan akan datang. Semua orang pernah mengalami sakit. Dan semua yang mengalami sakit pasti menginginkan kesembuhan dari Allah. Ikhtiar yang dilakukan adalah konsultasi ke dokter dan mengkonsumsi obat-obatan.

Maka sempurnakanlah ikhtiar itu dengan do’a, memohon pada Allah. Ini adalah doa memohon kesembuhan atas penyakit yang diderita seperti yang diajarkan oleh Nabi saw kepada para sahabatnya.


اللّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذهِبِ البَأسَ اشفِ أَنتَ الشَّافِيء لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاوءُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا

Allahuma rabbannas, adz-hibil ba’sa isyfi antasy-syafi laa syifa’a illa syifa’uka, syifa’an laa yughadiru saqaman.

Artinya:
"Wahai Allah Tuhan manusia, hilangkanlah rasa sakit ini, sembuhkanlah, Engkaulah Yang Maha Penyembuh, tidak ada kesembuhan yang sejati kecuali kesembuhan yang datang dari-Mu. Yaitu kesembuhan yang tidak meninggalkan komplikasi rasa sakit dan penyakit lain."

Doa di atas boleh dibacakan oleh orang yang sakit ataupun saudaranya yang datang menjenguknya.

Sumber: fimadani.com
By.

Doa Memohon Kesembuhan Dari Penyakit

SekolahMurabbi - Apakah anda pernah melaksanakan shalat sunnah syuruq? Yaitu shalat sunnah yang dikerjakan pada waktu syuruq (terbitnya matahari), setelah sebelumnya didahului dengan shalat subuh berjamaah di masjid lalu berdzikir di masjid hingga matahari terbit kemudian melaksanakan shalat sunnah dua rakaat.

Tulisan ini akan membahas tentang kedudukan dan derajat dari hadits yang menggambarkan keutamaan shalat sunnah syuruq. Mudah-mudahan ada manfaatnya, dan insya Allah tulisan ini tidak memiliki tujuan kecuali hanya kebaikan semata.

Hadits Tentang Keutamaan Shalat Sunnah Syuruq

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ (رواه الترمذي هذا حديث حسن غريب)

Dari Anas bin Malik ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang shalat pagi hari (subuh) secara berjamaah, kemudian ia duduk berdzikir kepada Allah SWT hingga terbitnya matahari, kemudian ia shalat dua rakaat, maka baginya pahala seperti pahala mengerjakan haji dan umrah. Rasulullah SAW bersabda, ‘Sempurna, sempurna, sempurna.’ (HR. Turmudzi, beliau berkata bahwa hadits ini hasan gharib)

Takhrij dan Sanad Hadits: 

1. Hadits ini memiliki sanad lengkapnya sebagai berikut:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاوِيَةَ الْجُمَحِيُّ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا أَبُو ظِلَالٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ، قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ2. 

2. Hadits ini diriwayatkan hanya oleh Imam Turmudzi dalam Jami’nya, Kitab Al-Jum’ah an Rasulullah SAW, Bab dzikr ma yustahab minal julus fil masjid ba’da shalatis subhi hatta tatlu’as syamsi, hadits no 535 dari jalur Abdul Aziz bin Muslim dari Abu Dzilal dari Anas bin Malik ra.

3. Hadits ini dikatakan oleh Imam Turmudzi sebagai “Hasan Gharib”, yaitu bahwa menurut Imam Turmudzi, sanad hadits ini “hasan” artinya tidak mencapai derajat shahih, dan diriwayatkan oleh satu orang perawi saja pada satu tingkatan sanadnya (gharib).

4. Namun dalam sanad hadits ini terdapat Abu Dzilal, yang diperbincangkan oleh ulama Jarh wa Ta’dil. Nama aslinya adalah Hilal bin Abi Hilal, termasuk tabi’in kecil. Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam taqribut tahdzib mengatakan bahwa Abu Dzilal itu dhaif. Dan pada umumnya, apabila dalam sanad hadits terdapat perawi yang dhaif, maka hadits tersebut dihukumi sebagai hadits dhaif juga.

