/
Artikel Terbaru
Artikel Terbaru ...

‘Islam Nusantara’, Upaya Mengkotak-kotakkan Islam?

Published On: 15.06.00 By : Unknown In :

Pemunculan istilah Islam Nusantara yang diklaim sebagai ciri khas Islam di Indonesia yang mengedepankan nilai-nilai toleransi dan bertolak belakang dengan 'Islam Arab' telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan penganut Islam di Indonesia.

Walaupun dianggap bukan istilah baru, istilah Islam Nusantara belakangan telah dikampanyekan secara gencar oleh ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama, NU.

Dalam pembukaan acara Istighotsah menyambut Ramadhan dan pembukaan munas alim ulama NU, Minggu (14/06) di Masjid Istiqlal, Jakarta, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj mengatakan, NU akan terus memperjuangkan dan mengawal model Islam Nusantara.

"Yang paling berkewajiban mengawal Islam Nusantara adalah NU," kata Said Aqil, yang dibalas tepuk tangan ribuan anggota NU yang memadati ruangan dalam Masjid Istiqlal.

Menurutnya, istilah Islam Nusantara merujuk pada fakta sejarah penyebaran Islam di wilayah Nusantara yang disebutnya "dengan cara pendekatan budaya, tidak dengan doktrin yang kaku dan keras."

"Islam Nusantara ini didakwahkan merangkul budaya, melestarikan budaya, menghormati budaya, tidak malah memberangus budaya," katanya.

Dari pijakan sejarah itulah, menurutnya, NU akan terus mempertahankan karakter Islam Nusantara yaitu "Islam yang ramah, anti radikal, inklusif dan toleran."

Said Aqil menegaskan, model seperti ini berbeda dengan apa yang disebutnya sebagai "Islam Arab yang selalu konflik dengan sesama Islam dan perang saudara."

Jokowi dukung Islam Nusantara
Ketika awal mula dikampanyekan, muncul dukungan terhadap model Islam Nusantara yang disuarakan kelompok atau tokoh perorangan Islam yang berpaham moderat. Presiden Joko Widodo saat berpidato dalam membuka Munas alim ulama NU di Masjid Istiqlal, Minggu (14/06), menyatakan dukungannya secara terbuka atas model Islam Nusantara.

 "Islam kita adalah Islam Nusantara, Islam yang penuh sopan santun, Islam yang penuh tata krama, itulah Islam Nusantara, Islam yang penuh toleransi," kata Presiden Jokowi.

Selain Presiden Jokowi, suara senada sebelumnya juga disuarakan sejumlah pejabat Indonesia lainnya, termasuk Presiden Jusuf Kalla yang lebih sering memakai istilah Islam Indonesia. Tetapi secara hampir bersamaan lahir pula kritikan dan penolakan terhadap istilah Islam Nusantara, yang diwarnai perdebatan keras terutama melalui media sosial atau dalam diskusi terbuka.

Secara garis besar, penolakan pada istilah Islam Nusantara karena istilah itu seolah-olah mencerminkan bahwa ajaran Islam itu tidak tunggal.

Buah Pemikiran Masih Dangkal
Ketua Bidang Fatwa dan Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat, H. Gusrizal Gazahar, Lc. M.Ag.

“Kita kadang-kadang melihat hubungan antara budaya dengan Islam itu terlalu sempit, seolah-olah kita mempraktekkan ajaran Islam yang dulunya adalah budaya Arab. Memang orang Arab itu punya tradisi sebelum Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam datang membawa risalah Islam. Itu tidak bisa diingkari,” jelas Gusrizal.

Ketika budaya diadopsi seperti itu apakah tetap masih bisa dikatakan sebagai budaya nusantara? Menurut Gusrizal juga tidak bisa, sebab umat Islam mengamalkan ajaran tersebut sebagai syariat Islam.

 “Jadi membawa budaya menjadi Islam begini, Islam begitu, atau Islam Nusantara, saya rasa itu pemikiran yang sangat dangkal. Dan itu masih pemikiran dalam ranah bidayah (permulaan, red) saja,” tegas Gusrizal. (Atjehpost)

Tentang Penulis

Komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sekolahmurabbi.com

Sekolahmurabbi.com adalah Media Informasi Keislaman yang dikelola oleh anak-anak muda.
Sekolahmurabbi.com menyajikan artikel dan informasi dasar-dasar keislaman yang dibutuhkan bagi para murabbi dan mutarabbi.

© | About Us | Kirim Tulisan | The Team | Contact Us | Privacy Policy | Disclaimer
Design by Hasugi.com