/
Tampilkan postingan dengan label Keluarga. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Keluarga. Tampilkan semua postingan
oleh Rhenald Khasali

SekolahMurabbi.com - Seorang mahasiswi mengeluh. Dari SD hingga lulus S-1, ia selalu juara. Namun kini, di program S-2, ia begitu kesulitan menghadapi dosennya yang menyepelekannya. Judul tesisnya selalu ditolak tanpa alasan yang jelas. Kalau jadwal bertemu dibatalkan sepihak oleh dosen, ia sulit menerimanya.

Sementara itu, teman-temannya, yang cepat selesai, jago mencari celah. Ia menduga, teman-temannya yang tak sepintar dirinya itu "ada main" dengan dosen-dosennya. "Karena mereka tak sepintar aku," ujarnya.

Banyak orangtua yang belum menyadari, di balik nilai-nilai tinggi yang dicapai anak-anaknya semasa sekolah, mereka menyandang persoalan besar: kesombongan dan ketidakmampuan menghadapi kesulitan. Bila hal ini saja tak bisa diatasi, maka masa depan ekonominya pun akan sulit.

Mungkin inilah yang perlu dilakukan orangtua dan kaum muda: belajar menghadapi realitas dunia orang dewasa, yaitu kesulitan dan rintangan.

Hadiah Orangtua
Psikolog Stanford University, Carol Dweck, yang menulis temuan dari eksperimennya dalam buku The New Psychology of Success, menulis, "Hadiah terpenting dan terindah dari orangtua pada anak-anaknya adalah tantangan".

Ya, tantangan. Apakah itu kesulitan-kesulitan hidup, rasa frustrasi dalam memecahkan masalah, sampai kegagalan "membuka pintu", jatuh bangun di usia muda. Ini berbeda dengan pandangan banyak orangtua yang cepat-cepat ingin mengambil masalah yang dihadapi anak-anaknya.

Kesulitan belajar mereka biasanya kita atasi dengan mendatangkan guru-guru les, atau bahkan menyuap sekolah dan guru-gurunya. Bahkan, tak sedikit pejabat mengambil alih tanggung jawab anak-anaknya ketika menghadapi proses hukum karena kelalaian mereka di jalan raya. Kesalahan mereka membuat kita resah. Masalah mereka adalah masalah kita, bukan milik mereka.

Termasuk di dalamnya adalah rasa bangga orangtua yang berlebihan ketika anak-anaknya mengalami kemudahan dalam belajar dibandingkan rekan-rekannya di sekolah.

Berkebalikan dengan pujian yang dibangga-banggakan, Dweck malah menganjurkan orangtua untuk mengucapkan kalimat seperti ini: "Maafkan Ibu telah membuat segala sesuatu terlalu gampang untukmu, Nak. Soal ini kurang menarik. Bagaimana kalau kita coba yang lebih menantang?"

Jadi, dari kecil, saran Dweck, anak-anak harus dibiasakan dibesarkan dalam alam yang menantang, bukan asal gampang atau digampangkan. Pujian boleh untuk menyemangati, bukan membuatnya selalu mudah.

Saya teringat masa-masa muda dan kanak-kanak saya yang hampir setiap saat menghadapi kesulitan dan tantangan. Kata reporter sebuah majalah, saya ini termasuk "bengal". Namun ibu saya bilang, saya kreatif. Kakak-kakak saya bilang saya bandel. Namun, otak saya bilang "selalu ada jalan keluar dari setiap kesulitan".

Begitu memasuki dunia dewasa, seorang anak akan melihat dunia yang jauh berbeda dengan masa kanak-kanak. Dunia orang dewasa, sejatinya, banyak keanehannya, tipu-tipunya. Hal gampang bisa dibuat menjadi sulit. Namun, otak saya selalu ingin membalikkannya.

Demikianlah, hal-hal sepele sering dibuat orang menjadi masalah besar. Banyak ilmuwan pintar, tetapi reaktif dan cepat tersinggung. Demikian pula kalau orang sudah senang, apa pun yang kita inginkan selalu bisa diberikan.

Panggung Orang Dewasa
Dunia orang dewasa itu adalah sebuah panggung besar dengan unfair treatment yang menyakitkan bagi mereka yang dibesarkan dalam kemudahan dan alam yang protektif.

Kemudahan-kemudahan yang didapat pada usia muda akan hilang begitu seseorang tamat SMU. Di dunia kerja, keadaan yang lebih menyakitkan akan mungkin lebih banyak lagi ditemui.

Fakta-fakta akan sangat mudah Anda temui bahwa tak semua orang, yang secara akademis hebat, mampu menjadi pejabat atau CEO. Jawabannya hanya satu: hidup seperti ini sungguh menantang.

Tantangan-tantangan itu tak boleh membuat seseorang cepat menyerah atau secara defensif menyatakan para pemenang itu "bodoh", tidak logis, tidak mengerti, dan lain sebagainya.

Berkata bahwa hanya kitalah orang yang pintar, yang paling mengerti, hanya akan menunjukkan ketidakberdayaan belaka. Dan pernyataan ini hanya keluar dari orang pintar yang miskin perspektif, dan kurang menghadapi ujian yang sesungguhnya.