5. Namun Imam Turmudzi mengatakan bahwa hadits ini adalah hasan gharib. Kemungkinan yang dimaksudkan oleh Imam Turmudzi adalah hasan li ghairihi, yaitu hadits dhaif yang dikuatkan oleh hadits serupa dengan jalur sanad yang berbeda (syahid).

6. Bahkan Syekh Albani menghukumi bahwa hadits ini menurutnya adalah hadits shahih, sebagaimana dalam Shahih Jami’ Shaghir 5/ 313 no 6222 dari hadits Anas bin Malik, meskipun dalam sanad hadits ini terdapat perawi yang didhaifkan ulama hadits, yaitu Abu Dzhilal.

Hadits Lain yang Serupa (Syahid): 

Memang terdapat beberapa riwayat lainnya yang serupa dengan hadits di atas, di antaranya adalah hadits-hadits berikut:

1. Hadits Riwayat Imam Baihaqi, dalam Kitab Syu’abul Iman:

عن سعد بن طريف ، عن عمير بن مأمون بن زرارة ، عن حسن بن علي ، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من صلى الفجر ثم قعد في مجلسه يذكر الله حتى تطلع الشمس ، ثم قام فصلى ركعتين حرمه الله على النار أن تلفحه أو تطعمه (رواه البيهقي)

Dari Sa’d bin Tharif, dari Umair bin Ma’mun bin Zararah, dari Hasan bin Ali ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang shalat subuh kemudian ia duduk di majelisnya berdzikir kepada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia shalat dua rakaat, maka Allah akan haramkan dirinya dijilat atau dimakan api neraka.’ (HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman Fashl Al-Masyi Ilal Masjid, Bab Man Shalla Al-Fajr summa Qa’ada fi Majlisihi Yadzkurullah Hatta Tatlu’as Syams, hadits no 2826.

Keterangan:

Hadits ini dhaif, karena terdapat Sa’d bin Tharif. Bahkan ibnu Hibban mengatakan bahwa Sa’d bin Tharif itu matruk, pernah tertuduh memalsukan hadits. Sehingga kesimpulannya, Hadits ini tidak bisa menguatkan atau menjadi syahid bagi hadits bab. Karena hadits dhaif tidak menambah apapun kecuali kedhaifan semata.

2. Hadits riwayat Imam Muslim

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا صَلَّى الْفَجْرَ جَلَسَ فِي مُصَلاَّهُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ حَسَنًا (رواه مسلم وأبو داود والترمذي والنسائي وأحمد)

Dari Jabir bin Samurah ra bahwa Nabi SAW apabila shalat subuh, beliau duduk di tempat shalatnya hingga terbit matahari dengan baik. (HR. Muslim, Abu Daud, Turmudzi, Nasa’i dan Ahmad)

Keterangan:

Hadits ini shahih, namun tidak sesuai dengan hadits bab dari dua aspek:
  • Jalur sanadnya dari Jabir bin Samurah, sementara hadits bab dari Anas bin Malik.
  • Maknanya tidak menguatkan hadits bab. Karena hadits ini hanya menggambarkan bahwa
Nabi SAW duduk di tempat shalatnya setelah shalat subuh, tanpa menggambarkan keutamaan yang terkandung di dalamnya, sebagaimana dalam hadits bab.

Kesimpulan:

Hadits ini tidak bisa menguatkan hadits bab, kecuali hanya dari sisi makna bahwa Nabi SAW duduk di tempat shalatnya ba’da shalat subuh, hingga matahari terbit dengan baik. Adapun keutamaan akan mendapatkan pahala seperti haji atau umrah, adalah tidak ada. Karena tidak ada satu keterangan pun yang menggambarkan hal tersebut dalam hadits ini.

