SekolahMurabbi.com - Bagaimanakah karakteristik muslimah ideal itu?
Jawaban dari
pertanyaan ini dapat kita temukan diantaranya dari lembaran sejarah generasi
unggul, para muslimah alumnus madrasah kenabian, yakni Asma binti Abu Bakar,
Fatimah binti Khattab, Sumayyah, Asma binti Umais, Shafiyah binti Abdul
Muthalib, Asy-Syifa binti Abdullah, dan Asma binti Yazid.
Madrasah
kenabian telah melahirkan generasi yang unggul dalam hal akhlak, prestasi, dan
kemuliaan. Mereka adalah manusia-manusia teladan sepanjang zaman, dengan
karakternya yang unik. Baik dari kalangan lelaki, maupun perempuan. Mereka
laksana bintang-bintang di angkasa, mengukir dunia dengan keimanan,
ketangguhan, sepak terjang, semangat, ilmu, dan pengabdiannya pada kebenaran
Islam.
Diantara
sifat dan keteladanan yang ditunjukkan para muslimah di masa Nabi adalah:
Kesabaran
mereka dalam mendukung dakwah
Anda tentu
mengetahui Asma binti Abu Bakar yang
dijuluki Nabi sebagai dzaatun nithoqoin (sang pemilik dua ikat
pinggang), karena ia telah membelah ikat pinggangnya menjadi dua bagian untuk
membawa dan menyembunyikan makanan dan minuman yang akan diantarkannya kepada
Rasulullah SAW bersama Abu Bakar ke gua Tsur pada hari hijrah.
Asma pernah
merasakan penyiksaan dari musuh Allah, Abu Jahl, yang datang kepadanya untuk
menanyakan tempat persembunyian ayahnya. Namun Asma memilih tutup mulut,
sehingga hal ini membuat Abu Jahl marah, lalu menempelengnya dengan keras
hingga anting-anting Asma terlempar dari telinganya.
Selain itu,
sejarah mencatat wanita mulia lainnya, Ummu Hakim. Ia rela
menempuh perjalanan panjang dengan sedikit bekal, bermaksud menyusul suaminya
Ikrimah bin Abu Jahl yang melarikan diri selepas futuh Makkah. Atas kehendak
Allah, ia dapat bertemu suaminya yang saat itu sudah sampai di pantai dan
bersiap-siap naik kapal. Ummu Hakim mengajak suaminya agar berislam, ia
jelaskan kesempurnaan Islam dan keluhuran budi Rasulullah SAW, sehingga
tumbuhlah benih-benih kebaikan dalam jiwa Ikrimah.
Anda tahu
kisah Ummu Syarik? Sejak iman telah merasuk ke dalam hatinya dan menyadari
kewajiban agamanya yang lurus, dia pun mengisi hidupnya untuk menyebarkan
dakwah tauhid. Dia memulai dakwahnya dengan mendatangi para wanita Quraisy
secara sembunyi-sembunyi. Setelah melakukan dakwah secara bergerilya beberapa
lama, penduduk Makkah kemudian menangkapnya dan menyerahkan kepada keluarganya.
Ummu Syarik kemudian disiksa oleh keluarganya dengan cara dijemur di bawah
terik matahari selama tiga hari dan dipaksa meninggalkan Islam. Dalam kondisi
payah, dimana pikiran, pendengaran dan penglihatannya seolah-olah telah hilang,
ia hanya bisa menjawabnya dengan isyarat jari ke langit sebagai ungkapan
tauhid. Dalam kondisi seperti itu Allah menurunkan karamahnya, tiba-tiba Ummu
Syarik melihat ada satu timba yang turun dari langit berisi air sejuk
menggelantung di hadapannya hingga ia bisa minum sampai puas dan menyiramkan
air itu ke atas kepala, wajah, dan pakaiannya.