Dalam banyak kesempatan, kita menyaksikan banyak orang-orang pintar menjadi tampak bodoh karena ia memang bodoh mengelola kesulitan. Ia hanya pandai berkelit atau ngoceh-ngoceh di belakang panggung, bersungut-sungut karena kini tak ada lagi orang dewasa yang mengambil alih kesulitan yang ia hadapi.

Di Universitas Indonesia, saya membentuk mahasiswa-mahasiswa saya agar berani menghadapi tantangan dengan cara satu orang pergi ke satu negara tanpa ditemani satu orang pun agar berani menghadapi kesulitan, kesasar, ketinggalan pesawat, atau kehabisan uang.

Namun lagi-lagi orangtua sering mengintervensi mereka dengan mencarikan travel agent, memberikan paket tur, uang jajan dalam jumlah besar, menitipkan perjalanan pada teman di luar negeri, menyediakan penginapan yang aman, dan lain sebagainya. Padahal, anak-anak itu hanya butuh satu kesempatan: bagaimana menghadapi kesulitan dengan caranya sendiri.

Hidup yang indah adalah hidup dalam alam sebenarnya, yaitu alam yang penuh tantangan. Dan inilah esensi perekonomian abad ke-21: bergejolak, ketidakpastian, dan membuat manusia menghadapi ambiguitas. Namun dalam kondisi seperti itulah sesungguhnya manusia berpikir. Dan ketika kita berpikir, tampaklah pintu-pintu baru terbuka, saat pintu-pintu hafalan kita tertutup. Jadi inilah yang mengakibatkan banyak sekali orang pintar sulit dalam menghadapi kesulitan.

Maka dari itu, pesan Carol Dweck, dari apa yang saya renungi, sebenarnya sederhana saja: Orangtua, jangan cepat-cepat merampas kesulitan yang dihadapi anak-anakmu. Sebaliknya, berilah mereka kesempatan untuk menghadapi tantangan dan kesulitan.

Jauhkan Anakmu Dari Kemudahan


SekolahMurabbi.comMenghadiri sebuah acara terkadang menghadirkan suasana strange tersendiri. Selain sebagai ajang pertanyaan “kapan?”,  sebuah pertemuan pada berbagai acara juga menjadi jalan saling membangga-banggakan sang buah hati. Mungkin, kita sudah tidak asing lagi dengan tipe komentar seperti ini, “Wah, si Adek sudah besar, rangking berapa di sekolah?” atau “Alhamdulillah anak saya rajin sekali, di sekolah aja rangking satu” Bahkan ada juga yang berkata “anak saya rangking satu, di sekolah favorit pula”.
 
Rangking satu, rangking satu, dan rangking satu. Kata-kata ini terus menghantui anak-anak kita. Para anak-anak kita terus berfikir rangking satu adalah jalan membahagiakan orang tuanya. Rangking satu merupakan cara agar perhatian orangtuanya bisa beralih padanya. Sehingga sang anak bahkan akan melakukan apapun untuk mendapatkan rangking satu. Di sekolah, tidak lagi identik dengan pertemanan, karena semuanya sudah dianggap lawan. Dan sebuah pembelajaran, ia hanya akan dianggap sebagai jalan mencapai kemenangan. 

Rheynald Kasali dalam dalam salah satu tulisannya pernah menerangkan, “pendidikan di negeri kita sangat kompetitif. Banyak orangtua yang narsis memajang prestasi anak-anaknya di sosmed. Tanpa disadari sebagian dari mereka nanti akan tumbuh menjadi orang yang terlalu suka berkompetisi dan lupa bekerjasama. Kiri kanannya dianggap saingan dan dirinya harus menjadi yang terbaik.”  Tapi, benarkah rangking satu akan menjamin kehidupan anak-anak ini menjadi sukses nantinya?

Teringat akan sebuah kalimat menarik schools are producing test takers while life requires thinkers and connectors (Sekolah menghasilkan para peserta ujian, sedangkan hidup membutuhkan para pemikir dan seseorang penghubung (social). Ya! Berkompetisi dalam mendapatkan rangking satu pada akhirnya tidak menjadi jaminan kebahagiaan anak-anak tersebut kelak. Karena lebih dari sekedar rangking satu, nantinya real life akan menuntut mereka menjadi pribadi yang baik di masyarakat, individu yang tidak akan mengorbankan orang lain demi sebuah tujuan, akan tetapi seorang pemikir yang baik, yang akan saling bekerjasama menyelesaikan permasalahan bersama. Semoga para orangtua dan pelaksana pendidikan tidak terus menerus menjejaki anak-anaknya untuk harus mendapatkan rangking satu. Bukankah setiap anak akan tetap special walau tanpa rangking satu? Wallahu’alam.
By.

Tanpa Rangking Satu!


SekolahMurabbi.com -  Hari itu, Uqail bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu menikah. Di tengah kebahagiaannya, ia merasakan kegundahan saat mendengar tamu mendoakannya dengan mengucapkan

بِالرَّفَاءِ وَ الْبَنِيْن

“semoga bahagia dan banyak anak”

Tak mau berlarut-larut dalam kegundahan dan demi meluruskan kekeliruan, Uqail pun mengatakan kepada tamu tersebut: “Janganlah kamu mendoakan demikian karena Rasulullah telah melarangnya.”

