/
Tampilkan postingan dengan label Fiqih Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fiqih Islam. Tampilkan semua postingan

SekolahMurabbi.comGolongan Non Muslim itu terbagi menjadi dua: Golongan non muslim yang harus dilindungi, dan golongan non muslim yang harus diperangi. Marilah kita kenali mereka agar kita dapat bersikap adil dan proporsional.

Non Muslim yang Harus Dilindungi

Pertama, Mu’aahad. Siapakah mereka?

هُمُ الَّذِينَ صَالَحَهُمْ إِمَامُ الْمُسْلِمِينَ عَلَى إِنْهَاءِ الْحَرْبِ مُدَّةً مَعْلُومَةً لِمَصْلَحَةٍ يَرَاهَا ، وَالْمُعَاهَدُ : مِنَ الْعَهْدِ : وَهُوَ الصُّلْحُ الْمُؤَقَّتُ ، وَيُسَمَّى الْهُدْنَةَ وَالْمُهَادَنَةَ وَالْمُعَاهَدَةَ وَالْمُسَالَمَةَ وَالْمُوَادَعَةَ

“Mereka adalah orang-orang yang berdamai dengan imam kaum muslimin untuk tidak berperang dalam waktu yang telah diketahui (disepakati) untuk kemasalahatan. ‘Al Mu’ahad’ diambil dari kata ‘Al ‘Ahdu’ (janji) yaitu shulhu (perjanjian damai) yang telah ditentukan, dan dinamakan hudnah (gencatan senjata), juga dinamakan Al Muhaadanah, Al Mu’aahadah (agreement), Al Musaalamah (perdamaian), dan Al Muwaada’ah

(Fathul Qadir, 4/293. Al Fatawa Al Hindiyah, 1/181. Al Kharasyi, 3/175. Fathul ‘Ali, 1/333. Asy Syarhul Ad Dardir, 2/190. Al Qawaanin Al Fiqhiyah, Hal. 154. Mughni Al Muhtaj, 4/260. Al Umm, 4/110. Nihayah Al Muhtaj, 7/235, Kasysyaf Al Qina’, 3/103. Al Mughni, 4/459-461. Zaadul Ma’ad, 2/76. Al Muharrar fil Fiqhil Hambaliy, 2/182. Al Ikhtiyarat, Hal. 188)

Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin mengatakan:

والمعاهد: من كان بيننا وبينه عهد، كما جرى بين النبي صلى الله عليه وسلم وقريش في الحديبية.

“Al Mu’ahad adalah siapa saja yang antara kita dan dia ada perjanjian, sebagaimana yang berlangsung antara Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan kaum Quraisy di Hudaibiyah.” (Syaikh Al ‘Utsaimin, Syarhul Arbain An Nawawiyah, Hal. 159. Mawqi’ Ruh Al Islam)

Kedua, Ahli Dzimmah. Siapakah mereka?

أَهْل الذِّمَّةِ هُمُ الْكُفَّارُ الَّذِينَ أُقِرُّوا فِي دَارِ الإْسْلاَمِ عَلَى كُفْرِهِمْ بِالْتِزَامِ الْجِزْيَةِ وَنُفُوذِ أَحْكَامِ الإْسْلاَمِ فِيهِمْ
“Ahlu Az Dzimmah adalah orang-orang kafir yang menetapkan kekafirannya di Negara Islam dengan menjalankan kewajiban membayar jizyah dan dilaksanakannya syariat Islam pada mereka.” (Jawahirul Iklil, 1/105. Kasysyaf Al Qina’, 1/704)

Ketiga, Musta’man. Siapakah mereka?

الْمُسْتَأْمَنُ فِي الأْصْل : الطَّالِبُ لِلأْمَانِ ، وَهُوَ الْكَافِرُ يَدْخُل دَارَ الإْسْلاَمِ بِأَمَانٍ ، أَوِ الْمُسْلِمُ إِذَا دَخَل دَارَ الْكُفَّارِ بِأَمَانٍ
 “Al Musta’man pada dasarnya: orang yang meminta keamanan, yaitu orang kafir yang masuk ke Negara Islam dengan aman, atau seorang muslim jika masuk ke nagara kafir dengan aman.” (Durar Al Hikam, 1/262. Hasyiah Abi Su’ud, 3/440. Ad Durul Mukhtar, 3/247)

Nah, ketiga kelompok non muslim inilah yang terlindungi darahnya, selama status mereka belum berubah. Kapankah status mereka berubah? Para ulama mengatakan:

يُصْبِحُ الذِّمِّيُّ وَالْمُعَاهَدُ وَالْمُسْتَأْمَنُ فِي حُكْمِ الْحَرْبِيِّ بِاللَّحَاقِ بِاخْتِيَارِهِ بِدَارِ الْحَرْبِ مُقِيمًا فِيهَا ، أَوْ إِذَا نَقَضَ عَهْدَ ذِمَّتِهِ فَيَحِل دَمُهُ وَمَالُهُ
“Kafir Dzimmi, Mu’aahad, dan Musta’man akan dihukumi menjadi kafir harbi, saat dia memiliih bermukim di negara perang (darul harbi), atau jika dia membatalkan perjanjiannya maka halal darah dan hartanya.” (Ad Durul Mukhtar, 3/275, 303. Asy Syarhush Shagir, 2/316. Mughni Al Muhtaj, 258-262. Al Mughni, 8/458)

Non Muslim yang Harus Diperangi

Pertama, Ahlul Harbi.

