/
Tampilkan postingan dengan label Sirah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sirah. Tampilkan semua postingan

SekolahMurabbi.com - Iman Ahmad telah meriwayatkan dari Shuhaib, bahwa Rasullullah Saw bersabda .“ Di antara umat-umat sebelum kalian terdapat seorang raja yang yang memiliki seorang tukang sihir yang sudah tua. Tukang sihir tersebut berkata pada raja: ‘sesungguhnya usiaku semakin tua dan ajalku akan tiba, karena itu berikan seorang pemuda pada ku agar kuajarkan ilmu sihir.’ Maka raja itu pun menyerahkan seorang pemuda, kemudian dia diajari ilmu sihir. Di antara sang raja dan tukang sihir terdapat seorang rahib. Si pemuda mendatangi sang rahib dan mendengar ucapannya, maka dia terkagum-kagum dengan ungkapan dan gaya bahasa sang rahib.

            Suatu hari dalam perjalanannya ada seekor binatang yang mengerikan dan besar, sehingga mereka tidak dapat melewati jalan tersebut. Lalu si pemuda berkata. “pada hari ini aku mengetahui, apakah perintah si rahib yang lebih dicintai Allah atau perintah si tukang sihir’. Kemudian dia mengambil batu dan berdoa.’ Ya Allah, jika perintah si rahib lebih Engkau cintai dan ridhai daripada perintah tukang sihir, maka bunuhlah binatang ini  sehingga orang-orang dapat melewati jalan.’ Sang pemuda pun melempar batu dan binatang itu mati. 


            Kemudian diceritakan kejadian tersebut kepada sang rahib, lalu rahib berkata: ’ hai anakku, engkau lebih baik daripada diriku dan engkau akan diuji, hendaklah engkau tidak mengatakan tentang ku’. Sipemuda   dapat mengobati dan menyembuhkan orang-orang yang terkena penyakit.

            Sang raja memiliki seorang pembantu yang buta, pembantu tersebut mendengar tentang pemuda ini. Maka dia pun mendatanginya dengan membawa hadiah yang sangat banyak seraya berkata: “Sembuhkanlah diriku dan engkau akan mendapatkan apa yang ada disni. Dia pun  menjawab.’ Aku tidak dapat menyembuhkan seorang pun, sebenarnya yang menyembuhkan itu hanya Allah yang Mahamulia dan Mahaperkasa. Jika engkau beriman kepada-Nya, maka aku akan berdoa sehingga Allah akan menyembuhkan kamu.

Maka pembantu itu pun beriman, kemudian sang pemuda pun mendoakannya, lalu Allah memberikan kesembuhan kepadanya. Setelah itu si pembantu mendatangi sang raja, dia duduk didekatnya sebagaimana biasa dia lakukan. Sang raja berkata padanya’. Hai fulan siapa yang mengembalikan penglihatanmu?’. ‘Rabb-Ku,’ jawab nya. ‘ Aku,’  tanya sang raja tersebut. Si pembantu menjawab  ‘ Tidak, Rabb-Ku dan Rabb-Mu’. ‘Apakah engakau mempunyai Rabb selain diriku?’ tanya sang raja. Dia pun menjawab: ’ Rabb-Ku dan Rabb-Mu adalah Allah’.

Kemudian si pembantu di siksa terus-menerus sehingga akhirnya dia memberitahu tentang sang pemuda, sang pemuda pun di bawa menghadap raja. Sang raja berkata,’ Telah sampai padaku bahwa sihirmu dapat mengobati dan menyembuhkan segala macam penyakit’. Sang pemuda menjawab: aku tidak dapat menyembuhkan penyakit hanya tuhan saja yang dapat menyembuhka penyakit’.  Sang raja berkata ‘Aku!’. Pemuda menjawab: ‘Tidak!’. Sang raja bertanya lagi:’ Apakah ada rabb selainku’. Dia menjawab:’ Rabb-Ku dan Rabb-Mu adalah Allah’.

Maka disiksanya pemuda tersebut, hingga dia memberi tahu tentang sang rahib, lalu sang rahib di bawa menghadap raja. Diperintahnya sang rahib untuk meninggalkan agamanya. Tetapi rahib itu menolak melakukannya. Maka raja membunuh sang rahib dengan cara menggergaji di tengah-tengah kepalanya sehingga badanya terbelah menjadi dua. Lalu dia perintahkan pembantu yang buta tadi untuk meninggalkan agamanya, namun si pembantu menolaknya , sehingga dia di gergaji di tengah-tengah kepalanya hingga badannya juga terbela menjadi dua. Kemudian raja berkata pada pemuda tadi “ tinggalkan agamamu.” Namun pemuda itu tetap menolak.

Raja mengutus pengawalnya untuk membawa sang pemuda ke sebuah gunung, seraya berkata: “Jika kalian telah sampai dipuncak, bila dia mau meninggalkan agamanya maka biarkanlah dia, namun bila tidak mau maka gulingkanlah dia. Pada saat mencapai puncak gunung, pemuda itu berdoa:”Ya Allah. Selamatkanlah aku sesuai kehendak-Mu’. Kemudian gunung itu pun berguncang, hingga akhirnya mereka semua terguling. Sang pemuda tadi selamat dan mendatangi sang raja. Raja bertanya :’ Apakah yang telah terjadi pada orang-oarang yang mengawalmu?’ Dia menjawab:’ Allah telah menyelamatkan diriku dari mereka’.

Selanjutnya raja mengutus lagi pengawalnya dan berkata: ‘jika kalian telah sampai di tengah lautan, bila dia mau meninggalkan agamanya maka biarkanlah dia, namun bila tidak mau maka tengelamkan dia. Pada saat mereka ditengah lautan, pemuda itu berdoa:”Ya Allah. Selamatkanlah aku sesuai kehendak-Mu’. Maka mereka pun semua tengelam. Pemuda ini kembali lagi kepada raja. Raja bertanya lagi :’ Apakah yang telah terjadi pada orang-oarang yang mengawalmu?’ Dia menjawab:’ Allah telah menyelamatkan diriku dari mereka’. Selanjutnya pemuda itu berkata: sesungguhya engkau tidak dapat membunuhku, sebelum engkau melakukan apa yang aku katakan. Raja pun bertanya: ‘apakah it?’ si pemuda engkau harus mengumpulkan orang-oarang di tanah lapang, lalu engkau mengikat diriku di batang pohon, lalu ambil panah miliku, kemudian ucapakanlah:’ Dengan menyebut nama Allah, Rabb pemuda itu’. Jika engkau melakukan hal tersebut, maka engkau baru bisa membunuh ku.

Kemudian raja pun melakukan hal sebut. Anak panah meluncur mengenai pelipis pemuda tersebut dan dia pun wafat. Maka orang-orang yang menyaksikan hal tersebut pun berkata:’ Kami beriman kepada Rabb pemuda itu. Bagaimana pendapatmu setelah melihat apa yang engkau hindari selama ini?. Demi Allah, sesungguhnya  hal itu telah terjadi. Semua orang telah beriman kepada Allah.

Sang raja yang murka kepada orang-orang yang telah beriman dan diperintahkannya para prajuritnya untuk mengali parit-parit dan menyalakan api di dalamnya, seraya berkata :’ barang saiapa yang mau meniggalkan agamanya, maka biarkan lah mereka tetap hidup dan jika tidak maka lemparkanlah mereka dalam parit tersebut”. Orang-orang beriman tersebut saling tarik menarik dan dorong-mendorong hingga akhirnya datang seorang wanita dengan mengendong bayinya yang masih disusuinya, dia pun merasa takut terperosok ke dalam api. Maka bayi dalam gendonganya berkata: ‘ wahai ibuku bersabarlah, sesungguhnya engkau berada dalam kebenaran. Orang-orang yang tetap pada keimanannya dibakar dalam parit tersebut

Sumber. Tafsir surat Al-buruj. Ibnu Katsir jus 30.