“Lalu, aku harus mendoakan bagaimana?”

“Ucapkanlah doa yang diajarkan Rasulullah:

بَارَكَ اللَّهُ لَكَ وَ بَارَكَ عَلَيْكَ وَ جَمَعَ بَيْنَكُمَا فِيْ خَيْرٍ

‘Semoga Allah menganugerahkan barakah kepadamu, semoga Allah juga menganugerahkan barakah atasmu, dan semoga Dia menghimpun kalian berdua dalam kebaikan’”

Mengapa Rasulullah melarang seseorang mendoakan pengantin dengan ucapan “semoga bahagia dan banyak anak”? Wallahu a’lam bish shawab. Hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mengetahui hakikat sejati di balik larangan ini. Namun, kita bisa memetik hikmah sebagaimana dijelaskan Ustadz Muhammad Fauzil Adhim dalam buku Kado Pernikahan untuk Istriku dan ditulis Ustadz Salim A. Fillah dalam buku Bahagianya Merayakan Cinta.

Hukumnya makruh

Para ulama menerangkan bahwa hukum mendoakan pengantin dengan ucapan “semoga bahagia dan banyak anak” ini adalah makruh. Larangan tersebut tidak serta merta haram karena dalam hadits yang lain Rasulullah membanggakan banyaknya jumlah umatnya dibanding umat nabi-nabi sebelumnya. Jadi dalam Islam, banyak anak itu bagus. Bahagia dalam pernikahan juga bukan sebuah hal yang dilarang. Namun, mendoakan pengantin dengan ucapan “semoga bahagia dan banyak anak” bukanlah doa yang tepat.

Doa yang lebih baik; barakah

Rasulullah melarang mendoakan pengantin “semoga bahagia dan banyak anak” dan beliau menganjurkan umatnya untuk mendoakan dengan ucapan:

بَارَكَ اللَّهُ لَكَ وَ بَارَكَ عَلَيْكَ وَ جَمَعَ بَيْنَكُمَا فِيْ خَيْرٍ

“Semoga Allah menganugerahkan barakah kepadamu, semoga Allah juga menganugerahkan barakah atasmu, dan semoga Dia menghimpun kalian berdua dalam kebaikan”

Hari-hari setelah pernikahan tidak selalu merupakan hari yang bahagia. Orang yang menikah juga belum tentu memiliki banyak anak. Maka membayangkan setelah menikah akan selalu bahagia dan memiliki banyak anak adalah hal yang tak sepenuhnya benar, tak spenuhnya bisa menjadi kenyataan bagi tiap orang.

Sebagaimana fase kehidupan lainnya, hari-hari dalam kehidupan berumah tangga juga diwarnai oleh dua hal: kadang kita menemukan hal-hal yang kita sukai, kadang kita menemukan hal yang tidak kita sukai. Kadang kita mengalami hal-hal yang kita inginkan, kadang kita mengalami hal-hal yang tidak kita inginkan. Kadang kita menjumpai perkara dan peristiwa yang membuat hati kita senang, kadang kita menjumpai perkara dan peristiwa yang membuat hati kita tidak senang. Pada kedua sisi itu, kita berharap ada barakah. Pada kedua sisi itu, kita mendoakan pasangan suami istri selalu mendapatkan barakah. Inilah yang kita tangkap dari doa ini. Dan inilah yang jauh lebih baik daripada “bahagia dan banyak anak.”

Dalam doa yang diajarkan Rasulullah ini, ada kata laka dan ada ‘alaika. Meskipun sama-sama keberkahan yang diminta, tetapi dengan adanya preposisi yang berbeda ini, maknanya menjadi: barakah pada hal-hal yang disenangi dan sekaligus barakah pada hal-hal yang tidak disenangi. Jadi kita mendoakan pengantin muslim senantiasa mendapatkan keberkahan baik dalam kondisi yang mereka senangi maupun tidak mereka senangi. Misalnya saat mereka diluaskan rezekinya oleh Allah, mereka berada dalam keberkahan dengan sikap syukur dan banyaknya infaq. Dan ketika suatu saat mereka berada dalam keterbatasan ekonomi, mereka juga berada dalam keberkahan dengan sikap sabar dan iffah-nya.

Dengan mendoakan barakah, berarti kita merangkum sekian banyak kebaikan dalam satu ikatan. Seperti saat menyuruh seseorang untuk shalat dengan khusyu’, sesungguhnya untuk dapat mencapai perintah itu harus thaharah dulu, berwudhu dulu, memenuhi syarat dan rukun shalat. Demikian pula dengan barakah.

Ada suami istri yang banyak berbahagia di dunia, tetapi di akhirat masuk neraka. Tentu bukan itu yang kita harapkan terjadi pada saudara kita pengantin baru. Pun ada suami istri yang pernikahannya langgeng dan abadi di dunia, tetapi keduanya masuk neraka. Seperti Abu Lahab dan istrinya yang di-nash Allah dalam surat Al Lahab. Tentu pula, bukan seperti ini yang kita harapkan pada saudara kita pengantin baru. Kita mengharapkan mereka memperoleh banyak kebaikan; kendati bahagia dan duka datang silih berganti, dan tak semua pasangan suami istri memiliki anak yang banyak. Dan doa yang diajarkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam itulah doa yang paling tepat. [Keluargacinta.com]

By.