Kesabaran
menghadapi kesulitan hidup
Sifat dan
keteladanan dalam menghadapi kesulitan hidup ditunjukkan Asma binti Abu Bakar
yang sabar hidup serba kekurangan bersama suaminya Abdullah bin Zubair. Ia rela
membantu pekerjaan suaminya merawat kuda dan memasak. Ia biasa mengangkut kurma
di atas kepalanya dari kebun yang jaraknya sejauh 2/3 farsakh dari rumahnya (1
farsakh kurang lebih 8 km).
Memiliki
Keterampilan
Wanita-wanita
alumnus madrasah kenabian, bukanlah wanita-wanita pasif. Mereka memiliki bidang
keahlian atau keterampilan hidup yang sesuai dengan zamannya. Ummu Kultsum memiliki
keterampilan kebidanan. Shafiyah binti Abdul Muthalib dikenal sebagai wanita
yang pandai bersyair. Ia pun sering terlibat dalam peperangan untuk mengobati
pasukan yang terluka bersama muslimah lainnya seperti Asma binti Yazid, Ummu
Sulaim, Ummu Haram, dll. Asy-Syifa binti Abdullah adalah wanita yang pandai
menulis dan mampu mengajarkannya pada para muslimah-muslimah lainnya.
Aktif
terlibat dalam jihad fi sabilillah
Pada masa
Nabi, bukan hanya kaum pria saja yang terjun ke medan jihad. Para wanita pun
turut andil di dalamnya sesuai dengan kemampuannya. Shafiyah binti Abdul
Muthalib turut serta dalam perang Uhud, Khandaq, dan Khaibar sebagai pengobar
semangat dan merawat yang terluka. Bahkan dalam Perang Khandaq ia berhasil
membunuh seorang Yahudi yang mengintai dan mengancam keselamatan para wanita di
Madinah. Hal ini dilakukannya setelah Hasan bin Tsabit merasa enggan
melakukannya.
Masih ada
lagi sederet daftar nama para wanita muslimah yang terlibat dalam jihad fi
sabilillah: Asma binti Yazid terjun di perang Yarmuk dan berhasil membunuh 9
orang tentara Romawi. Ummu Haram binti Milhan turut dalam perang Cyprus dan
gugur dalam perjalanan pulang. Ummu Hakim binti Al-Harits terlibat dalam
pertempuran di Marjus Shafar dan berhasil membunuh 7 orang tentara Romawi
sebelum mati syahid. Ummu Umarah (Nasibah binti Ka’b) turut dalam perang Uhud
dan mendapatkan 13 luka. Sedangkan dalam peperangan penumpasan Musailamah
Al-Kadzab dan pengikutnya ia mendapatkan 12 luka.
Berilmu
Aktivitas
belajar mengajar adalah aktivitas yang juga digemari para shahabiyah. Sehingga
mereka menjadi orang-orang yang berilmu.
- Pada masa-masa awal Islam,
Fathimah binti Khatab bersama suaminya Sa’id bin Zaid belajar Al-Qur’an
kepada Khabbab bin ‘Arat.
- Asma binti Yazid adalah
shahabiyah yang dikenal rajin menyimak hadits-hadits Nabi dan paling
berani bertanya tentang masalah-masalah agama. Ia juga sering dijadikan
jubir kaum wanita untuk bertanya pada Nabi. Diantara perkara yang pernah
ditanyakannya pada Nabi adalah masalah jihad bagi kaum wanita.
- Ummu Waraqah adalah penghafal quran yang baik bacaannya.
Karena itu ia diangkat Nabi menjadi imam bagi kaum wanita.
- Asy-Syifa binti Abdullah selain
pandai menulis ia pun banyak belajar hadits dan sering diminta pendapat
oleh Khalifah Umar bin Khattab dalam berbagai persoalan. Bahkan pada masa
kekhalifahan Umar, Asy-Syifa binti Abdullah diangkat menjadi pengawas
pasar Madinah.
- Rubayyi binti Muawwidz adalah
adalah salah seorang muslimah yang menjadi rujukan para sahabat senior
dalam masalah hadits-hadits Nabi.