Kisah Ashabul Ukhdud

SekolahMurabbi.com Seorang istri masih tercenung. Matanya sembab. Terukir sebuah gambaran kesedihan yang tak terkira di raut mukanya. Baru saja separuh jiwanya dihantarkan menuju kampung keabadian. Rumah tak luas yang hanya seukuran badan lebih sedikit kini jadi tempat peraduan paruh jiwanya. Sangat-sangat minimalis. Kuburan. Ya, suaminya telah mendahului menempuh jalan kembali padaNya.

Adalah Rasulullah Muhammad SAW, kerap mengunjungi dan menghantarkan para sahabatnya yang telah hilang nyawa. Pribadi mulia ini seperti biasa menyempatkan singgah pada setapak rumah yang dirundung duka. Sekedar menghibur dan menyapu duka dari dada keluarga almarhum.

”Tidakkah almarhum pernah mengucapkan sebuah wasiat sebelum wafatnya tiba?” Tanya Nabi pada keluarga. Istri almarhum mendongak. Berusaha mengingat-ingat kejadian sebelum malaikat melakukan suksesi pencabutan nyawa.  

”Aku, tidak ada lain kecuali hanya mendengar semacam dengkur atau gumaman diantara tarikan nafasnya yang tersengal menjelang ajal, ya Rasul” jawab sang istri dengan suara parau.

”Apa yang dikatakannya?”

”Aku tak yakin ucapan itu bermakna wasiat. Ataukah ini hanya sekedar suara rintihan yang menyayat atau terdengar seperti sebuah pekikan karena dahsyatnya sakaratul maut.” Ada air mata yang tertahan di kelopak mata istri almarhum. Tiap kali ia mengingat perihal suaminya, ia sering terbawa suasana sedih.

”Seperti apa bunyi ucapannya?” Desak Nabi lagi.

”Suamiku mengatakan, ’Andaikan lebih panjang  lagi, andaikan masih baru, andaikan semuanya’ Itu saja yang diucapkannya. Kamipun bingung dibuatnya. Ini seperti sebuah ungkapan yang menggantung.”

Rasulullah pun tersenyum. Ada yang segera ingin dikabarkannya pada keluarga almarhum tentang maksud dari ucapan itu.

”Suamimu tidak berkata keliru,” Ujar Nabi. ”Kisahnya begini. Saat suatu hari Suamimu beranjak pergi ke Masjid untuk menunaikan shalat jumat ia berjumpa orang buta dengan maksud dan tujuan yang sama dengan dirinya. Pandangan yang gelap membuat si buta berjalan tersaruk-saruk. Suamimu menuntunnya dengan sepenuh hati. Maka disaat nyawanya nyaris tercerabut, ia menyaksikan pahala mengalir untuknya akibat dari amal sholehnya itu, lantas iapun berkata ’Andaikan lebih panjang lagi’. Artinya, andaikan sewaktu itu jalan menuju Masjid lebih panjang lagi. Pastilah pahala lebih besar yang akan didapat.”  

”Bagaimana dengan ucapan lainnya, ya Rasul?” Wajah sang istri kini mulai bersinar. Ada detak bahagia yang terpancar.

”Adapun ucapan yang kedua itu muncul karena suatu pagi di lain hari suamimu pergi menuju Masjid. Waktu itu cuaca dingin sekali. Ditengah jalan didapati seseorang lelaki tua yang tubuhnya tergulung karena dingin yang menusuk. Digigil tubuhnya yang renta bisa saja tetiba  kedinginan menjadi takdir kematiannya. Kebetulan suamimu membawa baju mantel yang baru. Diberikannya pada lelaki tua baju mantel yang lama sedang baju mantel yang baru digunakannya. Terbebaslah lelaki tua dari ancaman kematian dingin yang menggigil. Menjelang wafatnya suamimu melihat balasan amal kebajikannya. Ia menyesal dan berkata, ’Andaikan masih baru’ yang berarti jika seandainya ia memberikan mantelnya yang baru tentulah pahalanya akan lebih besar lagi.”

”Lalu ucapan yang ketiga apa maksudnya, ya Rasul?” Tanya sang istri memburu. Dengan sabar nabi menjawabnya,

”Masihkah kau ingat saat suamimu pulang sedang perutnya dalam keadaan lapar lantas ia meminta untuk disediakan makanan? Kaupun menghidangkannya sepotong roti yang telah dicampur daging. Namun, tatkala suamimu hendak memakannya, tiba-tiba muncul seorang musafir yang mengetuk-ngetuk pintu rumahmu dan meminta makanan. Saat itu suamimu langsung membagi dua roti miliknya. Sebagian diberikan pada musafir dan sebagian lagi ia makan. Setelah ia melihat pada saat sakaratul maut pahala yang Allah tampakkan atas amalnya itu. Suamimu berujar, ’Andaikan semuanya.' Maksudnya jika semua roti itu ia berikan pada musafir tentulah akan lebih banyak pahala yang akan diraihnya. Sebab pada hakikatnya jika kita berbuat baik, itu bukanlah hanya untuk orang lain. Itu sejatinya akan kembali pada dirinya sendiri.”

Mendengar kisah ini kita teringat akan janji Allah yang tak pernah dusta.

"Kalau kamu berbuat baik, sebetulnya kamu berbuat baik untuk dirimu. Dan jika kamu berbuat buruk, berarti kamu telah berbuat buruk atas dirimu pula." (QS. Surat Al Isra': 7)

Andaikan Lebih Panjang Lagi


SekolahMurabbi.com - Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza atau lebih dikenal dengan Umar bin Khattab adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam yang juga adalah khalifah kedua Islam. Umar juga merupakan salah satu dari Khulafaurrasyidin.

Umar bin Khattab syahid dalam peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Abdul Mughirah yang biasa dipanggil Abu Lu’lu’ah, pada hari Rabu, 26 Dzulhijjah 23 H / 2 November 644 M. Abu Lu’lu’ah itu adalah seorang Majusi yang memiliki dendam pribadi kepada Umar. Ia juga merasa sakit hati atas kekalahan Persia oleh kaum muslimin.

Disebutkan bahwa ia pernah datang mengadu kepada Khalifah Umar tentang berat dan banyaknya kharaj (pajak) yang harus dia keluarkan, tetapi Khalifah Umar menjawab, “Kharajmu tidak terlalu banyak.” Dia kemudian pergi sambil menggerutu, “Keadilannya menjangkau semua orang, kecuali aku.”

Ia lalu berjanji akan membunuhnya. Dipersiapkanlah sebuah pisau belati yang telah diasah dan diolesi dengan racun -orang ini adalah ahli berbagai kerajinan- lalu disimpan di salah satu sudut masjid.

Tatkala Khalifah Umar berangkat ke masjid seperti biasanya menunaikan shalat subuh, langsung saja ia menyerang. Dia menikamnya dengan tiga tikaman dan berhasil merobohkannya. Kemudian setiap orang yang berusaha mengepung dirinya diserangnya pula. Sampai ada salah seorang yang berhasil menjaringkan kain kepadanya. Setelah melihat bahwa dirinya terikat dan tidak bisa ber¬kutik, dia membunuh dirinya dengan pisau belati yang dibawanya.