Tidak Boleh Mendoakan Pengantin Baru "Semoga Bahagia dan Banyak Anak"


SekolahMurabbi.com - Anak merupakan salah satu hal yang paling diidam-idamkan oleh pasangan yang sudah menikah. Keduanya bahkan mempersiapkan diri untuk menyambut kehadiran anggota keluarga itu jauh-jauh hari. Ketika hari yang dinanti-nantikan tiba, keduanya menjadi senang tak terperi. Ucapan selamat pun mengalir dari kerabat karib dan handai taulan.


Akan tetapi, bagaimana sebenarnya memberi ucapan selamat kepada pasangan yang dikaruniai anak? Apa doa terbaik yang seharusnya kita berikan untuk keduanya yang sedang bergembira?

Salah satunya adalah doa berikut yang diajarkan Rasulullah saw.

بَارَكَ اللهُ لَكَ فِى الْمَوْهُوْبِ لَكَ وَشَكَرْتَ الْوَاهِبَ وَبَلَغَ اَشُدَّهُ وَرُزِقْتَ بِرَّهُ

Artinya:
“Semoga Allah memberkahimu atas pemberianNya kepadamu, engkau layak bersyukur, (semoga) anakmu cepat dewasa dan Allah memberi rezeki kepadamu (berupa bakti anakmu kepadamu).”

Adapun orang yang mendapat ucapan selamat atas kelahiran anaknya membalas dengan ucapan berikut.

بَارَكَ اللهُ لَكَ وَ بَارَكَ اللهُ عَلَيْكَ وَجَزَاكَ اللهُ خَيْرًا وَرَزَقَكَ اللهُ مِثْلَهُ وَ اَجْزَلَ ثَوَابَكَ

Artinya:
“Semoga Allah (juga) memberkahimu dan membalasmu dengan kebaikan, dan engkau diberikan rezeki seperti itu (juga) serta dilipatgandakan balasanmu.”

Demikian doa yang diajarkan Rasulullah saw. Wallahu a’lam. (SM)
By.

Ini Ucapan untuk Orang yang Mendapatkan Kelahiran dan Jawabannya

 
SekolahMurabbi.com - Agus, sebut saja namanya begitu, sebenarnya telah lama memendam azzam untuk menikah. Namun, ia tak kunjung berani meminang akhwat satu pun. Pasalnya, ia belum punya uang yang cukup banyak untuk menyelenggarakan walimah seperti umumnya dilaksanakan tetangganya.


Zafira, bukan nama sebenarnya, telah beberapa kali dilamar oleh ikhwan. Namun, mereka semua tertolak setelah sang calon mertua menanyakan bagaimana nanti resepsi pernikahannya. Bukan hanya soal undangannya, tetapi juga soal hidangan, tempat dan anggarannya.

Betapa banyak pemuda yang kemudian pernikahannya tertunda karena persoalan walimah. Sebab bicara walimah, bagi mereka haruslah menyediakan uang puluhan juta rupiah; mulai untuk sewa gedung, dekorasi, sajian prasmanan, hingga acara hiburan dan souvenir.

Walimah, di zaman modern ini, justru menjadi momok bagi sebagian pemuda yang secara finansial masih ada kendala. Akhirnya, demi terselenggaranya walimah, tidak sedikit calon mempelai atau keluarganya yang berhutang. Uang pinjaman dipakai walimah satu dua hari, namun setelah itu sekian tahun mengangsur pembayaran. Senang satu dua hari, sekian bulan sesudahnya bersedih hati.

Walimah, memang wajib diselenggarakan sebagai pengumuman bahwa seorang pria dan wanita tersebut menikah. Sehingga semua orang tahu, tidak timbul fitnah. Yang penting kerabat, tetangga dan teman-teman tahu, datang dan mendoakan. Sehingga pernikahan barakah. Bukan sebaliknya, walimah justru membuat susah dan menghambat orang menikah.

Seorang teman pernah bercerita bahwa di malam pertama ia menangis. Sang istri terkejut. Dikiranya ada apa-apa di malam yang seharusnya indah itu. Tidak tahunya sang suami menangis karena berpikir, nanti bagaimana cara mengembalikan hutang untuk walimah tadi siang.

Walimah, sebenarnya bisa dilakukan dengan mudah. Sederhana, sesuai kemampuan. Para sahabat Nabi memberikan contoh dalam hal ini. Termasuk, dari hadits Rasulullah sendiri.
Hari itu, Abdurrahman bin Auf datang kepada Nabi dengan tubuh yang wangi. Abdurrahman bin Auf memakai parfum, tak seperti biasanya.

“Ada apa denganmu?” tanya Rasulullah kepada sahabatnya itu.
“Saya telah menikah dengan wanita Anshar, wahai Rasulullah”
“Apa maharmu?”
“Emas satu nawat”
“Semoga Allah memberkahi pernikahanmu. Adakanlah walimah meski hanya dengan seekor kambing.”