هُمْ غَيْرُ الْمُسْلِمِينَ الَّذِينَ لَمْ يَدْخُلُوا فِي عَقْدِ الذِّمَّةِ ، وَلاَ يَتَمَتَّعُونَ بِأَمَانِ الْمُسْلِمِينَ وَلاَ عَهْدِهِمْ
“Mereka adalah non muslim yang tidak termasuk dalam perjanjian dzimmah (jaminan keamanan) dan tidak memanfaatkan keamanan kaum muslimin dan tidak pula adanya perjanjian dengan mereka.” (Fathul Qadir, 4/278, 284. Al Fatawa Al Hindiyah, 2/174.Al Mawahib Al Jalil, 3/346-350. Asy Syarhu Ash Shagir, 2/267. Nihayatul Muhtaj, 7/191. Mughni Al Muhtaj, 4/209. Mathaalib Ulin Nuha, 2/508. Kasysyaf Al Qina’, 3/28. Al Mughni, 8/352)

Kedua, Ahlul Baghyi.

هُمْ فِرْقَةٌ خَرَجَتْ عَلَى إِمَامِ الْمُسْلِمِينَ لِمَنْعِ حَقٍّ ، أَوْ لِخَلْعِهِ ، وَهُمْ أَهْل مَنَعَةٍ
“Mereka adalah kelompok yang keluar (memberontak) kepada Imam kaum muslimin dalam rangka menolak kebenaran, atau melepaskannya, dan mereka adalah ahlu mana’ah (orang yang menolak).” (Mawahib Al Jalil, 6/276. Asy Syarh Al Kabir, 4/300. Asy Syarh Ash Shaghir, 4/426. Al Qawanin Al Fiqhiyah, Hal. 363. Al Umm, 4/214. Mughni Al Muhtaj, 4/123. Al Mughni, 8/104)

Prinsip Hubungan Muslim dengan Non Muslim

Allah Ta’ala telah menetapkan prinsip hubungan antara seorang Muslim dengan Non Muslim. Dan Dialah sebaik-baik Penentu Kebijakan.

Allah Ta’ala berfirman,
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Q.S. Al-Mumtahanah: 8)

Dalam ayat ini, Allah Ta’ala menerangkan bahwa Dia tidak melarang orang-orang yang beriman berbuat baik, mengadakan hubungan persaudaraan, tolong-menolong dan hantu-membantu dengan orang-orang kafir selama mereka tidak mempunyai niat menghancurkan Islam dan kaum muslimin, tidak mengusir dari negeri-negeri mereka dan tidak pula berteman akrab dengan orang-orang yang hendak mengusir itu.

Ayat ini merupakan ayat yang memberikan ketentuan umum dan prinsip agama Islam dalam menjalin hubungan dengan orang-orang yang bukan Islam dalam satu negara. Kaum muslimin diwajibkan bersikap baik dan bergaul dengan orang-orang kafir, selama orang-orang kafir itu bersikap dan ingin bergaul baik terutama dengan kaum muslimin.

Seandainya dalam sejarah Islam terutama pada masa Rasulullah dan masa para sahabat, terdapat tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kaum muslimin kepada orang-orang kafir, maka tindakan itu semta-mata dilakukan untuk membela diri dari kelaliman dan siksaan-siksaan orang-orang kafir.
Di Mekah, Rasulullah dan para sahabat disiksa dan dianiaya oleh orang-orang kafir Quraisy, sampai mereka terpaksa hijrah ke Madinah. Sesampai mereka di Madinah, mereka pun dimusuhi oleh orang-orang Yahudi yang bersekutu dengan orang-orang kafir Quraisy, sekalipun telah dibuat perjanjian damai antara mereka dengan Rasulullah, sehingga terpaksa diambil tindakan kekerasan. Demikian pula di kala kaum muslimin berhadapan dengan kerajaan Persia dan Romawi, orang-orang kafir di sana telah memancing permusuhan sehingga terjadi peperangan.

Jadi ada satu prinsip yang perlu diingat dalam hubungan orang Islam dengan orang-orang kafir, yaitu: “Boleh mengadakan hubungan baik, selama pihak yang bukan Islam melakukan yang demikian pula”. Hal ini hanya dapat dibuktikan dalam sikap dan perbuatan kedua belah pihak.
Di Indonesia prinsip ini dapat dilakukan, selama tidak ada pihak agama lain bermaksud memurtadkan orang Islam atau menghancurkan Islam dan kaum muslimin.

Hal ini ditegaskan oleh ayat selanjutnya.

إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Q.S. Al-Mumtahanah: 9)

Dalam ayat ini diterangkan bahwa Allah Ta’ala hanyalah melarang kaum muslimin bertolong-tolongan dengan orang-orang yang menghambat atau menghalangi manusia di jalan Allah, dan memurtadkan kaum muslimin sehingga ia berpindah kepada agama lain, yang memerangi, mengusir dan membantu pengusir kaum muslimin dari negeri mereka. Dengan orang yang semacam itu Allah melarang dengan sangat kaum muslimin berteman dengan mereka.