Ketika diberitahukan kepada Umar bahwa orang yang menyerang adalah Abu Lu’lu’ah, ia berkata, “Segala puji bagi Allah yang tidak menjadikan kematianku di tangan orang yang mengaku Muslim.” Umar kemudian berwasiat kepada putranya, “Wahai Abdullah, periksalah utang-utangku!”

Setelah dihitung, ternyata Umar mempunyai utang sejumlah 86.000 dirham. Khalifah Umar lalu berkata, “Jika harta keluarga Umar sudah mencukupi, bayarlah dari harta mereka. Jika tidak mencukupi, pintalah kepada bani Adi. Jika harta mereka juga belum mencukupi, mintalah kepada Quraisy.” Selanjutnya Umar berkata kepada anaknya, “Pergilah menemui Ummul Mu’minin Aisyah! Katakan bahwa Umar meminta izin untuk dikubur berdampingan dengan kedua sahabatnya (maksudnya Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu).”

Mendengar permintaan ini, Aisyah Radhiyallahu ‘anha menjawab, “Sebetulnya tempat itu kuinginkan untuk diriku sendiri, tetapi biarlah sekarang kuberikan kepadanya.” Setelah hal ini disampaikan kepadanya, Umar langsung memuji Allah.

Sebagian sahabat berkata kepada Umar, “Tunjuklah orang yang engkau pandang berhak menggantikanmu.” Umar kemudian menjadikan urusan ini sepeninggalnya sebagai hal yang disyurakan antara enam orang, yaitu Utsman bin Affan, Ali bin Abu Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu ‘anhum. (Al-Intima’)
By.

Syahidnya Umar ibn Khaththab ra.


SekolahMurabbi.com - Idul Adha tinggal dua hari lagi. Sebagian umat Islam sedunia merayakannya pada 24 September mendatang. Sebagian lagi merayakan sehari sebelumnya. Dengan demikian, mereka yang sedang menunaikan haji tahun ini juga akan segera mendekati puncak prosesi ibadah rukun Islam kelima itu.

Salah satu yang menarik untuk dibahas dalam topik haji adalah mengenai kain kiswah. Kiswah, atau kain penutup Ka'bah ternyata mempunyai sejarah yang panjang dalam peradaban Islam. Pertanyaannya, siapakah yang memulai menutupi bangunan berbentuk kubus itu?
 
Keberadaan tradisi kiswah itu, sebetulnya setua Kiswah itu sendiri. Ada banyak riwayat tentang siapakah yang pertama kali menutupi Ka'bah. Salah satu riwayat menyebutkan bahwa kakek moyang Rasulullah SAW, Adnan, termasuk salah satu tokoh yang ikut menutupi Ka'bah. Ini dilakukan setelah Nabi Ibrahim dan Ismail AS, meninggalkan Makkah menuju Palestina. 

 
Riwayat lain mengungkapkan bahwa Tabi' al-Humairi, penguasa Yaman, adalah orang yang pertama kali menutupi Ka'bah dengan kiswah pada masa Jahiliyah. Ini dilakukan selama lawatannya ke Makkah untuk berhaji. Ia juga didaulat sebagai tokoh yang pertama kali membuat pintu dan kunci Ka'bah. Tradisi ini dilakukan turun menurun oleh penguasa Yaman selama masa jahiliyah. Kiswah berbentuk sederhana hanya berupa kain tebal biasa. Jika kain basah atau rusak, biasanya mereka membuang atau menguburnya. (Republika)
By.

Siapa Yang Pertama Kali Menutupi Ka'bah?


SekolahMurabbi.com - Ka'bah merepresentasikan pentingnya kesatuan umat manusia di dalam kekuasaan dan keadilan. Kendati demikian, yang menjadi pertanyaan besar adalah siapa pembangun Ka'bah pertama kalinya. Alquran hanya menjelaskan bahwa Ka'bah adalah bangunan pertama yang dibangun untuk manusia namun tidak menyebutkan siapa yang membangunnya. Ini bisa kita lihat dalam Surah Ali Imran ayat 96.


"Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk manusia, ialah (Baitullah) yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam."

Dalam diskusi para ulama, ada yang menyebutkan bahwa Ka'bah tersebut dibangun oleh Nabi Adam AS. Beberapa ahli Alquran lainnya mengatakan Ka'bah pertama kali dibangun oleh para malaikat.

Ketika Nabi Ibrahim AS tiba di tempat Ka'bah sekarang berdiri, bangunan tersebut sudah tidak ada. Bahkan, Kota Makkah pada saat itu tidak memiliki penduduk.

Kemudian, Allah SWT menunjukkan Nabi Ibrahim situs Ka'bah (QS Al Hajj 22:26). Nabi Ibrahim dan anaknya, Ismail AS bersama-sama memperbesar fondasinya dan dibangun dari bawah ke atas (QS Al-Baqarah 2:127).

Bangunan Ka'bah tetap berdiri setelah masa Nabi Ibrahim AS, meskipun memiliki beberapa kerusakan struktural dan mengalami perbaikan dari waktu ke waktu.

Ketika Nabi Muhammad SAW berusia sekitar 35 tahun atau sebelum kenabiannya, bangsa Quraisy membangun Ka'bah karena telah rusak akibat banjir di Makkah.

Sementara itu, Ka'bah hari ini berdiri pada posisi yang sama ketika dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim AS dan anaknya Ismail AS.
By.

Benarkah Nabi Ibrahim Bukan Yang Pertama Kali Membangun Ka'bah?


SekolahMurabbi.com - Mendengar aduan ini, Khalifah Umar tidak bisa tinggal diam. Dia merasa perlu untuk cepat menyelesaikan permasalahan yang timbul antara pejabatnya itu dengan rakyatnya. Umar membuat pertemuan akbar antara Said sebagai gubernur dan rakyatnya yang siap mengadili gubernur mereka.

“Ya Allah, jangan Engkau kecewakan prasangka baikku selama ini kepadanya (kepada Said),” kata Umar mengawali.

Umar kemudian bertanya di hadapan penduduk.

“Apa yang kalian keluhkan dari gubernur kalian?”

Mereka menjawab, “Ia tidak keluar kepada kami kecuali jika hari telah siang.”

“Apa jawabmu tentang hal itu, wahai Sa’id?” kata Umar.

Sa'id terdiam sebentar, kemudian berkata, “Demi Allah, sebenarnya aku tidak ingin menjawab hal itu. Namun, kalau memang harus dijawab, sesungguhnya keluargaku tidak mempunyai pembantu. Maka setiap pagi aku membuat adonan roti, kemudian menunggu sebentar sehingga adonan itu mengembang. Kemudian aku buat adonan itu menjadi roti untuk keluargaku, selesai itu aku berwudhu dan baru keluar rumah menemui penduduk.”

"Apa lagi yang kalian keluhkan darinya?” tanya Umar.

Mereka menjawab, “Sesungguhnya, ia tidak menerima tamu pada malam hari.”

“Apa jawabmu tentang hal itu, wahai Sa’id?”

“Sesungguhnya, Demi Allah, aku tidak suka untuk mengumumkan ini juga. Aku telah menjadikan waktu siang hari untuk rakyat dan malam hari untuk Allah Azza wa Jalla,” jawab Sa'id.

“Apa lagi yang kalian keluhkan darinya?” tanya Umar lagi.

Mereka menjawab, “Sesungguhnya ia tidak keluar menemui kami satu hari dalam sebulan.”

“Dan apa ini, wahai Sa’id?”