Inilah saran Rasulullah kepada Abdurrahman bin Auf. Beliau adalah sahabat yang kaya raya, baik ketika masih berada di Makkah, maupun setelah established di Madinah. Saat menikah dengan mahar emas satu nawat (satu biji kurma) ini, mungkin Abdurrahman bin Auf baru kembali membangun bisnisnya di Madinah seluruh hartanya yang di Makkah ditinggalkannya demi hijrah. Jadi Abdurrahman bin Auf memiliki potensi besar untuk kembali kaya raya. Rasulullah tahu itu, tetapi beliau tidak menyarankan walimah yang mewah. Atau hutang dulu untuk walimah. Rasulullah hanya mensabdakan, adakan walimah walau hanya dengan menyembelih seekor kambing. Mudah dan sangat terjangkau.

Islam memang indah. Islam sejatinya mudah. Pun, dalam soal nikah dan walimah. Hanya saja, kadang sebagian umatnya yang memberat-beratkan. Tradisi banyak orang yang seakan-akan mengharuskan walimah harus mewah, dan akhirnya walimah bikin susah. Maka jika engkau menikah, wahai saudariku, tak perlu susah untuk walimah. Dekati orangtua dan pahamkan mereka, agar tidak memberatkan calon suami. Toh, walimah yang mewah tak menjamin keluarga sakinah. Contohnya pasangan artis-artis itu. Mereka menyelenggarakan resepsi pernikahan dengan sedemikian glamour dan mewah, namun kemudian keluarganya tidak mampu bertahan lama. Bukankah lebih baik walimah yang sederhana, namun pernikahannya barakah. Seperti pernikahan para sahabat yang mulia, di bawah panduan risalah nubuwah. (Webmuslimah)
By.

Walimah Itu Wajib, Tapi Haruskah Mewah?


“Ibu... Kata Rasullullah Surga Itu Dibawah Telapak Kakimu.
Apa Aku Bisa Dapat?”

Dari Mu’wiyah ibn jahimah ra. Bahwa dia pernah menemui  nabi Saw dan berkata “wahai Rasullullah aku berniat pergi berjihad. Aku datang menemuimu untuk meminta nasihat mu.” Nabi bertanya kepadanya, “apakakh ibumu masih hidup?” “Ya,” jawab Jahimah. Kemudian Nabi berkata, “Teguhlah berbakti padanya karena surga terletak di bawah kakinya.”(H.R. An-Nasa’i)
            Ibu adalah orang yang telah melahirkan, merawat, membesarkan kita dan ibu adalah hal yang paling istimewa untuk anak-anaknya karena Allah telah menjadikan ibu kita sebagai tiket untuk kita. Ya ibu kita adalah tiket kita  menuju surga. Sangat sering kita mendengar dan bahkan mungkin kita sering mengucapkannya “ surga itu terletak dibawah kaki ibu”. Sekarang Coba tanyakan pada diri kita.
            “ apakah kita mau memiliki  tiket tersebut atau tidak?”
            “apa kita pantas mendapatkanya?
“Lalu jika kita mau bagaimana caranya?”
Coba kita lihat seorang pengemar boyband atau apalah yang ingin menonton sebuah konser. Maka si pengemar akan rela mengeluarkan banyak uang dan mengantri berjam-jam bahkan berhari-hari hanya untuk mendapatkan tiket konsernya, padahal kesenangan yang di peroleh hanya sebentar hanya beberapa jam namun dia harus membayarnya dengan harga yang sangat mahal.  
Kesenangan sesaat saja begitu banyak pengorbanan yang harus kita lakukan, apalagi untuk memperoleh Kesenang yang abadi, kita juga perlu melakukan pengorbanan.  Kesenangan yang telah Allah janjikan adalah Surga dan Allah telah menitipkan tiketnya  kepada ibu. Ya, sekarang tinggal bagaimana caranya kita bisa mendapatkan tiket tersebut.
            Dari hadist diatas rasullullah telah memberi kita kata kunci, “Teguhlah berbakti padanya karena surga  terletak dibawah kakinya.”  Yup “Berbakti!!!”, pertanyaanya sekarang sejauh manakah kita sudah berbakti kepada ibu kita?.  Coba kita buat pertanya untuk diri kita sendiri.
Di saat kita sedang asyik dengan gedget atau Hp  dan ibu memanggil, apakah kita mengatakan “sebentar”, atau langsung datang kepadanya?
Di saat kita sedang asyik menonton, ibu meminta bantuan kita apakah kita langsung mengerjakannya atau juga mengatakan “sebentar” sehingga ibu kita yang mengerjakannya sendiri.
Di saat kita sedang ngobrol dengan teman kita, ibu meminta kita untuk membeli sesuatu. Apakah kita bergegas pergi, atau lebih mementingkan obrolan teman kita.
Ya mungkin banyak hal kecil lain yang kita anggap sepele. Padahal hal-hal kecil ini bisa menghilangkan nilai bakti kita pada ibu apalagi untuk hal yang lebih besar. Tiket kita pun mungkin akan hilang dengan perlahan-lahan.
            Abu hurairah(ra) berkata:” seorang laki-laki menemui Rasullullah dan berkata,”ya rasullullah siapakah diantara keluarga ku yang paling berhak kudampingi?” nabi berkata, “ ibumu”. Laki-laki itu bertanya,”lalu siapa?” nabi berkata, “ ibumu”. Laki-laki itu bertanya lagi,”kemudian siapa?”. nabi berkata, “ ibumu”.  Laki-laki itu bertanya kembali,”setelah itu siapa?” nabi menjawab, “ ayahmu”.(H.R Bukhari dan Muslim)
Hadist diatas menujukan pada kita bahwa Ibu kita bukan hanya hal yang terpenting bagi kita jika kita ingi masuk surga, tetapi dia harus menjadi fokus utama kita bila dibandingkan dengan hal-hal lain. Karena Allah telah menetapkan ibu kita adalah orang yang paling layak kita dampingi di dunia ini.
Mari kita ambil kesempatan untuk mendapatkan tiket kita. sebelum kita kehilangan pemengang tiket kita. Buatlah mereka selalu tersenyum dan bangga dengan bakti kita untuknya. Setiap orang pasti memiliki cara untuk berbakti kepada ibunya. Bagi yang belum, So mulai sekarang mari kita berbakti kepada ibu  dan raih tiket kesenangan abadi. Surganya Allah menanti kita dengan berbagai kesenangan dan keindahanya. 