Berani menuntut
keadilan
Sikap dan
keteladanan dalam hal ini ditunjukkan Khuwailah binti Tsa’labah yang terkenal
dengan kasus dzihar yang menyebabkan turunnya awal surat Al-Mujadilah.
Menjadi
partner suami yang baik dalam rumah tangga
Sebelumnya
sudah disebutkan, bahwa Asma binti Abu Bakar biasa turut membantu pekerjaan
rumah tangga: memberi makan kuda, menumbuk kurma, mengambil air, memasak roti,
dan mengangkut kurma. Semuanya itu dilakukannnya dengan sabar atas dasar
keimanan dan ketaatan pada Allah SWT.
Ummu Sulaim
mampu menjadi penyeimbang suaminya, Abu Thalhah, dalam menghadapi musibah.
Kisahnya yang terkenal adalah ketika anak mereka yang masih balita, Abu Umair,
meninggal dunia karena sakit. Ummu Sulaim menghadapi kematian anaknya dengan
sabar dan ridha. Ia kemudian meminta kepada keluarganya untuk tidak
memberitahukan terlebih dahulu berita kematian Abu Umair kepada Abu Thalhah
yang sangat menyayanginya.
Saat Abu
Thalhah pulang dan bertanya keadaan Abu Umair, Ummu Sulaim menjawab: “Dia
lebih tenang daripada sebelumnya.”. Abu Thalhah merasa gembira karena
mengira anaknya sudah sembuh. Ummu Sulaim kemudian menghidangkan makan malam
yang lezat, setelah itu ia bersolek melebihi biasanya dengan memakai pakaian,
perhiasan, dan wangi-wangian yang terbaik hingga Abu Thalhah tertarik dan
mengajaknya berjima’.
Ummu Sulaim
melakukan itu karena tidak ingin melihat suaminya bersedih. Dia ingin agar
suaminya tidur nyenyak. Barulah di akhir malam ia bertanya pada suaminya: “Wahai
Abu Thalhah, bagaimana pendapatmu bila suatu kaum meminjami sesuatu kepada
suatu keluarga, lalu kaum itu meminta kembali pinjamannya. Bolehkah keluarga
tadi menahannya?”
Abu Thalhah
menjawab: “Tentu saja tidak boleh.”.
Ummu Sulaim
bertanya lagi: “Apa pendapatmu jika keluarga itu sangat keberatan untuk
dimintai mengembalikan pinjaman tersebut setelah mereka keenakan
memanfaatkannya.”
Abu Thalhah
kemudian berkata: “Tidak, menahan separonya pun tentu tidak boleh.”
Ummu Sulaim
berkata: “Sesungguhnya anakmu adalah titipan Allah dan kini Allah telah mengambilnya,
maka relakanlah anakmu.”
Dalam hal
ini, Ummu Sulaim telah mengajarkan kepada setiap pasangan hidup, bahwa sebagai
suami istri hendaknya mereka saling menopang dan menguatkan dalam menghadapi
suka duka kehidupan.
Jangan lupa,
menjadi partner yang baik itu bukan hanya dalam hal pekerjaan rumah tangga atau
dalam hal menghadapi peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan keluarga.
Dalam perkara ‘sepele’ sekali pun, misalnya dalam perkara jima’ (hubungan
intim), kita harus berusaha memposisikan diri menjadi partner yang baik. Hal
ini dicontohkan Asma binti Umais yang pandai menyenangkan suami dalam hal
menikmati kehidupan seksual, sehingga suaminya, Ali bin Abu Thalib, pernah
berkata: “Kalian keliru jika beranggapan bahwa tidak ada perempuan yang
syahwatnya bergelora. Tidak ada perempuan yang mempunyai sifat demikian, selain
Asma binti Umais.”
Semoga kita
dapat meneladani wanita-wanita mulia ini.
Maraji: Nisaau Haula
Rasul karya Mahmud Mahdi Istanbuli dan Musthafa Abu Nashr Asy-Syilbi
(Al-Intima')
Tidak ada komentar:
Posting Komentar