Sa'id menjawab, “Aku tidak mempunyai pembantu, wahai Amirul Mukminin. Dan aku tidak mempunyai baju kecuali yang aku pakai ini, dan aku mencucinya sekali dalam sebulan. Dan aku menunggunya hingga baju itu kering, kemudian aku keluar menemui mereka pada sore hari.”

“Apa lagi yang kalian keluhkan darinya?”

Mereka menjawab, “Ia sering pingsan, hingga ia tidak tahu orang-orang yang duduk di majelisnya.”

“Dan apa ini, wahai Sa’id?”

Sa'id menjawab, “Aku menyaksikan meninggalnya sohabat Khubaib bin Adi Al-Anshari di Mekah. Kematiannya sangat tragis di tangan orang-orang kafir Quraisy. Mereka menyayat-nyayat dagingnya kemudian menyalibnya di pohon kurma. Orang Quraisy itu meledek, “Khubaib, apakah kamu rela jika Muhammad sekarang yang menggantikanmu untuk disiksa?” Khubaib menjawab, “Demi Allah, kalau saya berada tenang dengan keluarga dan anakku, kemudian Muhammad tertusuk duri sungguh aku tidak rela.” Ketika itu aku masih dalam keadaan kafir dan menyaksikan Khubaib disiksa sedemikian rupa. Dan aku tidak bisa menolongnya. Setiap ingat itu, aku sangat khawatir bahwa Allah tidak mengampuniku untuk selamanya. Jika ingat itu, aku pingsan.”

Seketika itu Umar berkata, “Segala puji bagi Allah yang tidak mengecewakan prasangka baikku kepadanya.”

Kemudian Umar memberikan 1.000 dinar kepada Sa'id. Dan ketika istrinya melihat uang itu, ia berkata kepada Sa'id, “Segala puji bagi Allah yang telah membebaskan kami dari pekerjaan berat untukmu. Belilah bahan makanan dan sewalah seorang pembantu."

“Apakah kamu menginginkan sesuatu yang lebih baik dari itu?” tanya Sa'id pada istrinya.

“Apa itu?”

“Kita berikan dinar itu kepada yang akan mendatangkannya kembali kepada kita pada saat kita lebih membutuhkannya.”

“Bagaimana maksudnya?”

“Kita pinjamkan dinar itu kepada Allah dengan pinjaman yang baik,” kata Sa'id.

Istrinya berkata, “Benar, dan semoga kau mendapat balasan kebaikan.”

“Berikanlah ini kepada jandanya fulan, kepada anak-anak yatimnya fulan, kepada orang-orang miskin keluarga fulan, dan kepada fakirnya keluarga fulan," kata Sa'id.

Mudah-mudahan Allah meridhai Sa’id bin Amir Al-Jumahi, karena ia termasuk orang-orang yang mendahulukan orang lain atas dirinya, walaupun dirinya sangat membutuhkan. ( ROL)
By.

Kisah Mengharukan Gubernur Termiskin Sepanjang Sejarah Dunia (2)


SekolahMurabbi.com - Khalifah Umar bin Khattab berniat menggantikan gubernur Syam yang semula dipercayakan kepada Muawiyah. Penggantinya yang diinginkan Khalifah adalah Said bin Amir Al-Jumahi. (Wilayah Syam saat ini meliputi Suriah, Palestina, Yordan, Lebanon)

"Aku ingin memberimu amanah menjadi gubernur," kata Umar kepada Said.
Said berkata, “Jangan kau jerumuskan aku ke dalam fitnah, wahai Amirul Mukminin. Kalian mengalungkan amanah ini di leherku kemudian kalian tinggal aku.”
Umar mengira bahwa Said menginginkan gaji, “Kalau begitu, kita berikan untukmu gaji."
Said menjawab, “Allah telah memberiku rizki yang cukup bahkan lebih dari yang kuinginkan."

Umar tetap bersikeras dan akhirnya Said harus menunjukkan ketaatannya kepada Khalifah dengan menaati keinginan Umar yang tetap bersiteguh untuk mengangkatnya sebagai gubernur Syam.

Akhirnya hari yang ditentukan untuk keberangkatannya ke Syam tiba. Dari Madinah dia berangkat beserta istrinya menuju tempat tugasnya yang baru.

Sesampainya di Syam, Said memulai hari-harinya dengan amanah baru, menjadi gubernur Syam. Hingga suatu saat Said terlilit kebutuhan yang memerlukan uang. Sementara tidak ada uang pribadinya yang bisa dia pakai.

Sementara itu di Madinah Umar mendapatkan tamu utusan dari Syam. Mereka datang untuk melaporkan beberapa kebutuhan dan urusan mereka sebagai rakyat yang hidup di bawah kekhilafahan Umar bin Khattab.

Umar berkata, “Tuliskan nama-nama orang miskin di tempat kalian.”

Mereka pun menuliskan nama-nama orang yang membutuhkan bantuan. Tulisan itu diserahkan kepada Umar. Dengan agak terkejut, Umar menemui sebuah nama: Said.

“Apakah ini Said gubernur kalian?”

“Ya, itu Said gubernur kami.”

“Dia termasuk daftar orang-orang miskin?” tanya Umar lagi mempertegas.

“Benar, dan demi Allah sudah beberapa hari di rumahnya tidak ada api (tidak memasak).”

Maka Umar menangis hingga janggutnya basah oleh air mata. Kemudian ia mengambil 1.000 dinar dan menaruhnya dalam kantong kecil dan berkata, "Sampaikan salamku, dan katakan kepadanya, Amirul Mukminin memberi anda harta ini, supaya anda dapat menutup kebutuhan anda!”

Saat para utusan itu mendatangi Sa’id dengan membawa kantong. Sa’id membukanya, ternyata di dalamnya ada uang dinar. Ia lalu meletakkannya jauh dari dirinya dan berkata, "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un," seolah-olah ia tertimpa musibah dari langit atau ada suatu bahaya di hadapannya.

Hingga keluarlah istrinya dengan wajah kebingungan dan berkata, “Ada apa, wahai Sa’id? Apakah Amirul Mukminin meninggal dunia?"

“Bahkan lebih besar dari itu,” timpal Sa'id.

“Apakah orang-orang Muslim dalam bahaya?”

“Bahkan lebih besar dari itu.”

“Apa yang lebih besar dari itu?”

“Dunia telah memasuki diriku untuk merusak akhiratku, dan fitnah telah datang ke rumahku.”

Istrinya berkata, “Bebaskanlah dirimu darinya.” Saat itu istrinya tidak mengetahui tentang uang-uang dinar itu sama sekali.

“Apakah kamu mau membantu aku untuk itu?” tanya Sa'id.

“Ya,” kata sang istri. Sa'id lalu mengambil uang-uang dinar dan memasukkannya ke dalam kantong-kantong kecil, kemudian menyuruh sang istri untuk membagikannya kepada penduduk yang fakir.

Tak lama kemudian Umar bin Khathab datang ke negeri Syam untuk melihat keadaan. Dan ketika singgah di Hims (Homs, Suriah), penduduk menyambut dan menyalaminya. Umar bertanya kepada mereka, “Bagaimana pendapat kalian tentang gubernur kalian?”

Jawaban mereka cukup mengejutkan, “Kami mengeluhkan empat hal. Pertama, dia selalu keluar kepada kami setelah siang datang.” “Ini berat,” kata Umar. “Kemudian apa?” tanya Umar kembali.

“Kedua, dia tidak melayani siapa pun yang datang malam hari.”

“Ini juga masalah serius, kemudian apa lagi?”

“Ketiga, ada satu hari dalam satu bulan dimana dia tidak keluar sama sekali untuk menemui kami.”