“Ibu... Kata Rasullullah Surga Itu Dibawah Telapak Kakimu. Apa Aku Bisa Dapat?”

Sebuah kapal pesiar mengalami kecelakaan di laut dan akan segera tenggelam. Sepasang suami istri berlari menuju skoci untuk menyelamatkan diri. Sampai di sana, mereka menyadari bahwa hanya ada tempat untuk satu orang yang tersisa. Segera sang suami melompat mendahului istrinya untuk mendapatkan tempat itu. Sang istri hanya bisa menatap kepadanya sambil meneriakkan sebuah kalimat sebelum skoci menjauh dan kapal itu benar-benar menenggelamkannya.
Guru yang menceritakan kisah ini bertanya pada murid-muridnya, “Menurut kalian, apa yang istri itu teriakkan?”

Sebagian besar murid-murid itu menjawab, 
“Aku benci kamu!” 
“Kamu tau aku buta!!” 
“Kamu egois!” 
“Nggak tau malu!”

Tapi guru itu kemudian menyadari ada seorang murid yang diam saja. Guru itu meminta murid yang diam saja itu menjawab. Kata si murid, “Guru, saya yakin si istri pasti berteriak, ‘Tolong jaga anak kita baik-baik’”.

Guru itu terkejut dan bertanya, “Apa kamu sudah pernah dengar cerita ini sebelumnya?”
Murid itu menggeleng. “Belum. Tapi itu yang dikatakan oleh mama saya sebelum dia meninggal karena penyakit kronis.”

Guru itu menatap seluruh kelas dan berkata, “Jawaban ini benar.”
Kapal itu kemudian benar-benar tenggelam dan sang suami membawa pulang anak mereka sendirian.

Bertahun-tahun kemudian setelah sang suami meninggal, anak itu menemukan buku harian ayahnya. Di sana dia menemukan kenyataan bahwa, saat orangtuanya naik kapal pesiar itu, mereka sudah mengetahui bahwa sang ibu menderita penyakit kronis dan akan segera meninggal. Karena itulah, di saat darurat itu, ayahnya memutuskan mengambil satu-satunya kesempatan untuk bertahan hidup. Dia menulis di buku harian itu, “Betapa aku berharap untuk mati di bawah laut bersama denganmu. Tapi demi anak kita, aku harus membiarkan kamu tenggelam sendirian untuk selamanya di bawah sana.”

Cerita itu selesai. Dan seluruh kelas pun terdiam.
Guru itu tahu bahwa murid-murid sekarang mengerti moral dari cerita tersebut, bahwa kebaikan dan kejahatan di dunia ini tidak sesederhana yang kita sering pikirkan. Ada berbagai macam komplikasi dan alasan di baliknya yang kadang sulit dimengerti.

Karena itulah kita seharusnya jangan pernah melihat hanya di luar dan kemudian langsung menghakimi, apalagi tanpa tahu apa-apa.

Mereka yang sering membayar untuk orang lain, mungkin bukan berarti mereka kaya, tapi karena mereka menghargai hubungan daripada uang.

Mereka yang bekerja tanpa ada yang menyuruh, mungkin bukan karena mereka bodoh, tapi karena mereka menghargai konsep tanggung jawab.

Mereka yang minta maaf duluan setelah bertengkar, mungkin bukan karena mereka bersalah, tapi karena mereka menghargai orang lain.

Mereka yang mengulurkan tangan untuk menolongmu, mungkin bukan karena mereka merasa berhutang, tapi karena menganggap kamu adalah sahabat.

Mereka yang sering mengontakmu, mungkin bukan karena mereka tidak punya kesibukan, tapi karena kamu ada di dalam hatinya.

Mereka yang sering menyanjungmu setinggi langit, mungkin bukan karena engkau pahlawan, tapi mungkin karena mereka memaafkan keburukanmu.

Mereka yang selalu menghinamu dan menghakimimu, mungkin bukan karena mereka membencimu, tapi karena mereka ingin menguji ketulusan cintamu.

