SekolahMurabbi.com - Momentum Muharram lekat sekali dengan peristiwa hijrah. Sebab hijrahlah yang dipilih oleh kaum muslimin sebagai patokan penanggalan Islam. Maka kemudian muncul istilah kalender Hijriah yang berarti penanggalan yang mengacu pada peristiwa hijrahnya kaum muslimin dari Mekkah ke Madinah.
Berbicara seputar hijrah, Rasulullah
sendiri menegaskan bahwa hijrah tidak akan berakhir sampai hari Kiamat tiba.
Tentu, hijrah di kemudian hari semakin mengalami perluasan makna. Dalam arti
yang sebenarnya, hijrah adalah perpindahan fisik demi penyelamatan aqidah. Dari
definisi sederhana ini, apa yang baru saja dilakukan oleh saudara-saudara kita
dari Rohingya adalah hijrah dalam arti yang sebenarnya. Termasuk juga upaya
yang dilakukan oleh saudara-saudara kita di Suriah yang menyeberang hingga ke
daratan Eropa dengan tujuan menyelamatkan agamanya dari teror Syiah.
Dalam arti yang lebih luas lagi,
hijrah adalah berpindah dari comfort zone ke uncomfort zone demi
perbaikan aqidah. Definisi ini memungkinkan muslimah yang memutuskan untuk
berhijab secara syar’i dari sebelumnya tidak berhijab atau berhijab asal-asalan
sebagai bagian dari golongan orang-orang yang berhijrah. Sebab tidak berhijab
atau berhijab asal-asalan, ikut trend, modis dan sebagainya adalah area
nyaman yang tidak mengekang apa yang disebut-sebut sebagai kebebasan
berkespresi. Sementara berhijab secara syar’i berarti memutuskan untuk
mengikuti aturan dan bersiap untuk dikatakan ketinggalan zaman, emak-emak, dan
sebagainya yang semua itu jelas-jelas sangat tidak nyaman (jika dilihat dari
kacamata duniawi).
Contoh lain adalah muslim yang
berkomitmen untuk menjaga shalat berjamaah lima waktu di mesjid dari sebelumnya
masih sering meninggalkan shalat juga bisa digolongkan ke dalam bagian orang-orang
yang berhijrah. Meninggalkan shalat adalah area nyaman sementara berkomitmen
untuk menjaga shalat lima waktu berjamaah di mesjid adalah hal sulit yang
seringkali berhadapan dengan tantangan dan godaan yang besar.
Di atas semua itu, Allah memuji hamba-hambaNya
yang memutuskan untuk berhijrah. Dalam surah Al-Hasyr ayat 8, Allah sebutkan
mereka sebagai golongan shadiqun (orang-orang yang benar). Dalam surah
Al-Anfal ayat 74, Allah katakan golongan yang berhijrah atas dasar keimanan dan
jihad sebagai al-mu’minun haqqan ( golongan orang-orang yang beriman
dengan sebenar-benarnya).
Lalu apa lagi? Jika kita lihat ayat
72 dari surah Al-Anfal, hijrah menjadi pembeda di kalangan kaum mukmin. Allah
tegaskan bahwa kewajiban melindungi orang-orang yang beriman baru ada setelah
mereka berhijrah. Mereka yang belum (siap) berhijrah tidak ada hak sama sekali
untuk mendapatkan pertolongan.
Maka bila melihat sejarah, kita akan
terpesona dengan apa yang dilakukan oleh kaum Anshar kepada Muhajirin yang
tentunya terjadi atas hidayah Allah.
Hijrahlah yang menjadi pembeda.
Mereka yang tulus ikhlas meninggalkan elemen-elemen duniawi demi kehidupan
ukhrawinya ditolong oleh Allah dengan sebaik-baik pertolongan. Lihatlah kaum
Anshar yang berbondong-bondong mengulurkan tangan. Tak peduli mereka sendiri
sebenarnya juga memerlukan uluran tangan dari yang lain.
Hijrahlah yang menjadi pembeda.
Ketika mereka siap menerjunkan diri sepenuhnya di jalan Allah, maka tidak ada
pembatas lagi antara mereka dengan orang-orang yang lebih dulu telah ada di
sana. Ikatan keduanya bahkan kini lebih kuat dari ikatan darah.
Hijrahlah yang menjadi pembeda.
Mereka yang memutuskan keluar dari area nyaman sebenarnya justru sedang menuju
ke area yang jauh lebih nyaman lagi. Area itu adalah hidup dalam aturan Allah
yang indah dan menenangkan.
Sekali lagi, hijrahlah yang menjadi
pembeda!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar