/
Peserta aksi GEMAR memagi-bagikan kaos kaki kepada masyarakat di pantai Ulee Lheu (16/2).

SekolahMurabbi.com - Dalam rangka memperingati hari Gerakan Menutup Aurat (GEMAR) 14 Februari, mahasiswa-mahasiswi yang tergabung dalam Forum Silaturrahim Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK Aceh), LDK FOSMA Unsyiah dan LDF se-Unsyiah menyelenggarakan aksi yang bertujuan untuk mengingatkan dan mengajak masyarakat untuk dapat menutup aurat secara syar’i.


Kegiatan yang mengusung tema Aceh Menutup Aurat ini berlangsung di seputaran pantai Ulee Lheu, Banda Aceh pada hari Kamis, 16 Februari 2017. Bentuk kegiatan yang dilaksanakan yaitu longmarch (pawai) dan freeze mob (mematung di tengah keramaian). Hal ini untuk mengkampanyekan dan mengajak seluruh masyarakat, khususnya pengunjung pantai Ulee Lheu, untuk menutup aurat secara syar’i. Para peserta aksi juga tampak membagikan ratusan pasang kaos kaki dan ratusan brosur syi’ar dakwah kepada para pengunjung pantai Ulee Lheu. Sebelum longmarch, para peserta juga melaksanakan NGAOS (Ngaji On the Street) di jembatan dekat Masjid Baiturrahim Ulee Lheu.

Lebih dari 50 orang ikut serta dalam aksi ini. Ini merupakan partisipasi mereka untuk ikut berdakwah kepada masyarakat. Aksi ini merupakan puncak acara Gerakan Menutup Aurat wilayah aceh yang diselenggarakan semenjak tanggal 9 Februari 2017 melalui kampanye/syi’ar lewat media-media sosial dan aksi menulis opini bersama seluruh LDK se-Aceh.

“Menurut saya, kegiatan yang diselenggarakan oleh FSLDK Aceh dan LDK se-Unsyiah ini sangat positif. Apalagi kami semua terjun langsung kepada masyarakat untuk membantu mengingatkan dan membantu menyempurnakan menutup aurat di kaki, dengan membagikan kaos kaki. Kegiatan ini sebenarnya diselenggarakan di seluruh Indonesia setiap tahunnya. Harapan kami agar masyarakat Aceh, khususnya muslimah, yang hampir semuanya sudah memakai jilbab, dapat menyempurnakannya dengan memakai kaos kaki. Karena kaki juga merupakan aurat perempuan. Dan kami berharap, kegiatan seperti ini bisa diselenggarakan lagi ke depan setiap tahunnya, ungkap Roma Itona selaku koordinator aksi.

Kegiatan ini mendapat perhatian yang besar dari pengunjung pantai Ulee Lheu. Banyak pengendara yang berhenti untuk melihat freeze mob, dan terlihat banyak pengunjung yang mengambil gambar saat aksi berlangsung. (it)





By.

FSLDK Aceh Peringati Gerakan Menutup Aurat 2017


SekolahMurabbi.com - Judul di atas terkesan vulgar. Tapi percayalah, beberapa orang kerap melontarkan kata ‘gatal’ kepada mereka yang memutuskan untuk segera menikah di usia muda. Seolah-olah tak sanggup menjaga nafsu. Seolah-olah tiada lagi benteng iman di dalam dada mereka.


Tidak benar seseorang dikatakan pemuda tangguh bila dalam waktu yang sangat lama ia sanggup hidup sendiri. Itu bukan prestasi. Dan tak layak dinikmati. Allah tak sedang bercanda dengan firmannya, ‘Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu... (24:32)’. Rasul pun tak sedang asal ajak para pemuda untuk segera menikah. Terkait hal ini, hadits yang berhubungan dengan anjuran menikah dan larangan membujang tidak sedikit jumlahnya.

