SekolahMurabbi.com - Jadi begini. Saya rasa kasus-kasus memalukan bernama pelecehan seksual, baik di keramaian kota-kota besar ataupun di lorong-lorong sempit sunyi disebabkan dua hal. Pertama, wanita yang tidak menjaga auratnya. Kedua, laki-laki yang tidak menjaga matanya. Lalu keduanya saling menyalahkan, seolah-olah merasa diri tak salah. Sementara kasus demi kasus terus lahir bertumpuk-tumpuk mengelamkan sejarah bangsa yang santun ini.
Lalu begini.
Coba saya ajukan satu pertanyaan sederhana: apa masalah ini akan selesai jika wanita menutup auratnya
dengan benar? Jawabannya bisa iya, bisa tidak. Tapi satu hal yang bisa
dipastikan, jumlah kasusnya akan mengalami penurunan. Kenapa bisa? Lho,
bukankah kata bang Napi, kejahatan bisa terjadi karena ada kesempatan? Dan
membuka aurat adalah kesempatan untuk melakukan kriminal asusila.
Setelah itu,
begini. Mari kita lihat pernyataan ulama besar bernama Sufyan Ats-Tsauri. “Silakan
kau suruh aku menjaga rumah mewah penuh harta melimpah, namun jangan kau suruh
aku menjaga wanita yang tidak halal bagiku meskipun berupa budak yang hitam
legam.” Atau kekhawatiran Yusuf
Bin Asbath: “Seandainya aku mendapat amanah untuk menjaga baitulmal,
saya optimis bisa melaksanakannya. Namun jiwaku tidak akan merasa aman jika
dipercaya untuk berduaan dengan seorang wanita sekalipun dari kalangan negro,
meski sesaat saja.”
Apa yang disampaikan oleh dua
pendahulu kita itu membenarkan sabda Rasulullah saw, bahwa tak ada ujian
terbesar yang ditinggalkan beliau selain perempuan. Jika Sufyan Ats-Tsauri dan
Yusuf bin Asbath yang ulama merasa tak mampu ketika dihadapkan kepada wanita
budak yang negro, apa lagi para lelaki yang lahir di akhir zaman yang hedon ini
dipertemukan dengan wanita-wanita cantik yang membuka aurat?
Maka, begini, para wanita. Bukan
hendak menyalahkanmu. Tapi menutup aurat adalah usaha terbaik yang bisa kamu
lakukan untuk mendapat dua kebaikan sekaligus. Menjalankan perintah Allah dan
mencegah kecelakaan yang tidak mengenakkan menimpamu.
Aurat, menurut saya, tidak hanya
seluruh tubuh selain wajah dan telapak tanganmu. Tapi juga ucapan dan sikapmu. Kamu
hatus tahu, tak sedikit lelaki yang merasa risih ketika ada percakapan seperti
ini di tengah keramaian:
“Yuk shalat!”“Gak, ah. Lagi datang bulan.”
Atau:
“Ada si Fulanah?” tanya seorang lelaki kepada teman kos Fulanah.Temannya dengan santai menjawab, “Lagi mandi.”
Percakapan pertama, menurut saya,
secara tidak sadar membuka aurat sendiri. Percakapan yang satu lagi membuka
aurat temannya.
Adapun sikap yang saya maksudkan
aurat adalah, misalnya, menampilkan kemesraan persahabatan secara berlebihan di
muka umum. Maka, lagi-lagi menurut saya, wanita yang baik itu tidak dengan
mudah menuliskan “sayang”, “honey” dan ungkapan-ungkapan sejenis di dinding
Facebook untuk memanggil sahabatnya. Mereka mungkin punya panggilan khusus,
tapi bukankah itu tak perlu diketahui oleh banyak orang? Ingat, (ini tak
bermaksud menyamakan!) wanita lesbian juga memanggil pasangannya seperti itu.
Contoh lain sikap yang seharusnya
menjadi aurat adalah: kau segera undur diri dari sebuah ruangan ketika
menyadari hanya ada seorang lelaki dan seorang perempuan di ruangan itu, kau
tidak lagi membalas sms seorang teman lelakimu yang tidak begitu urgen ketika
jam sudah menunjukkan pukul 23.00, dan sebagainya.
Girls, dengan menutup auratmu, kaujuga telah
menempatkan dirimu di posisi terhormat. Adalah sebuah rahasia umum jika wanita
yang menutup aurat dengan sempurna lebih disegani oleh lelaki dibanding wanita
yang berpakaian minim.
Satu lagi, dengan menutup aurat, kau
telah membantu para lelaki dalam menjaga pandangannya. Bayangkan saja betapa
tersiksanya laki-laki zaman ini yang ingin menjaga ‘izzah-nya namun terkotori
dengan mudah sebab matanya tak punya kemampuan filtrasi aurat? Takkah kau
merasa aneh melihat mereka yang terus menunduk-nunduk ketika berjalan seperti
orang yang mencari dompet jatuh?
Akhirnya beginilah harapan mereka,
para lelaki itu: wahai muslimah anggun, tutuplah auratmu! Bantulah daku menjaga
pandanganku.