Sumber : Facebook
By.

Tenggelamnya Kapal Pesiar

1. Coba suatu hari ingatkan seluruh anggota keluarga begini; “Kita kerjasama agar masuk surga sekeluarga yuk?”
2. Bagaimana caranya? Lihat surat Ath Thur ayat 25-26. Para penghuni surga membocorkan rahasianya bagaimana cara masuk surga sekeluarga. Mau tahu?
3. Ceritanya penghuni surga saling bercengkrama berhadap-hadapan, masing-masing bertanya jawab bagaimana keluarga kalian dulu, kok bisa masuk surga?
4. Jawabnya seragam; “Kami bisa masuk surga karena dulu di dunia, dikeluarga kami saling mengingatkan satu sama lain tentang siksa pedih neraka”.
5. Karenanya visi rumah tangga orang beriman adalah: “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa neraka” (QS At Tahrim; 6).
6. Rumahku surgaku, akan terjadi jika masing-masing anggota keluarga memelihara dirinya dan mengingatkan anggota keluarga lainnya dari siksa neraka.
7. Siapa yang tak sedih jika ada salah seorang anggota keluarganya (ayah, ibu, kakak atau adik) terjerumus ke lingkungan siksa “neraka”?.
8. Setiap anggota keluarga pasti sangat sedih jika bahtera keluarga pecah dan karam akibat terpaan gelombang kehidupan dunia yang mematikan.
9. Agar masuk surga sekeluarga, ingatkan anggota keluarga kita yang sedang khilaf berbuat dosa atau lalaikan perintah Allah, jangan dibiarkan.
10. Jangan kecewa kalau peringatan kita diabaikan, atau malah dilecehkan, karena dakwah di tengah keluarga kadang lebih berat, jangan lupa doakan.
11. Nabi Nuh as tak pernah bosan mengingatkan anaknya yang tersesat, Nuh as terus mendoakannya sampai akhirnya Allah tenggelamkan Kan'an.
12. Nabi Luth as tak pernah berhenti memperingatkan isterinya yang membangkang, sampai akhirnya Allah binasakan isterinya bersama kaum odom.
13. Asiah binti Muzahim, tertatih -tatih peringatkan suaminya Fir'aun, konsisten mendidik Masyithah & Musa as, akhirnya Asiah yang dibunuh Fir'aun.
14. Habil tak pernah takut mengingatkan dan menasehati kakaknya Qabil, rasa iri dan dengki berkecamuk sampai akhirnya Habil dibunuh Qabil.
15. Agar bisa masuk surga sekeluarga perlu perjuangan dan pengorbanan yang besar, selain itu kesabaran dan konsistensi juga harus dilakukan.
16. Ingatkan suami agar bekerja ditempat yang halal, jangan bawa pulang penghasilan yang haram, karena akan jadi bahan bakar neraka rumah tangga.
17. Ingatkan isteri agar memperhatikan pola konsumsi halal untuk keluarga, anak-anak akan susah diajak taat dan ibadah jika mengkonsumsi yang haram.
18. Ingatkan anak-anak bahwa bahan bakar neraka adalah batu dan manusia, jangan sampai salah seorang dari kita jadi bahan bakarnya neraka.
19. Ceritakan bahwa penjaga neraka adalah para malaikat perkasa yang kuat dan kasar, mereka tak pernah khianati Allah & pasti laksanakan perintahNYA.

Semoga bermanfaat buat kita dan keluarga kita masing-masing.
Oleh : Ustadz Bachtiar Nasir

Ini, Cara Masuk Surga Sekeluarga


Direktur The Association of Muslim Professionals (AMP) yang juga mantan Ketua Persatuan Guru Melayu Singapura, Dr Bibi Jan Mohd Ayyub, menegaskan bahwa sekolah tidaklah menjamin anak-anak memiliki iman yang kuat. Hal itu diungkapkannya dalam Seminar Internasional Muslimat Hidayatullah (Mushida) digelar Hotel Grand Menteng, Matraman, Jakarta, Ahad (07/06/2015).

Dr Bibi, begitu ia akrab disapa, meyakini dengan pasti bahwa keluarga adalah tonggak pertama dan utama dalam pembentukan fondasi iman seorang anak. Keluarga pula yang akan membentuk kepribadian seseorang sampai ia dewasa. Maka dari itu, wajib hukumnya bagi orangtua untuk terus belajar dan menuntut ilmu agar mampu mendidik anak dengan benar.

“Jika pondasi imannya sudah kuat, Insya Allah sekolah manapun akan semakin menguatkan imannya. Namun bila pondasinya lemah, maka bersekolah di Makkah sekalipun akan percuma,” tegasnya dengan logat Melayu yang khas.

Penerima Comrade of Labour Award tahun 2005 itu juga mengatakan bahwa dalam sebuah keluarga, sinergitas merupakan hal yang sangat penting untuk membangun mutu keluarga. Sinergi, menurutnya, merupakan penyatuan elemen-elemen baik yang dimiliki setiap individu dalam keluarga. Hal itulah yang dapat meningkatkan kualitas keluarga meski tidak terlalu sering bersama.

“Sinergi berbeda dengan energi. Sinergi lah yang menyatukan energi-energi positif dalam sebuah keluarga. Bentuk dari sinergi tersebut bisa tercipta jika kita sering bermusyawarah,” ujar guru yang telah mengajar lebih dari 25 tahun di Singapura tersebut.

Terakhir, Dr Bibi menegaskan pentingnya belajar bagi para orangtua. Terutama hal-hal yang berkaitan dengan keislaman. Hal ini penting mengingat dengan belajar, orangtua mampu membedakan mana yang benar dan tidak sesuai dengan tauhid.

“Sebagai orangtua, kita harus menjadi life long learner. Sungguh salah anggapan orangtua yang merasa tugasnya selesai jika sudah menyekolahkan anaknya di sekolah Islam yang bagus,” tutupnya. (Hidayatullah)
By.

Sekolah Bukan Pondasi Pertama Iman Anak

Banyak penulis dalam berbagai buku mereka yang membahas tentang fitrah seorang anak yang cenderung pada kebaikan karena pada dasarnya anak itu memiliki kebaikan dalam diri mereka. Bahkan ada orang tua yang mengatakan bahwa dunia anak itu adalah dunia kepolosan dan apa adanya. pertanyaannya sekarang mungkinkah seorang anak itu berbohong?. Beranjak dari berbagai pengalaman sehari-hari sebagai seorang guru dan saudara dari adik-adik saya, jawaban saya “Anak mungkin saja berbohong”.

Jika anda adalah tipe orang tua yang selalu percaya dan mengatakan benar apa yang selalu anak katakan saya sarankan mulai saat ini anda jangan mudah percaya begitu saja apa yang dikatakan anak. Ini bukan berarti saya menyuruh anda tidak mempercayai anak anda namun agar anda lebih teliti dengan kecerdasan yang dimiliki anak-anak. Banyak anak yang dunia mereka sangat polos dan berkata biasanya apa adanya namun ada beberapa anak yang sangat luar biasa yang memiliki kecerdasan yang tidak biasa yaitu linguistik (Berbahasa) dan kecerdasan memanifulasi fakta. Bila kecerdasan berbahasa dan memanifulasi fakta ini ada dalam diri anak akan muncul sebuah tindakan baru, merupakan hal yang positif jika orang tua dan guru mampu bersinergi dalam mengarahkannya.

Sebagai seorang guru saya memiliki pengalaman yang terkadang mengejutkan. Ada anak yang memilih sikap saat di rumah dan saat mereka berada disekolah, ketika mereka berada di rumah anak begitu polos dan disiplin namun ketika mereka berada jauh dari rumah, mungkin saat anak di sekolah sebuah kejadian yang tidak terduga terjadi anak yang saat di rumah begitu polos berubah menjadi tidak terkendali ini adalah sebuah tindakan anak dalam menentukkan sikap mereka. Hal ini terjadi mungkin disebabkan keadaan anak saat di rumah sangat terkekang oleh banyaknya aturan orang tua , dan anak tidak memiliki pilihan lain selain taat pada peraturan atau menerima konsekuensi berupa hukuman dari orang tuanya, namun saat anak jauh dari pantauan orang tua anak mulai memilih sikap (membebaskan diri dari segala aturan rumah), anak mulai tidak menaati praturan, tidak disiplin dan berbagai kejadian lainnya. ini juga terjadi karena anak menentukkan sikap.

Maka sebagai orang tua dan sekaligus seorang guru hendaknya kita tidak mudah menerima tindakan dan ucapan anak karena tidak semua anak memiliki dunia yang polos, ada kalanya mereka mampu menentukkan sikap bahkan memanipulasi keadaan yang menguntungkan dirinya. Banyak anak yang mencari zona aman dengan cara memanipulasi atau berohong terhadap apa yang terjadi sebenarnya hanya untuk melindungi diri mereka dari ancaman orang tua atau guru mereka.

Berbohong adalah suatu perbuatan yang disengaja atau tidak, perbuatan ini dilakukan untuk menipu orang lain utnuk mendapatkan hal yang positif dan menghindar dari hal yang negatif. Menurut C. Drew Edward, Ph.D seorang pakar Psikologi Anak, dalam bukunya “Ketika Anak Sulit diatur” menyebutkan alasan seorang anak berbohong sama dengan alasan orang dewasa yaitu untuk menghindari konsekuensi atas prilaku mereka karena mereka malu mengakui kejadian yang sebenarnya, atau untuk menghindari hal-hal yang memalukan atau penolakan terhadap dirinya. Anak juga bisa berbohong hanya untuk mendapatkan perhatian dari orang-orang di sekitarnya atau anak berbohong saat orang tua dan guru marah kepadanya.

Sumber: Dakwatuna.com
By.

Mungkinkah Anak Berbohong?

Sekolahmurabbi.com

Sekolahmurabbi.com adalah Media Informasi Keislaman yang dikelola oleh anak-anak muda.
Sekolahmurabbi.com menyajikan artikel dan informasi dasar-dasar keislaman yang dibutuhkan bagi para murabbi dan mutarabbi.

© | About Us | Kirim Tulisan | The Team | Contact Us | Privacy Policy | Disclaimer
Design by Hasugi.com