Tak pantas siapapun melontarkan kata gatal untuk mereka yang berusaha untuk menikah diusia muda. Tidak pantas! Meski dengan bahasa yang lebih halus. Tak jarang bahkan sumbunya adalah dari orang-orang yang telah berhasil melewati masa muda yang getir. Alih-alih merespon positif saat mendengar ada yang berucap ingin menikah, kita malah mematahkan semangat dan membiarkan para pemuda hidup hampa dalam waktu lama. Hati-hati dengan komentar!

Ya, kita memang harus realistis mengatakan bahwa berumah tangga tidaklah semudah dan senikmat yang dibayangkan. Tetapi, tidak menjadi elok juga bila pada akhirnya terjadi akumulasi kengerian bertengger di benak seseorang hingga membuatnya menunda apalagi berhenti melangkah. Penyebabnya, komentar-komentar yang tak sedap, ‘Ngapain cepat-cepat nikah. Gatal kali kamu. Kalau ngerti agama harusnya bisa tahan nafsu. Puasa. Kamu pikir kehidupan berumah tangga gampang, susah tau! Belum lagi ngurus ini ngurus itu bla bla bla...’

Lihatlah bagaimana rasul utarakan motivasi menikah kepada segenap pemuda dalam tutur kalimat yang bijak, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud, ia berkata, “Kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai kelompok pemuda yang tidak mempunyai apa-apa.” Beliau bersabda, , “Wahai para pemuda, barangsiapa sudah memiliki kemampuan, maka hendaknya ia menikah, karena menikah dapat meredam keliaran pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, hendaknya ia berpuasa, sebab puasa adalah sebaik-baik benteng diri.” (HR. Bukhari-Muslim) Bandingkan dengan komentar sebelumnya. Pilihlah kata-kata.

Para sahabat Nabi saat kali pertama mereka mendengar perkataan Rasulullah langsung berupaya memenuhinya. Tersebutlah sahabat Abdullah bin Amru bin Ash, Abu Usaid As-Sa’di, Jabir bin Abdillah bin Amru bin Haram, Usahamah bin Zaid, Umar bin Abi Salamah, Abdullah bin Abi Hadrad. Para pemuda tersebut segera menunaikan wasiat Rasulullah, betapapun kondisi sulit yang tengah mereka hadapi. Kitab-kita sirah menceritakan untuk kita contoh-contoh pernikahan dini mereka.

Karena dunia sudah dipenuhi keliaran yang menginjak-injak norma dan etika. Dimana orang baik-baik bahkan terseret dan tak bisa terbebas dari perilaku zina. Sulit sekali rasanya. Maka, kepada mereka yang berusaha meredam gejolak syahwatnya lewat jalan menikah dengan segera. Ucapkanlah selamat! Jangan bibir menjadi gatal berbicara entah apa-apa.

'Gatal' Menikah

Sumber gambar: suaramerdeka.com
SekolahMurabbi.com - Sulit sekali memikirkan solusi ketika kau terjebak antara lautan luas tak berkapal di hadapan dengan kejaran musuh beraroma kematian dari belakang. Bani Israil, kala itu dipimpin oleh Nabi Musa as, mungkin mengira perjuangan mereka akan berakhir di pantai laut Merah. Perkiraan yang sangat masuk akal itu terbantahkan setelah Allah perintahkan sang Nabi untuk membelah laut dengan pukulan tongkatnya. Kemudian hanya ada keajaiban yang tidak masuk akal. Air tidak hanya menyelamatkan Bani Israil dari kisah tragis tapi juga mencabut nyawa Firaun dan bala tentaranya yang sadis bengis.

Ketika sepasukan besar pimpinan Abrahah menyerbu Makkah, Abdul Muthalib yang menjaga Ka’bah hanya bisa pasrah. Wajar kalau ia berpikir bangunan bersejarah itu sebentar lagi akan rata dengan tanah. Lalu Allah mengirim burung-burung yang membawa batu dari sijjil.