Pada akhir ayat ini Allah SWT mengancam kaum muslimin yang menjadikan musuh-musuh mereka sebagai teman bertolong-tolongan dengan mereka, jika mereka melanggar larangan Allah ini, maka mereka adalah orang-orang yang zalim.

Wallahu A’lam…

Maraji:
Syarah Hadits Arbain Keempat Belas, Farid Nu’man Hasan
Al-Qur’anul Karim wa Tafsiruhu, Kemenag RI
Al-Intima

Non Muslim Mana Yang Wajib Diperangi dan Dilindungi?

SekolahMurabbi.com -Salah satu petunjuk Rasulullah di malam hari adalah mematikan lampu sebelum tidur. Sehingga umat beliau tidur malam dalam kondisi gelap. 

أَطْفِئُوا الْمَصَابِيحَ بِاللَّيْلِ إِذَا رَقَدْتُمْ ، وَغَلِّقُوا الأَبْوَابَ ، وَأَوْكُوا الأَسْقِيَةَ ، وَخَمِّرُوا الطَّعَامَ وَالشَّرَابَ

"Padamkanlah lampu-lampu di malam hari pada saat kalian tidur malam, kuncilah pintu dan tutuplah bejana, makanan dan minuman." (HR. Al Bukhari)

Ternyata, hadits yang telah disabdakan lebih dari 14 abad itu baru terkuak rahasia medisnya di era modern ini.

Penelitian Joan Robert menemukan bahwa tubuh baru bisa memproduksi hormon melatonin ketika tidak ada cahaya. Hormon melatonin merupakan salah satu hormon kekebalan tubuh yang dapat memerangi dan mencegah sejumlah penyakit, termasuk kanker payudara dan kanker prostat.

Dengan tidur malam dalam kondisi gelap, seseorang bisa memproduksi hormon tersebut. Sebaliknya, tidur dengan lampu menyala menyebabkan produksi hormon melatonin terhenti.

Sejumlah penelitian berikutnya semakin memperkuat temuan Joan Robert. Sebuah penelitian penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Cancer Genetics and Cytogenetics menemukan bahwa menyalakan cahaya buatan pada malam hari ketika tidur dapat memicu ekpresi berlebihan dari sel-sel yang dikaitkan dengan pembentukan sel kanker.

Penelitian yang dipublikasikan pada 17 Nopember 2010 di acara Society for Neuroscience, San Diego menemukan korelasi antara cahaya lampu dan tingkat depresi. Orang yang sering terkena cahaya di malam hari relatif lebih mudah terkena depresi.

Masya Allah… ternyata tuntunan Rasulullah sejak berabad-abad lalu mengangdung hikmah yang demikian hebat. Meski kelihatannya sederhana, di baliknya ada banyak manfaat untuk manusia. Bukankah ini merupakan salah satu bukti kebenaran hadits Nabi dan kebenaran Islam itu sendiri?!

Sumber : http://www.tarbiyah.net/2015/04/rahasia-medis-di-balik-hadits-padamkan.html

By.

Rahasia Medis di Balik Hadits “Padamkan Lampu Jika Hendak Tidur”

Oleh : Farid Nu'man

Hadits: "Janganlah seorang wanita pergi keculi dengan mahramnya" (HR. Bukhari - Muslim. Lu' Lu' wal Marjan No. 850)

Hendaknya memahami benar konteks larangan hadits ini. Sebab ('Illat) larangan hadits ini adalah karena jika wanita pergi sendirian tanpa suami atau mahram pada zaman unta dan keledai menempuh gurun atau jalan-jalan sepi dikhawatirkan terjadi sesuatu atasnya atau melahirkan fitnah baginya.

Jika kondisi zaman telah berubah seperti zaman ini, di mana perjalanan sudah menggunakan kapal, pesawat, bis, yang penumpangnya puluhan bahkan ratusan. Kondisi ini tentu amat sulit bagi seseorang untuk berbuat senonoh dan melecehkan wanita, karena di depan banyak manusia. Maka, tak mengapa ia pergi sendiri dengan syarat memang keamanan telah terjamin.

Bahkan, hal ini diperkuat oleh beberapa  hadits berikut.

PERTAMA. dari Adi bin Hatim, secara marfu': "Hampir datang masanya wanita naik sekedup seorang diri tanpa bersama suaminya dari Hirah menuju Baitullah." (HR. Bukhari)

Hadits ini merupakan pujian atas kejayaan Islam pada masa yang akan datang, sehingga keadaan sangat aman bagi wanita untuk bepergian jauh seorang diri. Hadits inilah yang dijadikan IMAM IBNU HAZM membolehkan wanita untuk keluar seorang diri tanpa mahram. Maka janganlah kita heran justru banyak ulama yang membolehkan wanita pergi seorang diri jika adalam keadaan aman dan jauh dari fitnah.

KEDUA. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa 'Aisyah dan ummahatul mukminin lainnya, pergi haji pada zaman khalifah Umar Al Faruq tanpa mahram yang mendampinginya, justru ditemani oleh Abdurrahman bin Auf  dan Utsman bin Affan. Dan tak satu pun sahabat lain yang menentangnya, sehingga kebolehannya ini dianggap sebagai ijma' sahabat. (Fathul Bari, 4/445)

Sebagian ulama membolehkan seorang wanita bepergian ditemani oleh wanita lain yang tsiqah. IMAM ABU ISHAQ ASY SYAIRAZI dalam kitab Al Muhadzdzab, membenarkan pendapat BOLEHNYA seorang wanita bepergian (haji) sendiri TANPA MAHRAM jika keadaan telah aman. 