Kesimpulan dan Penjelasan Terkait Sanad Hadits: 
  1. Dalam kutubut tis’ah (kitab hadits yang sembilan), hadits ini hanya diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi. Sementara tidak ada satupun dari Imam yang 9 (Imam Bukhari, Muslim, Turmudzi, Abu Daud, Nasa’i, Ibnu Majah, Imam Ahmad, Darimi dan Imam Malik) yang meriwayatkan hadits ini selain Imam Turmudzi. Jadi, Imam Turmudzi lah satu-satunya yang meriwayatkan hadits ini.
  2. Bahwa Imam Turmudzi pun ketika meriwayatkan hadits ini, beliau mengatakan bahwa derajat hadits ini hasan gharib. Hasan artinya bahwa hadits ini tidak mencapai derajat shahih. Sementara gharib maknanya adalah bahwa hadits yang dalam salah satu tingkatan perawinya hanya diriwayatkan oleh satu orang perawi hadits saja.
  3. Di dalam sanad hadits ini terdapat perawi yang dhaif, yaitu Abu Dzilal. Beliau adalah Hilal bin Abi Hilal, merupakan salah seorang tabi’in. Beliau hanya mengambil hadits dari Anas bin Malik. Dan beliau sendiri merupakan perawi yang didhaifkan oleh para Ulama Jarh wa Ta’dil.
  4. Keterangan mengenai Abu Dzilal dapat dilihat misalnya dari pendapat Imam Yahya bin Ma’in, yang mengatakan bahwa beliau (Abu Dzilal) adalah dhaif. Demikian juga Imam Nasa’i mengatakan bahwa beliau adalah dhaif, serta Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam taqribut tahdzibnya menyimpulkan bahwa Abu Dzilal adalah dhaif.
  5. Umumnya, hadits yang dalam sanadnya terdapat perawi yang dhaif, maka hadits tersebut akan dihukumi sebagai hadits dhaif. Karena tingkatan dan derajat suatu hadits ditentukan oleh kredibilitas para perawinya. Jika perawinya tsiqah dari awal sanad hingga akhirnya, maka hadits tersebut menjadi hadits shahih. Sebaliknya jika dalam hadits terdapat perawi yang lemah (dhaif), maka juga akan menjadikannya sebagai hadits dhaif, kecuali jika terdapat riwayat lain yang serupa dengan hadits tersebut namun memiliki jalur sanad yang berbeda, maka hadits tersebut bisa menguatkannya dan bisa meningkatkan derajat haditsnya dari dhaif menjadi “hasan li ghairihi”, yaitu hadits hasan karena sebab ada hadits dari jalur sanad lainnya yang menguatkannya.
  6. Sejauh pengamatan penulis, memang terdapat beberapa riwayat yang memiliki kemiripan dengan hadits tersebut sebagaimana pembahasan di atas, namun tidak satupun dari hadits-hadits yang mirip tersebut memiliki kesamaan, khususnya dari sisi keutamaannya; yaitu bahwa siapa yang shalat subuh berjamaah di masjid lalu duduk berdzikir kepada Allah hingga matahari terbit kemudian ia melaksanakan shalat dua rakaat, maka baginya pahala haji dan umrah, sempurna sempurna sempurna. Salah satu hadits yang menguatkannya adalah dhaif, bahkan termasuk hadits dhaif yang berat dikarenakan salah seorang perawinya ada yang tertuduh pernah berdusta atas nama Nabi SAW, sedangkan yang satunya lagi tidak menjelaskan tentang keutamaannya melainkan hanya menjelaskan bahwa Nabi SAW pernah shalat subuh berjamaah kemudian duduk berdzikir hingga matahari terbit.
  7. Kesimpulan: menurut penulis bahwa hadits ini pada dasarnya merupakan hadits dhaif, namun dapat menjadi hasan karena sebab riwayat lain (syahid) .yang menguatkannya.
  8. Wallahu A’lam bis shawab.


Sumber: dakwatuna

Keutamaan Shalat Sunnah Syuruq

Sekolahmurabbi.com

Sekolahmurabbi.com adalah Media Informasi Keislaman yang dikelola oleh anak-anak muda.
Sekolahmurabbi.com menyajikan artikel dan informasi dasar-dasar keislaman yang dibutuhkan bagi para murabbi dan mutarabbi.

© | About Us | Kirim Tulisan | The Team | Contact Us | Privacy Policy | Disclaimer
Design by Hasugi.com