Dalam musim dingin yang amat sangat, musuh bersiaga di depan menanti-nanti kelengahan penjagaan sementara kau diliput rasa takut dan lapar karena sekutu perangmu berkhianat; apa yang bisa kaulakukan? Para sahabat Rasulullah di masa perang Khandaq tak bisa berbuat banyak. Beberapa mulai tumbang berguguran karena kelaparan. Siapa yang menjadi juru selamat? Pasti Allah Yang Maha Perkasa. Badai dingin tiba-tiba saja bertiup memporakporandakan kemah-kemah Quraisy dan Ghatafan. Kaum yang ingkar itu luluh lantak.

Ketika usaha sudah maksimal dan kemudian hanya ada jalan buntu kautemui di sana, serahkan saja semuanya pada Allah. Ketika tawakkalmu benar, Allah akan mengirimkan bala bantuan yang tak terlihat, tentara yang tak disangka-sangka.

Hari-hari ini, kita ditunjukkan pada sebuah pemahaman bahwa siapapun yang menguasai media, ia telah memiliki segalanya. Lalu dengan segala kecongkakannya, ia seolah bebas melakukan apa saja. Menghina, menghardik, mencaci siapapun yang berseberangan.

Di hadapan kekuatan raksasa yang dimilikinya itu, kita kemudian merasa kecil sekali. Upaya kita meluruskan berita yang disimpangsiurkan, hoax-hoax yang bertebaran, hasil survei bayaran dan fitnah-pelecehan-caci-maki yang gencar seperti mencelupkan setetes air di lautan. Rakyat yang sudah terbiasa serba instan cenderung mengasup informasi dari media-media kelas satu yang dulunya kredibel.

Berhentikah kita?

Melihat Musa yang baru berhenti ketika sudah tak bisa lagi meneruskan perjalanan, Abdul Muthalib yang baru pasrah setelah upayanya sia-sia, para sahabat Rasulullah yang terus bersiaga sampai ajal tiba; rasanya perjuangan kita belum seberapa. Sebelum seluruh akses diblokir, tangan kaki dibelenggu, mulut-mulut dibekap, dan tubuh-tubuh dipenjara; kita masih punya kewajiban untuk berjuang.
By.

The Unpredictable Armies


SekolahMurabbi.com - “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan debatilah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl : 125)
 
Salah satu cara mengajak orang kepada kebaikan adalah dengan perdebatan. Sayyid Quthb dalam tafsirnya, Fi Zhilalil Quran, menjelaskan bahwa cara yang baik dalam berdebat adalah tidak menzalimi, meremehkan dan mencela orang dan pendapat yang berseberangan. Sebab hakikatnya, mendebat bukan untuk membenarkan diri dan mengalahkan orang lain tapi untuk menyampaikan kebenaran yang hakiki.

Ahmad Deedat dan muridnya, Zakir Naik, mungkin adalah dua dari sekian banyak penyeru kebaikan yang memilih jalan ini. Keduanya, kita tahu, berhasil memperkenalkan Islam kepada jutaan orang hingga tak sedikit yang hadir di seminar mereka memutuskan untuk menjadi muslim. Mengapa Ahmad Deedat dan Zakir Naik begitu sukses di dakwah jidal? Jawabannya adalah allati hiya ahsan, menggunakan cara atau metode yang baik.

Dalam video Dr. Zakir Naik yang disebar viral di YouTube, kita tak menemukan sekalipun ia marah terhadap berbagai argumen kacau yang ditujukan nonmuslim tentang Islam. Malah, Naik lebih sering tersenyum dan memuji pertanyaan audiennya. Naik pernah mengakui ketertarikannya berdiskusi dengan seorang atheis. “Sebab kalian paling mirip dengan Islam dibanding agama lain. Kalian mengakui tidak ada tuhan. Jika bersedia menambahkan ‘selain Allah’, maka kalian sudah menjadi orang Islam,” katanya disambut gemuruh tawa tangan hadirin.