Sebagian ulama madzhab Syafi'i membolehkannya pada  SEMUA JENIS BEPERGIAN, bukan cuma haji. (Fathul Bari, 4/446. Al halabi)

Ini juga pendapat pilihan IMAM IBNU TAIMIYAH, sebagaimana yang dijelaskan oleh IMAM IBNU MUFLIH dalam kitab Al Furu', dia berkata: "Setiap wanita yang aman dalam perjalanan, bisa (boleh) menunaikan haji tanpa mahram. Ini juga berlaku untuk perjalanan yang ditujukan untuk kebaikan." Al Karabisi menukil bahwa IMAM SYAFI'I membolehkan pula dalam haji tathawwu' (sunah). Sebagian sahabatnya berkata bahwa hal ini dibolehkan dilakukan dalam haji tathawwu' dan SEMUA JENIS PERJALANAN TIDAK WAJIB seperti ziarah dan berdagang. (Al Furu', 2/236-237)

Al Atsram mengutip pendapat IMAM AHMAD BIN HAMBAL: " Adanya mahram tidaklah menjadi syarat dalam haji wajib bagi wanita.Dia beralasan dengan mengatakan bahwa wanita itu keluar dengan banyak wanita dan dengan manusia yang dia sendiri merasa aman di tengah-tengah mereka."

IMAM MUHAMMAD BIN SIRIN mengatakan: "Bahkan dengan seorang muslim pun tidak apa-apa."

IMAM AL AUZA'I mengatakan: "Bisa dilakukan dengan kaum yang adil dan terpercaya." 

IMAM MALIK mengatakan: "Boleh dilakukan dengan sekelompok wanita."

IMAM ASY SYAFI'I mengatakan: "Bisa dilakukan dengan seorang  wanita merdeka yang terpercaya." Sebagian sahabatnya berkata, hal itu dibolehkan dilakukan sendirian selama dia merasa aman." (Al Furu', 3/235-236)

Ini juga pendapat IMAM IBNUL ARABI dalam kitab 'Aridhah Al Ahwadzi bi Syarh Shahih At Tirmidzi.

Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan:  "Dalam kutipan Al Karabisi disebutkan bahwa perjalanan sendirian bisa dilakukan sepanjang jalan yang akan ditempuhnya dalam kondisi aman." Jika perjalanan ini diterapkan dalam perjalanan haji dan umrah maka sudah sewajarnya jika hal itu pun diterapkan pada SEMUA JENIS PERJALANAN sebagaimana hal itu dikatakan oleh sebagian ulama." (Fathul Bari, 4/445) Sebab, maksud ditemaninya wanita itu oleh mahram atau suaminya adalah dalam rangka menjaganya. Dan ini semua sudah terealisir dengan amannya jalan atau adanya orang-orang terpercaya yang menemaninya baik dari kalangan wanita atau laki-laki, dan dalil-dalil sudah menunjukkan hal itu.

Ketahuilah, masalah ini adalah perkara muamalat, yang larangannya bisa diketahui karena adanya 'illat (sebab) dan maksud. Dalam konteks ini, 'illatnya adalah karena faktor  bahaya. Ketika 'illat itu tidak ada maka larangan itu pun teranulir. Berbeda dengan masalah ibadah khusus (ta'abudiyah), yang dalam menjalankannya seorang muslim harus tunduk tanpa melihat pada sebab atau maksudnya, sebagaimana dikatakan oleh Imam Asy Syathibi.

Demikian. Wallahu A'lam

By.

Wanita Bepergian Tanpa Mahram Haramkah?

Oleh: Farid Nu'man Hasan

Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu 'ala Rasulillah wa ba'd:

Shaf anak-anak, utamanya adalah di belakang laki-laki dewasa. Apalagi jika mereka ramai. Hal ini  berdasarkan hadits berikut:

Dari Abu Malik Al Asy’ari katanya:

Rasulullah menjadikan laki-laki dewasa di depan anak-anak, dan anak-anak di belakang mereka, sedangkan wanita di belakang anak-anak. (HR. Ahmad No. 22911)

Namun, hadits ini dhaif menurut para ulama, karena ada perawi yang dhaif bernama Syahr Hausyab. (Ta’liq Musnad Ahmad, No. 22911)

Ada pun jika seorang saja yang dimasukkan ke shaf dewasa, itu tidak apa-apa, tidak memutuskan shaf. 