“Ini tidak boleh dianggap enteng, kemudian yang keempat?”

“Dia terkadang pingsan ketika bersama kami.”
By.

Kisah Mengharukan Gubernur Termiskin Sepanjang Sejarah Dunia (1)



SekolahMurabbi.com - Tatkala tubuh Nabi Ibrahim as dilempar ke kobaran api yang disiapkan oleh Namrud ibn Kan'an, seorang Raja yang pertama kali mengaku bahwa dirinya Tuhan dari Babil (dikenal juga dengan Babilonia, sebuah kerajaan besar di kurun 2275-1943 SM di selatan Mesopotamia, sekarang Irak), dikisahkan ada dua ekor binatang yang turut 'berpihak dan berkontribusi' baik terhadap Nabi Ibrahim as atau kepada Namrud. Kedua binatang tersebut adalah semut dan cicak.
Semut tersebut berlari-lari dengan susah payah berusaha memadamkan api yang membakar Nabi Ibrahim as dengan membawa butiran air di mulutnya.

Semua heran dan bertanya, "Wahai semut untuk apa kamu bawa butiran air kecil itu, tidak akan ada gunanya dibanding dengan api Namrud yang akan membakar Nabi Ibrahim?"

Semut itu menjawab, "Memang air ini tidak akan bisa memadamkan api itu, tapi paling tidak semua akan melihat bahwa aku dipihak yang mana".

Di sisi lain, cicak ikut meniup api yang dibuat oleh Namrud agar semakin membesar. Memang tiupan cicak tidak seberapa dan tidak akan membesarkan kobaran api itu, tapi dengan apa yang dilakukannya semua tahu cicak ada di pihak yang mana.

Akibat keberpihakannya ini, cicak dianjurkan untuk dibunuh.

"Dari Sa'ad ibn Abi Waqqash bahwasannya Nabi Muhammad saw memerintahkan untuk membunuh cicak. Dan beliau menamakannya (cicak ini) hewan kecil yang fasik" (HR. Muslim)

“Dahulu ia meniup api yang membakar Nabi Ibrahim as.” (HR. Bukhari dari Ummu Syarik)

Maraji': Shahih Qashashil Anbiya’ (Ibnu Katsir)

***

Lalu, di manakah keberpihakan kita saat ini? Di golongan 'semut' yang membela kebenaran atau di golongan 'cicak' yang membela kefasikan?
By.

Menjadi Semut atau Cecak, Mana Pilihanmu?


SekolahMurabbi.com - Bantahan secara ilmiah datang setelah dilakukan penggalian arkeologis di tengah padang pasir antara Baghdad dengan Teluk Persia. Tempat ini merupakan bekas peradaban Sumeria Kuno. Penggalian dipimpin oleh Leonard Woolley dari The British Museum dan University of Pensylvania. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat suatu lapisan tanah berupa endapan lumpur. Kesimpulan dari penemuan ini adalah bahwa pernah terjadi banjir besar yang menenggelamkan peradaban Sumeria Kuno.

Penyelidikan arkeologis di beberapa tempat kemudian mendapatkan keterangan, banjir melanda daerah yang memang sangat luas, yakni membentang 600 km dari utara ke selatan dan 160 km dari barat ke timur. Banjir itu telah menenggelamkan sedikitnya empat kota masyarakat Sumeria kuno, yakni Ur, Erech, Shuruppak dan Kish.

Adapun pendapat yang memperkuat bahwa bangsa Sumeria adalah kaum Nabi Nuh yaitu adanya cerita yang mirip dengan kisah Nabi Nuh yang disebut Kisah Gilgamesh. Dalam cerita tersebut, Nuh bernama “Utnaphishtim” yang juga mendapat perintah supernatural untuk membangun bahtera dan menyelamatkan diri dari banjir raksasa. Utnaphishtim juga melepaskan burung untuk mengetahui apakah banjir telah surut atau belum, persis seperti apa yang dilakukan oleh Nabi Nuh as.

Dengan demikian, terbantahkanlah pendapat para ahli kitab Kristen yang bersikukuh bahwa banjir Nabi Nuh as. terjadi secara global. (SM)
By.

Utnaphistim, Kisah Nabi Nuh versi Sumeria (2)

 
SekolahMurabbi.com - Kisah Nabi Nuh as. yang—dengan izin Allah—menyelamatkan kaumnya yang beriman dan menenggelamkan mereka yang ingkar dan durhaka dikenal dalam agama Islam, Kristen dan Yahudi dengan versi yang sedikit berbeda. Islam mengabadikan kisah ini dalam beberapa bagian dalam Alquran. Bahkan ada surat di juz 29 yang dinamai dengan nama sang nabi. Kristen dan Yahudi mengetahui kisah ini dari Perjanjian Lama.


Sedikit perbedaan yang dimaksud adalah bahwa Alquran menegaskan bahwa banjir yang terjadi bersifat regional atau lokal. Hal ini didasarkan pada firman Allah:

“ Dan tidaklah Rabbmu membinasakan kota-kota sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezhaliman. (Surat Al-Qashash: 59)

Berbeda halnya dengan Alquran, kitab Perjanjian Lama yang sudah tidak asli itu menggambarkan bahwa banjir di zaman Nabi Nuh terjadi di seluruh muka bumi.

Dan Tuhan melihat bahwa kejahatan manusia di bumi adalah besar, dan bahwa setiap imajinasi dari pikiran-pikiran dalam hatinya hanya perbuatan jahat. Dan ini menjadikan Allah menyesali bahwa Dia telah menciptakan manusia di bumi, dan ini menyedihkan hati-Nya. Dan Tuhan berkata, ‘Aku akan membinasakah manusia yang telah Kuciptakan dari permukaan bumi, kedua jenis yang ada, manusia dan binatang, dan segala yang merayap, dan unggas-unggas di udara, yang mereka telah mengecewakan-Ku yang telah menciptakan mereka.’ Akan tetapi, (Nabi) Nuh mendapatkan kasih sayang di mata Tuhan. (Kejadian, 6: 5-8).

Namun kitab yang sudah tidak asli tentu saja salah dan Alquran selamanya benar. Ayat-ayat Perjanjian Lama terbantahkan dengan pertanyaan-pertanyaan: jika banjir terjadi secara global, sebesar apa bahtera Nabi Nuh hingga memuat seluruh jenis spesies yang ada di muka bumi (kita tahu bahwa Allah memerintahkan Nabi Nuh untuk menaikkan setiap jenis hewan yang ada ke dalam bahtera)? Dengan teknologi yang rendah dan jumlah orang yang beriman sangat sedikit, berapa lama waktu yang mereka butuhkan untuk mengumpulkan hewan-hewan di Amerika, Asia hingga kutub utara dan selatan dan membawa pulang ke tempat tinggal mereka? Sungguh ini telah terbantahkan secara logis. (SM)
By.

Utnaphistim, Kisah Nabi Nuh versi Sumeria (1)

Sumber gambar: sekolahminggu.net

SekolahMurabbi.com - "Ya Rasulullah,” ujar lelaki yang mendatangi Nabi hendak sampaikan keadaannya. “Aku mengalami paceklik.” Demikian kondisi si laki-laki yang tak disebut namanya dalam riwayat yang dirunut kevalidannya dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu.


Dengan roman sedih, Nabi pun menjawab, “Mereka (para istriku) pun tidak memiliki suatu makanan apa pun.” Karenanya, beliau pun mengumumkan kepada sahabat-sahabatnya yang mulia. “Siapa pun yang menjamu tamuku ini,” janji sang Nabi dengan amat pasti, “dia akan dirahmati Allah Ta’ala.”

