/
Artikel Terbaru
Artikel Terbaru ...

Sorry, Gue Lagi Futur!

Published On: 19.33.00 By : Unknown In :
Orang yang sedang futur seringkali memisahkan diri dari jamaah. (Sumber: negeriseribukata.blogspot.com)

SekolahMurabbi.com - “Akh, antum kenapa gak datang liqa'?”
“Afwan jiddan, akhi. Ana lagi futur.”

“Afwan ukhti, kajian jumatan kemarin kok gak hadir ya?”
“Hiks… hiks… ukhti, ana lagi futur.”

Percakapan serupa terdengar di berbagai kesempatan lainnya. Bisa jadi tidak terang-terangan mengakui kefuturan, tapi berkelit dengan dalih-dalih duniawi lainnya yang prioritasnya tidak lebih penting dari menghadiri liqa’ atau kajian. Futur, penyakit lima huruf itu, acapkali dijadikan kambing hitam atas absennya seorang muslim di majelis-majelis kebajikan.

Sebenarnya masalahnya bukan ketika seseorang mengalami kefuturan. Sebab rasanya kebanyakan—jika bukan semua—manusia pernah merasakannya. Dengan kata lain, futur adalah sesuatu yang tak bisa terhindarkan. Ibnul Qayyim dalam kitabnya, Madrijus Salikin, berkata, “Saat-saat futur bagi para salikin (orang-orang yang meniti jalan menuju Allah) adalah hal yang tak dapat terhindarkan.”

Yang menjadi masalah adalah ketika berlama-lama apalagi menikmati futur. Liqa’ pekan pertama bulan ini tidak datang dengan alasan futur. Rupanya liqa’ pekan kedua, alasannya juga sama. Ini yang masalah. Kajian tsaqafah rutin pekan lalu absen. Pekan ini juga. Ketika ditanya, alasannya sama. Ini musibah.

Saya rasa kita semua sepakat bahwa futur adalah penyakit, tepatnya penyakit ruh. Itu artinya orang yang sedang futur adalah orang sakit. Maka jika ada orang yang senang berlama-lama menderita sakit apalagi menikmatinya, itu pertanda ada yang tak beres dengannya. Kalau bukan pikirannya yang sedang kacau, bisa jadi jiwanya bermasalah. (Coba sesekali yang sering mengkambinghitamkan si futur diperiksa kondisi kejiwaannya!)

Maka ketika futur hinggap di ruh antum, melemahkan semangat dakwah antum yang sebelumnya merah saga, mengurangi amalan-amalan sunnah antum yang dulunya tak pernah bolong, mengeraskan hati antum hingga nasehat demi nasehat terpantulkan; yang harus antum camkan adalah hadits berikut ini.

“Sesungguhnya seorang hamba itu ada yang melakukan amalan ahli neraka padahal ia termasuk ahli surga, dan ada pula yang mengamalkan amalan ahli surga padahal ia termasuk ahli neraka. Sesungguhnya amal itu tergantung pada KESUDAHANNYA.” (HR. Bukhari).

KE-SU-DAH-AN alias akhir. Bayangkan bagaimana jadinya jika malaikat maut mendatangi antum yang berstatus futur mode on. Di saat itu, antum tidak berada dalam kondisi ruhiyah terbaik seperti sebelumnya. Amalan sunnah tak ada, amanah demi amanah terbengkalai dan antum sibuk dengan urusan duniawi yang tak pernah usai. Rugi! Antum tidak mengakhiri performa dengan meyakinkan. Mungkin tidak sampai ke tahap su-ul khatimah (na’udzubillah), tapi mungkin antum masuk ke husnul khatimah kasta paling bawah. Ah, rugi betul itu!

Segera! Segera lakukan terapi agar futur menjauh dari ruh antum. Segera akhiri ke-menyendiri-an itu (bukan kesendirian, jangan salah paham). Futur seringkali menyerang orang yang terpisah dari jamaah. Sabda Rasul saw., “Syetan itu akan menerkam manusia yang menyendiri, seperti serigala menerkam domba yang terpisah dari kawanannya.” (HR. Ahmad). Ketika performa ibadah mulai terasa menurun, jangan jauh-jauh dari jamaah orang-orang shalih. Sebab itu gejala futur. Ketika terbersit keinginan untuk menunda-nunda pekerjaan dan amanah, cepatlah minta nasihat dari mereka yang sedang on fire. Sebab itu juga gejala futur. Ketika urusan duniawi mulai menggeser posisi ukhrawi di hati, lekaslah menyibukkan diri dalam kerja-kerja jamaah. Sebab itu pun gejala futur.

Lalu, banyak-banyaklah bermuhasabah, mengingat mati, nikmat surga dan azab neraka. Bila perlu, menangislah. Kalaupun tidak bisa, pura-puralah menangis. Air mata yang mengalir kerapkali sukses meluluhkan hati yang membaja.

Terakhir, jadikan futur sebagai titik balik untuk meroketkan kualitas dan kuantitas ibadah. Analoginya mungkin seperti seorang narapidana yang baru saja dilepaskan dari tahanan. Ia akan menjadi warga terbaik di kotanya untuk membuktikan kepada kepala negara bahwa ia memang layak untuk dibebaskan.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang futurnya membawa ke arah muraqabah (merasa diawasi oleh Allah) dan senantiasa berlaku benar, tidak sampai mengeluarkannya dari ibadah-ibadah fardhu, dan tidak pula memasukkannya dalam perkara-perkara yang diharamkan, maka diharapkan ia akan kembali dalam kondisi yang lebih baik dari sebelumnya.” (Kitab Madrijus Salikin).

Tentang Penulis

Komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sekolahmurabbi.com

Sekolahmurabbi.com adalah Media Informasi Keislaman yang dikelola oleh anak-anak muda.
Sekolahmurabbi.com menyajikan artikel dan informasi dasar-dasar keislaman yang dibutuhkan bagi para murabbi dan mutarabbi.

© | About Us | Kirim Tulisan | The Team | Contact Us | Privacy Policy | Disclaimer
Design by Hasugi.com