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata:

Jika anak kecil hanya satu hendkanya dia masuk ke shaf bersama laki-laki dewasa. (Fiqhus Sunnah, 1/243, cat kaki no. 4)

Kebolehan ini semakin kuat, karena hal itu juga pernah terjadi pada shalatnya Nabi ﷺ berikut ini:

Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

Bahwasanya Neneknya –Mulaikah- meninggalkan Rasulullah ﷺ dengan makanan yang telah dibuatkannya untuknya, maka Beliau ﷺ memakannya. Lalu Nabi bersabda: “Bangunlah aku akan shalat bersama kalian.” Lalu aku bangun mengambil tikar yang sudah menghitam karena sudah saking lamanya dipakai, lalu aku siramkan pakai air. Lalu Nabi ﷺ berdiri, sedangkan aku dan bersama SEORANG ANAK YATIM, sedangkan nenek di belakang kami. Maka, Beliau shalat bersama kami sebanyak dua rakaat. (HR. Al Bukhari No. 860)

Ucapan Anas bin Malik: “Al Yatiim Ma’iy (Anak Yatim bersamaku)”, menunjukkan bahwa dia masih kanak-kanak alias belum baligh. Hal ini diterangkan oleh Imam Badruddin Al ‘Aini berikut ini:

(Dan Anak yatim bersamaku) karena Yatim menunjukkan dia masih anak-anak, dan bukanlah dikatakan Yatim jika sudah mimpi basah (baligh). (‘Umdatul Qari, 6/154)

Harus diakui, bahwa sebagian ulama ada yang memakruhkan anak-anak di shaf bertama bersama  orang dewasa, namun kisah ini sudah cukup menganulir pendapat tersebut.

Wallahu A’lam.

By.

Shaf Anak-anak Diantara Orang Dewasa, Bolehkah?

Oleh: Dra. Indra Asih.

Bismillahirrahmanirrahiim

Perempuan dan lelaki sama dalam permasalahan hukum selama tidak ada dalil yang membedakan antara perempuan dan lelaki dalam hukum.

Demikian juga yg terkait hukum asal dalam warna-warna pakaian adalah halal dan diperbolehkan, kecuali jika ada dalil yang melarang warna-warna tersebut bagi lelaki dan/atau perempuan.

Mengenai dalil warna-warna yang dibolehkan adalah sebagai berikut :

1. Hitam 

Telah datang dalam hadits Ummu Salamah radhiallahu 'anhaa ia berkata

Tatkala turun firman Allah  (Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka) maka keluarlah para wanita dari kaum Anshoor, seakan-akan di atas kepala-kepala mereka ada pakaian seperti burung-burung gagak"
(HR Abu Dawud)

Ummu Salamah menyamakan kain khimar yang ada di atas kepala-kepala para wanita yang dijadikan jilbab dengan burung-burung gagak menunjukkan warna hitamnya.

Dalil lain adalah hadits Ummu Kholid, ia berkata

Nabi diberikan baju-baju, diantaranya ada khomiisoh kecil yang berwarna hitam.
Maka nabipun berkata, "Menurut kalian kepada siapakah kita berikan kain ini?".
Orang-orang pada diam, lalu Nabi berkata,
"Datangkanlah kepadaku Ummu Kholid !", maka didatangkanlah Ummu Kholid dalam keadaan diangkat (karena masih kanak-kanak), lalu Nabipun mengambil kain tersebut dengan tangannya lalu memakaikannya kepada Ummu Kholid dan berkata,
"Bajumu sudah usang, gantilah bajumu". Pada kain tersebut ada garis-garis (corak) berwarna hijau atau kuning.
(HR Al-Bukhari, Abu Dawud, dan Ahmad)

2. Hijau

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari bahwasanya Rifa'ah menceraikan istrinya maka istrinyapun dinikahi oleh Abdurrahman bin Az-Zubair Al-Qurozhi.

Aisyah radhiallahu 'anhaa berkata,

Ia memakai khimar berwarna hijau, maka iapun mengadu kepada Aisyah dan memperlihatkan kepada Aisyah adanya warna kehijau-hijauan di kulitnya…."
(HR Al-Bukhari)

3. Merah

Hanya boleh untuk perempuan dan tidak boleh bagi lelaki.

Dalilnya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abdullah bin 'Amr radhiallahu 'anhu, ia berkata :

Nabi shallahu 'alaihi wa sallam melihatku memakai dua belah baju yang mu'ashfar.
Maka Nabi berkata, "Apakah ibumu memerintahmu untuk memakai baju ini?".
Aku berkata, "Aku cuci kedua baju ini?",
Nabi berkata, "Bahkan bakarlah kedua baju itu"
(HR Muslim)

Dan yang dimaksud dengan dua buah baju mu'ashfar adalah dua baju yang dicelup dengan celupan berwarna merah (atau dicelup dengan warna kuning yang terbuat dari tumbuhan tertentu).

Imam An-Nawawi berkata tentang sabda Nabi  "Adapun perintah Nabi untuk membakar baju tersebut karena sebagai hukuman dan sikap keras terhadapnya dan terhadap orang lain agar meninggalkan perbuatan seperti ini.

Dalil yang lain yang menunjukan akan hal ini adalah hadits 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya berkata,

“Kami turun bersama Rasulullah shallallahu 'alaih wa sallam dari Tsaniyyah. Kemudian beliau menoleh kepadaku dengan keadaan memakai pakaian lembut yang dicelup dengan ushfur.
Maka beliau bertanya: “Apa ini yang engkau pakai?”
Maka akupun mengetahui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menyukainya.
Akupun mendatangi keluargaku dalam keadaan mereka menyalakan api tanur dan aku lemparkan baju itu ke dalamnya.
Kemudian aku mendatangi beliau pada besok harinya.
Beliau bertanya: “Bagaimana nasib bajumu?”
Maka aku ceritakan apa yang aku lakukan pada baju itu.
Maka beliau berkata: “Kenapa engkau tidak memakaikan baju itu pada sebagian keluargamu. Karena baju tersebut tidak apa-apa jika dipakai wanita.”
(HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad)

4. Kuning

Diperbolehkan bagi kaum lelaki dan tidak ada larangan untuk perempuan.

Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhumaa ia berkata

Adapun warna kuning maka aku telah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyelupkan pakaian ke warna kuning, maka aku suka untuk mencelupkan pakaian dengan warna kuning
(HR Al-Bukhari, Abu Dawud, Ahmad).

Dan dalam sunan Abu Dawud dari Ibnu Umar beliau berkata

"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mencelupkan seluruh pakaiannya ke warna kuning, bahkan sorban beliau juga"
(HR Abu Dawud)

5. Putih

Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam

"Pakailah pakaian-pakaian kalian yang berwarna putih, sesungguhnya itu merupakan pakaian kalian yang terbaik, dan hendaknya kalian mengkafani mayat-mayat kalian dengan kain putih"
(HR Abu Dawud, At-Thirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad)

6. Warna bermotif

Hadits yang menjelaskan bahwa sebagian shahabiyat memakai pakaian yang bermotif/bercorak.

‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkata,

“Dahulu wanita-wanita mukminah biasa menghadiri shalat subuh bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menutupi tubuh dan kepala (mereka) dengan “muruth” mereka.
Kemudian (mereka) kembali ke rumah-rumah mereka ketika telah menyelesaikan shalat. Tidak ada seorang pun mengenal mereka karena gelap.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Muruth adalah jamak dari mirath artinya adalah pakaian yang bergaris-garis dengan garis yang berwarna, dan sebagian ulama menambahkan bahwasanya pakaian tersebut kotak-kotak.
(Taisir ‘allaam Syarh Umdatil Ahkaam Kitab ash Shalat Bab al Mawaqit)

Syaikh Al-'Utsaimin rahimahullah pernah ditanya :

Apakah boleh seorang wanita menggunakan jilbab selain warna hitam?

Beliau –rahimahullah- menjawab :

"Seakan-akan penanya berkata : Apakah boleh seorang wanita memakai khimar (penutup jilbab bagian atas kepala?) selain berwarna hitam?.

Jawabannya adalah : boleh.

Boleh perempuan untuk memakai khimar yang selain berwarna hitam dengan syarat khimar tersebut tidak seperti gutrohnya lelaki (gutroh adalah kain penutup kepala yang sering digunakan oleh penduduk Arab Saudi).
Kalau khimar tersebut seperti gutrohnya lelaki maka hukumnya haram karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat para lelaki yang meniru-niru perempuan dan melaknat perempuan yang menyerupai kaum lelaki.

Jika khimarnya berwarna putih akan tetapi wanita tersebut tidak memakainya sebagaimana cara pakai lelaki maka jika penggunaan khimar berwarna putih tersbut merupakan adat penduduk negerinya maka tidak mengapa untuk dipakai.
Adapun jika pemakaian khimar putih tidak biasa menurut adat mereka maka tidak boleh dipakai karena hal itu merupakan pakaian syuhroh (ketenaran/tampil beda) yang terlarang" (Fatwa Nuur "alaa Ad-Darb)

KESIMPULAN:

Hadits-hadits diatas menunjukan akan bolehnya memakai pakaian berwarna hitam, hijau, dan merah bagi perempuan dengan nash dari Nabi, dan ini juga berlaku bagi kaum lelaki berdasarkan hukum asal yang telah lalu penjelasannya.

Kecuali warna merah yang khusus boleh bagi perempuan.

Adapun warna putih dan kuning serta warna lain boleh juga bagi perempuan dengan dasar hukum asal tentang bolehnya menggunakan seluruh warna karena tidak ada dalil yang melarangnya atau mengkhususkannya.

- WA: MANIS - MAJELIS IMAN ISLAM
- Twitter: @GrupMANIS

By.

Warna-warna Untuk Pakaian Muslimah, Bolehkah?


SekolahMurabbi.com - Sebagai seorang Muslim, tentu kita melaksanakan wudhu setiap hari. Kewajiban shalat lima waktu, menjadikan wudhu juga wajib ketika akan melakukan shalat. Nah, berikut ini adalah 10 kesalahan umum saat berwudhu, dimana mungkin diantara kita tidak menyadarinya.

1. Tidak membaca Bismillah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sempurna wudhu’ sesorang yang tidak membaca basmallah.” (HR. Ahmad)

2. Tidak sempurna membasuh anggota wudhu
Tidak sempurna dalam membasuh anggota wudhu dan mengakibatkan ada sebagian anggota wudhu yang tidak terbasuh oleh air. Imam al-Bukharirahimahullah meriwayatkan dalam kitab Shahihnya.

Dari Muhammad bin Ziyad, dia berkata:’Aku mendengar Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu -saat itu beliau melewati kami, dan orang-orang sedang berwudhu: ”Sempurnakanlah wudhu kalian, sesungguhnya Abul Qosim (Rasulullah) shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
”Celakalah tumit-tumit (yang tidak terbasuh air ketika berwudhu) dari api neraka.”