Tanpa berpikir panjang, seorang laki-laki tampan nan gagah dari sahabat Anshar pun berdiri seraya menyahut, “Ya Rasulullah,” ujarnya, “aku sanggup menjamunya.”

Maka, sang tamu pun diajak ke rumahnya. Kala itu, hari sudah malam. Kepada istrinya, lelaki ini sampaikan perintah, “Di ruang tamu ada tamunya Rasulullah. Tolong suguhkan semua makanan yang kita miliki, wahai istriku sayang.”

Bukan hendak menolak, sang istri pun menyampaikan fakta terkait makanan di rumahnya, “Demi Allah, kita hanya memiliki makanan untuk si kecil.”

Seperti diilhami ide cemerlang yang lahir dari ketulusannya untuk memuliakan Rasulullah, sang suami pun berkata, “Jika demikian, rayulah anak kita supaya tidur ketika dia merasa lapar.” Selain itu, katanya sampaikan sebuah strategi tak biasa, “Jangan lupa, kita matikan lampu saat tamu Rasulullah ini hendak makan.”

“Biarlah malam ini,” pungkas sang suami dengan amat yakin, “kita lipat perut kita.”

Padahal, jika laki-laki surga dan istrinya ini menyampaikan kondisinya, insya Allah sang tamu Nabi yang mulia pun akan mau membagi makanannya. Tetapi, yang dilakukan ini menjadi bukti kecintaannya kepada Nabi dengan memuliakan tamu kekasihnya itu.

Keesokan harinya, lelaki surga dari kalangan Penolong Muhajirin ini pun mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau mengatakan kepada para sahabat, “(Semalam), Allah Ta’ala takjub kepada sepasang suami-istri.”

Sang baginda terkasih pun menyampaikan, lantaran amal mulia sepasang suami-istri tersebut, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Allah Ta’ala menurunkan Firman-Nya di dalam surat al-Hasyr [59] ayat 9,

“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) mencintai orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.”

Siapakah sepasang suami istri mulia ini? Mereka adalah Abu Thalhah al-Anshari dan Ummu Sulaim Radhiyallahu ‘anhuma. Dari pernikahan nan barakah ini, Allah Ta’ala kurniakan 9 anak yang semuanya menjadi ahlu al-Qur’an. Masyaa Allah… (Muslimahcorner)

By.

Allah Takjub pada Pasangan Suami Isteri Ini


SekolahMurabbi.com -   Nama aslinya adalah Abu Ali Al-Hasan bin Hani Al-Hakami. Dia dilahirkan pada 145 H (747 M) di kota Ahvaz di negeri persia (iran), dengan darah dari ayah Arab dan ibu Persia mengalir ditubuhnya. Ayahnya Hani Al-Hakam merupakan anggota legiun militer marwan II. Sementara ibunya bernama Jalban, wanita persia yang bekerja sebagai pencuci kain wol. Sejak kecil ia sudah yatim. Sang ibu kemudian membawanya ke Bashrah, Irak. Di kota inilah Abu Nawas belajar berbagai ilmu pengetahuan.


Abu Nawas dianggap sebagai salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik. Abu Nawas juga muncul beberapa kali dalam kisah seribu satu malam. Bagi masyarakat muslim Indonesia, nama Abu Nawas atau Abu Nuwas juga bukan lagi sesuatu yang asing. Abu Nawas dikenal terutama karena kelihaian dan kecerdikannya melontarkan kritik-kritik tetapi dibungkus humor mirip dengan Nasruddin Hoja. Sebagian kalangan mengatakan bahwa Abu Nawas adalah tokoh sufi, filsuf, sekaligus penyair. Ia hidup dizaman khalifah Harun Ar-Rasyid di Baghdad (806-814 M). Dalam Al-Wasith fil Adabil Arabi wa Tarikhihi, Abu Nawas digambarkan sebagai penyair multivisi, penuh canda, berlidah tajam, pengkhayal ulung dan tokoh terkemuka sastrawan angkatan baru.

Namun sayan, karya-karya ilmiahnya justru jarang dikenal di dunia intelektual. Ia hanya dipandang sebagai orang yang suka bertingkah lucu dan tidak lazim. Kepandaiannya menulis puisi menarik perhatian khalifah Harun Ar-Rasyid. Melalui musikus istana, Ishaq Al-Wawsuli, Abu Nawas dipanggil untuk menjadi penyair istana (Syairul Bilad).

Seorang sahabatnya, Abu Hifan bin Yusuf bin Dayah, memberi kesaksian, akhir hayat Abu Nawas sangat diwarnai dengan kegiatan ibadah. Mengenai tahun meninggalny, banyak versi yang saling berbeda. Ada yang menyebutkan tahun 190 H/806 M. Ada pula yang 195 H/810 M, atau 196 H/811 M. Sementara yang lain tahun 198 H/813 M dan tahun 199 H/814 M. Ia dimakamkan di Syunizi di jantung kota Baghdad.

Sumber : Ensiklopedi Lengkap Dunia Islam 
By.

Siapa Sebenarnya Abu Nawas?

SekolahMurabbi.com - Setangguh apapun orang ia pasti memiliki kelemahan. Bentuknyapun beragam. Bisa berupa fitnah wanita, tahta dan harta hingga sifat dan karakter tertentu. Anda pasti ingat kisah rahib yahudi yang me
lakukan pembunuhan dan murtad di akhir hayatnya. Ia memang faham ilmu agama, namun syaithan berhasil memperdaya dan mengalahkannya dengan syahwat wanita. Karena itu, para pemenang adalah orang yang tahu sisi kelemahannya dan mengerti bagaimana menutup celah tersebut.

Salah satu sahabat nabi yang bernama Abu Mihjan juga memiliki kelemahan. Beliau tidak bisa menahan diri godaan khamr atau miras. Jauh memeluk islam, beliau yang dikenal sebagai sastrawan arab tersebut tak bisa lepas dari dunia miras. Kecanduan terhadap barang haram itu sering beliau ungkapkan dalam syairnya. Bahkan, saking cintanya kepada khamr beliau pernah berwasiat jika meninggal nanti agar dikubur dibawah pohon anggur. "Aku ingin akar-akarnya membasahi tulangku. Aku takut setelah mati tidak bisa mencicipinya lag". Kata beliau.

Setelah memeluk islam pada 9 hijriah, kebiasaan lama itu masih susah dihilangkan. Beberapa kali beliau berurusan dengan pengadilan dalam kasus mabuk-mabukan. Pernah suatu ketika, Umar bin khattab merazia rumah beliau setelah mendapat berita bahwa tempat tersebut menggelar pesta miras. Saat tiba dilokasi, beliau hanya menemukan Abu Mihjan si pemilik rumah dan satu orang tamu. Abu mihjan tak suka dengan cara Umar merazia rumahnya dan memprotes. "Kamu tidak boleh melakukan ini, karena Allah mengharamkan perbuatan tajassus (memata-matai)." Umar tidak menangkapnya dan hanya membiarkannya.

Pada kasus lain, Abu mihjan bersama sekelompok orang tertangkap basah mabuk-mabukan. Mereka tidak bisa berkelit karena bukti sangat jelas. Masih ada sisa anggur, mulut merekapun masih menguapkan aroma arak. Mereka lalu dibawa ke tempat Umar bin khattab guna menjalani pemeriksaan.

"Kalian sungguh berani minum khamr padahal Allah dan Rasulullah mengharamkannya".