Itulah ahsan. Sekalipun ada di pihak yang benar, kita tak perlu mencak-mencak. Kebenaran akan lebih menawan apabila diikuti oleh sikap ramah dan lemah-lembut.

Tapi cukupkah itu? Dari Zakir Naik kita belajar setidaknya ahsan itu adalah ramah sikapnya, santun bahasanya, jelas kalimatnya, terang analoginya, dan kuat argumennya.

Lalu apa hubungannya dengan kalimat di awal tulisan? Ini yang hendak saya sampaikan.

Nasihat adalah ekspresi cinta seorang muslim terhadap muslim lainnya. Sebab sejatinya, menasihati berarti peduli sedangkan peduli adalah tanda cinta. Dalam prakteknya, ada kaidah yang harus diperhatikan agar nasihat sebagai wujud cinta tak diterima dengan penuh benci; agar nasihat yang disampaikan dari hati akan sampai ke hati juga.

Saudaraku, jika berdebat saja Allah perintahkan untuk menggunakan cara-cara yang baik, mengapa kita tak menggunakan cara-cara yang lebih baik ketika bernasihat? Janganlah maksud mulia menasehati malah melukai karena disampaikan dengan cara-cara yang menyakitkan.

Apa saja cara yang tidak baik itu? Di antaranya adalah merasa benar, tidak berhati-hati memilih kata dan menasehati di tengah keramaian.
 
Sikap merasa benar tidak pernah melahirkan nasihat yang tulus. Ia hanyalah wajah lain dari penyakit suka menghakimi. Penasihat yang tidak berhati-hati memilih kata mungkin saja memiliki niat yang tulus tapi yang dinasihati akan mudah tersinggung. Akibatnya, nasihat diberikan tapi tak pernah diterima.
Sedang mengenai keramaian, Imam Syafi’i pernah berpesan, “Nasihati aku di kala sendiri sebab nasihat di keramaian seperti hinaan yang melukai hati.”

Harap dicatat, keramaian di zaman ini tidak mesti sekumpulan orang yang duduk di satu tempat dalam satu waktu. Di media sosial, keramaian bisa berupa grup obrolan, beranda Facebook, kolom komentar dan berbagai fitur yang memungkinkan banyak orang yang tak berkepentingan bisa mengaksesnya.

Kita tutup tulisan ini dengan sebuah kisah indah. Suatu malam, Imam Ahmad ibn Hanbal mengetuk pintu rumah salah satu muridnya, Harun ibn ‘Abdillah Al-Baghdadi. Begitu masuk, Imam Ahmad berjalan menjinjit hingga tak terdengar langkah kakinya. Harun terheran-heran mengapa gurunya mendatanginya tengah malam.

“Ada urusan penting apa sehingga tuan guru berkenan mengunjungiku tengah malam ini?” tanyanya penasaran.

Imam Ahmad tersenyum lalu menjawab, “Maafkan aku duhai Harun. Aku tahu kebiasaanmu tengah malam terjaga untuk menghafal hadits, karenanya aku mendatangimu.” Suara beliau pelan sekali seakan tak ingin didengar oleh selain Harun.

“Ada yang mengganjal ketika aku melihat majelismu tadi siang. Saat kau menerangkan hadits kepada murid-muridmu, mereka duduk di bawah terik sementara engkau bernaung di bawah pohon. Lain kali, jangan begitu. Duduklah sebagaimana muridmu duduk.”

Setelah memberi nasihat itu, Imam Ahmad pamit pulang dengan tetap berjingkat. Masya Allah, seorang guru yang ingin menasihati muridnya memilih waktu tengah malam agar tak seorangpun tahu. Betapa indahnya menasihati seperti ini.

Semoga Allah memperbagus akhlak kita. Semoga Allah senantiasa menghidayahi kita untuk saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran agar tak tergolong ke dalam orang-orang yang merugi.(yf)
By.