Dan dari Khalid bin Mi’dan dari sebagian istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
”Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat seorang laki-laki yang shalat sedangkan di punggung kakinya terdapat bagian mengkilap karena tidak terbasuh oleh air wudhu seukuran uang dirham (uang logam), maka Nabi menyuruhnya untuk mengulang wudhunya.” (HR. Imam Ahmad dan Abu Dawud menambahkan: dan (mengulang) shalat”)
Al-Atsram berkata: “Aku bertanya kepada imam Ahmad: ’hadits ini sanadnya jayyid (bagus)?’ Beliau menjawab: ’jayyid.’

Imam asy-Syaukani rahimahullah berkata tentang hadits ini: ”Hadits ini menunjukkan wajibnya mengulang wudhu dari awal, bagi orang yang yang meninggalkan membasuh anggota wudhunya sekalipun sekecil apa yang disebutkan dalam hadits.”
“Barangsiapa yang menyempurnakan wudhu sebagaimana yang Allah perintahkan, maka shalat-shalat wajib (yang lima) adalah penghapus dosa (yang terjadi) di antaranya.

3. Membasuh anggota wudhu lebih dari tiga kali
Ini adalah was-was dari setan, karena Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- tidak pernah menambah cucian dalam wudhu lebih dari tiga kali, sebagaimana yang tsabit dalam Shahih Al-Bukhary bahwa (Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- berwudhu tiga kali-tiga kali).

Maka yang wajib atas seorang muslim adalah membuang semua was-was dan keragu-raguan (yang muncul) setelah selesainya wudhu dan jangan dia menambah lebih dari tiga kali cucian untuk menolak was-was yang merupakan salah satu dari tipuan setan.

4. Boros dalam penggunaan air.
Ini adalah terlarang berdasarkan firman Allah Ta’ala:
“Dan janganlah kalian berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al-An’am: 141 dan Al-A’raf: 31)

Rasulullah pun bersabda tentang hal ini:
“Janganlah kalian boros dalam (penggunaan) air”, maka beliau (Sa’ad) berkata, “Apakah dalam (masalah) air ada pemborosan?”, beliau bersabda,“Iya, walaupun kamu berada di sungai yang banyak airnya”. Riwayat Ahmad.

5. Menyebut nama Allah di dalam WC atau masuk ke dalamnya dengan membawa sesuatu yang di dalamnya terdapat dzikir kepada Allah
Ini adalah hal yang makruh maka sepantasnya bagi seorang muslim untuk menjauhinya. Dari Ibnu ‘Umar -radhiallahu ‘anhuma- beliau berkata:
“Ada seorang lelaki yang berlalu sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sedang kencing. Maka orang itu pun mengucapkan salam tapi Nabi tidak membalas salamnya”. (Riwayat Muslim).

Hal ini karena menjawab salam adalah termasuk dzikir. (Islampos)
By.

Lima Hal Ini Membuat Wudhu Tidak Sempurna


SekolahMurabbi.com - Temuan perihal jadwal shalat Subuh yang terlalu cepat 20 menit di seluruh wilayah di Indonesia sebenarnya sudah lama, tetapi sampai sekarang belum ada solusinya. Karena mestinya hal seperti itu dibicarakan dengan yang berwenang dalam hal ini Departemen Agama (Depag), karena menyangkut hajat masyarakat  luas, sehingga penanganannya diserahkan kepada pemerintah.


Di sisi lain pemerintahpun sebenarnya sudah tahu masalah ini, tetapi karena mereka juga mempunyai landasan-landasan ilmiah dalam menentukan jadwal shalat hasil penelitian para pakar yang selama ini dipakai oleh masyarakat Indonesia, maka sampai sekarang belum ada perubahan.

Dengan demikian, masalah ini masih pro dan kontra diantara para ulama dan pakar, dan termasuk masalah khilafiyah. Oleh karenanya, masing-masing dipersilahkan untuk mengikuti salah satu ijtihad yang ada.

Bagi yang berpendapat bahwa waktu shalat Subuh terlalu cepat 20 menit, silahkan melakukan shalat agak akhir, dan bagi yang masih mengikuti jadwal yang ada, boleh melakukan shalat sesuai jadwal.

Walaupun begitu, diharapkan untuk bisa mencari masjid yang jarak antara azan dan iqamat kira-kira 20 menit, sehingga dia bisa shalat berjamaah di masjid dengan tenang tanpa diselimuti keragu-raguan.

Bagi yang kesulitan mendapatkan masjid seperti itu, maka insya Allah shalatnya tetap sah, karena mengikuti salah satu pendapat yang ada. Wallahu A’lam. (Hidayatullah)
By.

Shubuh di Indonesia 20 Menit Lebih Cepat, Benarkah?


SekolahMurabbi.com - Berwudhu’ merupakan salah satu aktivitas penting dalam fiqih. Ia merupakan syarat diterimanya shalat. Jika wudhu’nya benar, maka boleh jadi shalatnya ikut benar. Tapi jika wudhu’ saja masih salah, bagaimana mungkin amalan shalat akan diterima oleh Allah?