Salah satu tersangka memprotes. " Allah dan Rasulullah tidak mengharamkan khamr untuk kami. karena ada ayat yang mengatakan :

"Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa dan beriman, dan mengerjakan ama;-amal yang shaleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan." (QS Al Maidah : 93)

Mereka menganggap bahwa diri mereka bebas menikmati makanan dan minuman apa saja, meski haram asalkan beriman dan bertakwa kepada Allah. Umar yang sangat hati-hati dalam menafsirkan ayat meminta Ali bin Abi Thalib untuk menguraikan syubhat tersebut. Ali mentahkan argumen mereka:

"Jika makna ayat tersebut seperti itu, maka bangkai, darah dan daging babi hukumnya juga halal (asalkan yang mengkonsumsinya beriman dan bertakwa)".

"Lalu apa hukuman yang tepat untuk mereka?" Tanya Umar.

"Jika mereka minum arak karena meyakini hukumnya halal. Hukumannya adalah hukuman mati. Karena menghalalkan benda yang diharamkan oleh Allah. Tapi jika mereka tetap meyakini bahwa khamr haram, mereka dijatuhi hukuman had (cambuk)".

Umar lalu bertanya kepada terdakwa. " Apakah khamr halal atau haram?"

"Kami tahu bahwa arak itu haram. Kami berkelit karena kami menduga bahwa ayat tersebut dapat meringankan atau membebaskan kami dari hukuman."

Atas pernyataan itu, Umar menyatakan mereka bersalah dan menjatuhkan hukuman cambuk.

Satu persatu terdakwa menjalani hukuman. Abu mihjan berurusan dengan Umar dalam kasus miras memang tak hanya sekali. Beberapa kali beliau tertangkap dan dihukum, namun tak jua jera. Karena itu, Abu mihjan diasingkan di Bahrain. Itu pun tak berlangsung lama sebab beliau kabur dari Bahrain dan bergabung dengan pasukan Islam yang berjihad melawan bangsa Persia.

Saat berada di Qadisiyah, Abu mihjan kembali berurusan dengan hukum dalam kasus yang lagi-lagi sama, miras. Saab bin Abi Waqqash sang panglima perang pun benar-benar geram. Karena tidak sepatutnya seorang mujahid berbuat demikian. Apalagi dalam berjihad sangat dianjurkan beramal shalih dan menjauhi maksiat. Saad merantainya dalam tahanan. Bagi Saad, urusan perang lebih penting daripada menyelesaikan kasus Abu Mihjan. Hingga saat pertempuran berlangsung, Saad tetap melarangnya bertempur.

Letak perkemahan pasukan Islam sebenarnya jauh dari medan perang, tapi Abu mihjan dapat mendengar riuh rendah suara perang; teriakan, gelegar takbir, hingga ringkikan kuda beradu dengan dentingan pedang. Abu mihjan resah tak kuasa menahan keinginan berjihad. Meski dikenal dengan pecandu khamr, beliau juga ingin berkhidmat kepada Allah dan membela agama ini. Namun apa daya,karena satu ulah kesempatan berjuang nyaris sirna.

Abu mihjan menghiba kepada Istri Saad, "Lepaskan aku. Lalu izinkan aku menggunakan kuda Saad untuk bertempur. Jika Allah menakdirkanku gugur, keinginanku akan terwujud. Jika aku masih hidup, aku berjanji kembali lagi kesini dan menjalani hukuman."\

Istri Saad tidak berani melanggar perintah suaminya. Namun Abu mihjan terus meyakinkan bahwa ia tidak ingin kabur. Akhirnya, istri Saad melepaskannya. Tanpa menunggu waktu, Abu mihjan segera memacu kuda ke arena pertempuran. Saad melihatnya berjuang dengan gagah berani. Saad yang saat itu tidak bisa terjun langsung ke arena bersorak dan memberi semangat kepada Abu mihjan.

"Maju terus Abu mihjan, kalahkan musuhmu!"

Perang semakin genting, pasukan persia kian terdesak. Tanda-tanda kekalahan mereka didepan mata. Bagi Saad pasukan Islam tidak boleh kalah dalam perang ini, Jika kalah, perjuangan mereka akan terhenti. Begitu pula dengan lawan, jika kalah, imperium persia yang sudah berabad lamanya akan berakhir. Pada akhirnya, perang tersebut dimenangkan oleh kaum muslimin.

Setelah perang usai, Saad menemui Abu mihjan yang sedang berada ditahanan. Saad bangga dengan aksi heroik Abu mihjan. Namun, tak bisa mengusir rasa benci saat melihat Abu mihjan tak bisa lepas dari miras.

Saad lalu berkata, " Aku tak akan menghukummu. Aku akan melepasmu".

Abu mihjan faham bahwa Saad menghapus hukumannya agar ia bertobat. Karena itu beliau bertekad mentalak khamr untuk selamanya.

"Mulai hari ini aku tidak akan minum khamr lagi".

Beliau membuktikan janji tersebut. Benar benar meninggalkan minuman laknat tersebut dan meleburkan diri  dalam perjuangan jihad. Kemudian Abu mihjan menghilang, tak ada yang tau kemana beliau pergi selain berita bahwa beliau terus berjihad dan tak pernah pulang kembali.

Sumber : Majalah Ar-risalah Edisi 141 hal 34-45
By.

Abu Mihjan, Mujahid Penakluk Khamr

“Tidak ada artinya Israel jika tanpa Yerusalem. Tidak ada artinya Yerusalem tanpa Haikal Sulaiman!” –David Ben Gurion, Perdana Menteri Pertama Israel.

Zionis Israel dari hari ke hari semakin menjadi-jadi kelakuannya. Bukan lagi sekadar berpindah dan hidup di tanah orang, kini mereka berlomba-lomba menebar ketakutan di kehidupan umat Islam Palestina, mengguncang daratan dengan bom dan ancaman. Melepas roket yang berkeliaran di angkasa tak tahu akan menimpa daerah mana. Semuanya karena satu alasan: Mereka mengklaim diri sebagai Bangsa terbaik, sementara bangsa lain adalah budak mereka.

Dalam Talmud, kitab Zionis Israel hari ini, bahkan disebutkan bahwa mereka adalah anak-anak Allah yang dijanjikan kepemimpinan di muka bumi, mereka berhak memerintah siapa saja dan menjadikan umat-umat selain mereka sebagai permainan. Membunuh jadi biasa, mengancam apalagi. Malah, suatu kesenangan bagi mereka jika melihat kaum muslimin dalam kesusahan yang sangat.

Berikut ini adalah sebagian pernyataan-pernyataan Tokoh Zionis Israel yang hingga hari ini diabadikan rakyat Israel sebagai pijakan mereka dalam berbuat, dan sebagai aturan main mereka dalam membantai. Pernyataan ini bersumber dari materi penting berjudul Aqliyyah Tausi’iyyah lil Yahud, yang diampu oleh Syaikh Ahmad Ali Muqbil, Ketua Dewan Ulama Palestina :

Pertama, Batas teritori Negara Israel tidak mempunyai aturan baku. Perdana Menteri pertama Israel, David ben Gurion pernah mengatakan, “Batas teritori Negara kita adalah batas akhir langkah kaki kita”. Perkataannya yang licik itu berumber dari Taurat yang sudah diubah yang berbunyi, “Setiap jengkal tanah yang dilalui oleh telapak kaki kalian, maka Akan Aku berikan pada kalian, seperti yang Aku janjikan pada Musa.”