Ada banyak keutamaan wudhu’. Di antaranya, ia merupakan salah satu sarana penggugur dosa-dosa kecil sebagaimana yang disabdakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ

"Maukah kalian aku tunjukkan tentang sesuatu (amalan) yang dengannya Allah menghapuskan dosa-dosa, dan mengangkat derajat-derajat?" Mereka berkata, "Mau, wahai Rasulullah!!" Beliau bersabda, "(Amalan itu) adalah menyempurnakan wudhu’ di waktu yang tak menyenangkan, banyaknya langkah menuju masjid, dan menunggu sholat setelah menunaikan sholat. Itulah pos penjagaan". [HR. Muslim (586)]

Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

إذا توضأ العبد المسلم أو المؤمن فغسل وجهه خرج من وجهه كل خطيئة نظر إليها بعينيه مع الماء أو مع آخر قطر الماء فإذا غسل يديه خرج من يديه كل خطيئة كان بطشتها يداه مع الماء أو مع آخر قطر الماء فإذا غسل رجليه خرجت كل خطيئة مشتها رجلاه مع الماء أو مع آخر قطر الماء حتى يخرج نقيا من الذنوب

"Jika seorang hamba muslim atau mukmin berwudhu’ lalu ia membasuh wajahnya maka keluar dari wajahnya seluruh dosa yang merupakan buah dari pandangan kedua matanya bersama air atau bersama tetesan air yang terakhir. Jika ia membasuh kedua tangannya maka keluar dari kedua tangannya seluruh dosa yang dilakukan oleh pukulan tangannya bersama air atau bersama tetesan air yang terakhir. Jika ia membasuh kedua kakinya maka keluarlah seluruh dosa yang dilangkahkan oleh kedua kakinya bersama dengan air atau bersama tetesan air yang terakhir, hingga iapun keluar dalam kondisi bersih dari dosa-dosa" (HR Muslim).

Begitu besarnya keutamaan berwudhu’. Karenanya hendaklah setiap kita memperhatikan hal-hal berikut ini ketika hendak berwudhu’.

1. Perhatikan Adab Berwudhu
Berwudhulah dengan tertib dan memperhatikan adabnya. Jangan tergesa-gesa. Upayakan tidak berbicara selagi berwudhu.

2. Camkan Keutamaannya
Selain menghapus dosa-dosa kecil sebagaimana yang disebutkan pada hadits-hadits di atas, keutamaan wudhu’ lainnya adalah sebagai tanda pengikut Nabi shallallahu 'alaihi wasallam [HR. Muslim dalam Ath-Thaharah, bab: Istihbab Ithalah Al-Ghurroh (583)], separuh iman [HR. Muslim dalam Ath-Thaharah, bab: Fadhl Ath-Thaharah (533)], jalan menuju surga [HR. Bukhari dalam Al-Jum’ah, Bab: Fadhl Ath-Thaharah fil Lail wan Nahar (1149), dan Muslim (6274)], dan pelepas ikatan setan [HR. Bukhari (1142 & 3269) dan Muslim (1816)].

3. Fakta Ilmiah
Prof Leopold Werner von Ehrenfels, seorang psikiater dan sekaligus neurology berkebangsaan Austria, menemukan sesuatu yang menakjubkan tentang wudhu. Ia mengemukakan bahwa pusat-pusat syaraf yang paling peka, yaitu sebelah dahi, tangan, dan kaki. Pusat-pusat syaraf tersebut sangat sensitif terhadap air segar. Dari sini ia menghubungkan hikmah wudhu yang membasuh pusat-pusat syaraf tersebut.
Ia bahkan merekomendasikan agar wudhu bukan hanya milik dan kebiasaan umat Islam, tetapi untuk umat manusia secara keseluruhan. Dengan senantiasa membasuh air segar pada pusat-pusat syaraf tersebut, maka berarti orang akan memelihara kesehatan dan keselarasan pusat sarafnya. Pada akhirnya Leopold memeluk agama Islam dan mengganti nama menjadi Baron Omar Rolf Ehrenfels.

4. Sempurnakan Wudhu’ dengan Sunnah-sunnahnya
Di antara sunnah berwudhu’ adalah mengucapkan basmalah, bersiwak, menghadap kiblat, berkumur-kumur, istinsyaq (menghirup atau memasukan air ke dalam lubang hidung, lalu menghirupnya dalam sekali nafas sampai ke dalam hidung yang paling dalam) dan istinsyar (mengeluarkan air atau menyemburkannya dari hidung sesudah menghirupnya), menyela-nyela jari tangan dan kaki, membaca doa setelah berwudhu’ dan shalat sunnah 2 rakaat setelahnya.

5. Jangan Tabdzir
Seringkali kita temui orang yang berlebih-lebihan dalam berwudhu, yaitu menggunakan air secara boros. Hal ini tentu bertentangan dengan ajaran Islam yang melarang setiap muslim bersikap tabdzir.

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُواْ إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُوراً
“Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhan-nya.” (QS. Al-Isra’: 27)
Karenanya, hendaklah menggunakan air sewajarnya. Jika berwudhu’ menggunakan keran, bukalah keran secukupnya. Bayangkanlah saudara-saudara kita di belahan bumi lain yang kesulitan mendapatkan akses air.
By.

Perhatikan 5 Hal Ini Sewaktu Hendak Berwudhu'

Sekolahmurabbi.com

Sekolahmurabbi.com adalah Media Informasi Keislaman yang dikelola oleh anak-anak muda.
Sekolahmurabbi.com menyajikan artikel dan informasi dasar-dasar keislaman yang dibutuhkan bagi para murabbi dan mutarabbi.

© | About Us | Kirim Tulisan | The Team | Contact Us | Privacy Policy | Disclaimer
Design by Hasugi.com