Bukan sebuah rahasia, bahwa Negara Israel yang dirancang oleh Theodore Herzl pada tahun 1897 adalah sebuah negara theokrasi (sesudah Vatikan, Republik Islam Iran, dan Emirat Islam Afghanistan), yang terkait erat dengan ajaran Talmud tentang “Tanah Israel” (Erzt Israel). Negara Israel adalah satu-satunya negara di dunia yang tidak memiliki perbatasan yang’ jelas, atau dengan kata lain, tidak memiliki perbatasan sama sekali, baik dalam gagasan maupun dalam konstitusinya. Luas wilayah negara Israel yang dibentuk tidak pernah ditentukan.

Rencana “Israel Raya”, yang sedari awal berdirinya Israel oleh Theodor Hertzl direncanakan akan membentang dari Sungai Nil hingga Sungai Eufrat. Dengan kata lain, mereka memiliki rencana besar untuk menguasai tanah Mesir, Iraq, Jazirah Arab, Turki, dan Sudan. Sebuah skanario yang membahayakan. Hal itu secara tegas digambarkan lewat bendera Israel, di mana ada dua garis biru yang mengapit bintang david, yang maknanya adalah rencana besar mereka menguasai negeri-negeri dari sungai Nil sampai Sungai Eufrat di Iraq.

“Setiap kalian wajib berjuang dan bekerja keras dalam perang dan diplomasi, hingga tiba saatnya berdiri imperium Israel Raya yang wilayahnya membentang dari Sungai Nil sampai Sungai Eufrat”, ungkap David Ben Gurion dalam pidatonya di depan mahasiswa Universitas Ibrani tahun 1950 masehi.

Kedua, Menghancurkan seluruh sesuatu di atas Yerusalem selain milik Yahudi. Theodor Hertzl, pendiri Zionisme modern dalam pidatonya di Konferensi Zionis I di kota Basel Swiss 1897 berkata, “Jika suatu hari kita telah mendapatkan Kota Al-Quds, sedangkan Aku masih hidup dan masih bisa berdiri, maka akau tidak akan meyia-nyiakan kesempatan untuk menghancurkan segala hal di atas Al-Quds selain tempat suci Yahudi, dan Aku akan hancurkan seluruh bangunan yang telah bertahan sepanjang generasi.”

David ben Gurion berkata, “Tidak ada artinya Israel tanpa Al-Quds. Dan tidak ada artinya Al-Quds tanpa Kuil Sulaiman”.

Ketiga, Ekspansi dan peperangan adalah aqidah kaum Zionis Yahudi. David Ben Gurion berkata, “Sesungguhnya Taurat adalah kitab kepemilikan Israel yang abadi. Siapapun yang mengingkari dan melawan kehendak Yahudi, maka ia telah mengingkari perintah Tuhan”,dilanjutkan dengan Taurat yang telah dipalsukan di kitab kejadian pasal 15, “Tuhan membuat perjanjian dengan Abraham, mengatakan, Kepada keturunanmu akan saya berikan tanah ini, dari sungai Mesir sampai ke sungai besar Eufrat.”

Keempat, Yahudi berada di atas segala bangsa dan umat manapun. Moshe Heiss, pemimpin gerakan Zionis pernah mengungkapkan dengan kesombongannya, “Bahwa Bangsa Yahudi berada di atas segala bangsa! Hak-hak sejarah mengatakan bahwa tanah Israel adalah janji Tuhan untuk kami, dan ini adalah keyakinan setiap Orang Yahudi, baik yang beriman maupun tidak.”

Kelima, Setelah menaklukkan Al-Quds, Zionis menargetkan penyerangan ke Madinah. Moshe Dayan, panglima tertingga tentara Zionis Israel, ketika ia memasuki gerbang Al-Quds setelah memenangkan perang melawan koalisi bangsa Arab berkata dengan angkuh, “Dari Yerusalem ini, kita akan berangkat menyerang Madinah! Hari ini telah aku buka jalan menuju Babil dan Yatsrib (Madinah), Saatnya membalas dendam di Khaibar!”

Begitu angkuhnya, tentara Israel ketika mereka pertama kali memasuki Al-Quds di tahun 1967 berteriak,” Muhammad telah mati dibelakang gadis-gadis kecil! Muhammad telah mati di belakang gadis-gadis kecil! Agama Muhammad telah mati dan pergi!”

Ketika Israel berhasil memasuki Al-Quds, David ben Gurion berteriak sombong, “Inilah hari terindah sejak hari didirikannya Negara Israel, ibukota kita Yerusalem telah menjadi bagian dari kita!” Lalu ia mengutip kalimat dari Talmud, “Hancurkan segala yang berdiri, nodai semua yang suci, bakar segala yang hijau, agar tanah ini bisa digunakan bagi Yahudi!”

Keenam, Mereka mengklaim kasar bahwa Bangsa selain Yahudi adalah Budak dan keledai yang mesti patuh pada Yahudi. Seperti yang tertera jelas di Protokol Zionisme, “Sesungguhnya para ghayyim –bangsa selain yahudi- telah Allah ciptakan sebagai keledai untuk bangsa pilihan Allah. Setiap kali satu keledai mati, maka yahudi bisa mengendarai keledai yang lain.”

Ketujuh, Mereka menganggap kekuasaan selain Yahudi adalah hasil rampasan dan Yahudi berhak merebutnya kembali. Seperti yang tertera di Taurat yang telah diubah oleh mereka di Yehezkiel, “Setiap hukum selain hukum Yahudi adalah hukum yang cacat. Setiap kekuasaan selain kekuasaan Israel adalah hasil rampasan.”

Inilah sekelumit dari rangkaian panjang penjelasan yang menerangkan kepada kita bagaimana Zionis Israel bekerja, untuk siapa mereka bekerja, dan dengan apa landasan yang mereka pakai untuk menghalalkan segala penjajahan di atas tanah Palestina. Semoga datang kesempatan lainnya kita bisa membahas lebih banyak agar semakin dalamlah pemahaman kita tentang Zionis Israel.

Zionis Israel Tidak Bertuhan

Apa yang menjadi sumber hukum Zionis Israel hari ini bukanlah berasal dari taurat Asli atau ajaran nabi Musa Alaihissalam. Mereka telah mengubah-ubahnya dengan sesuka hati mereka, sehingga isi kitab yang mestinya menunjukkan kebenaran pada mereka malah berisi teks-teks yang bermuatan nafsu belaka.

Zionisme sendiri bukanlah sebuah agama, ia adalah sebuah ideologi yang bahkan pengikutnya bukanlah seorang yahudi yang beriman. Kebanyakan dari pengikut pemahaman Zionisme adalah mereka yang telah jauh dari agama Yahudi dan lebih memilik menjadi ateis. Itulah mengapa, dalam setiap pekerjaan dan pembantaian yang mereka lakukan, selalu saja muncul ketakutan dan kepengecutan di setiap jiwa mereka.

Semoga akan datang suatu hari nanti, kita bisa membebaskan Al-Aqsha dari cengkraman penjajahan Zionis Israel, dan bersama-sama menjalankan shalat berjamaah dalam keadaan merdeka, tanpa tekanan, tanpa penindasan. InsyaAllah, kita sedang on the way menuju hari itu. Amin.

Wallahu a’lam bis shawab


Sumber: dakwatuna.com 

Inilah Pernyataan Mengerikan Tokoh-Tokoh Yahudi

Sekolahmurabbi.com

Sekolahmurabbi.com adalah Media Informasi Keislaman yang dikelola oleh anak-anak muda.
Sekolahmurabbi.com menyajikan artikel dan informasi dasar-dasar keislaman yang dibutuhkan bagi para murabbi dan mutarabbi.

© | About Us | Kirim Tulisan | The Team | Contact Us | Privacy Policy | Disclaimer
Design by Hasugi.com