Menasi-hati

Senad Hadzick, pria Bosnia yang berjalan kaki ke Mekkah sejauh 7.500 km (Sumber gambar: kabarmakkah.com)

SekolahMurabbi.com - Ketika jiwa-jiwa terpanggil, kadang suasananya terlihat aneh. Bahkan bagi mereka yang tak merasa terpanggil, ini lebih tepat dikatakan konyol.

Lihatlah Hanzhalah, pengantin baru yang baru saja menikmati malam pertamanya. Ia bahkan tak sempat menyucikan diri dari janabah ketika panggilan untuk bertempur di Uhud datang. Perang!

Lihatlah mereka yang meninggalkan hangatnya selimut dan menerobos dinginnya malam untuk bermesra dengan Rabb mereka. Sekejap saja, mereka sudah larut dalam ayat demi ayat, doa demi doa dan bulir demi bulir air mata.

Lihatlah hujaj, mereka yang berbondong-bondong menunaikan rukun Islam yang kelima. Ada banyak pengorbanan yang mereka tempuh demi memenuhi panggilan ini. Ada pemulung yang rela menabung bertahun-tahun. Di negara kita, jamaah rela mengantri sampai 10 tahun lebih sebab kuota yang terbatas. Masya Allah!

Di antara sekian banyak kisah menakjubkan seputar haji, mari kita ambil satu saja. Muhammad Zafar Quadri namanya. Ia menyedot perhatian dunia pada 2001 lalu ketika menempuh perjalanan sejauh 18.000 km untuk menunaikan haji. Lelaki tua itu melakukannya dengan berjalan kaki selama hampir dua tahun!

Betapa aneh fenomena ini. Betapa yang dilakukan oleh jiwa-jiwa yang memenuhi panggilan itu tidak logis, pilihan yang—mungkin terlihat—bodoh dan merugi. Hanzhalah bin Abu Amir melepaskan dekapan istri yang hangat untuk menyambut kematian di medan perang. Zafar Quadri menghabiskan 4.000 dolar Amerika, bertarung dengan garangnya gurun, liarnya hutan, dan galaknya petugas perbatasan negara untuk sekedar menunaikan haji—dan setelah itu ‘tidak’ mendapat apa-apa. Mereka yang “lambungnya jauh dari tempat tidur” rela memutus mimpi dan tidur yang nikmat untuk kemudian ‘hanya’ bermunajat di atas selembar sajadah.

Betapa membingungkan apa yang mereka lakukan!

Tapi mari menengok ke sisi lain dari dunia ini. Kita sering menemukan pendaki-pendaki gunung yang menghabiskan banyak energi dan waktu demi berhasil menaklukkan puncak gunung. Everest, puncak tertinggi Himalaya, telah lama menjadi destinasi favorit para pendaki. Tak sedikit yang mengorbankan nyawa untuk itu.

Atau para miliarder yang rela menawar sebuah lukisan antik dengan harga tertinggi. Atau pesta kembang api pembuka tahun yang meriah menghabiskan dana yang tak sedikit. Dan banyak lagi.

Apa yang dicapai setelah itu? Kepuasan yang susah digambarkan dengan kata-kata.

Setelah membandingkan kejadian-kejadian di atas dengan tiga fenomena di awal tulisan, maka seakan kita menemukan secuil jawabannya. Secuil saja sebab motivasi spiritual yang menggerakkan jiwa-jiwa mukmin jauh lebih dahsyat. Ada kepuasan yang lebih tak tergambarkan, kepuasan yang jauh melampaui kata-kata, daripada sekedar berdiri di puncak gunung, menatap lukisan seni antik nan estetis atau menikmati gemerlapnya letusan kembang api di udara. Percayalah! (yf)
By.

Melampaui Kata-kata

Sumber gambar: sastralangit.wordpress.com
SekolahMurabbi.com - Mari menepi sejenak dari dunia yang hiruk-pikuk. Sebab rasanya tak ada yang lebih menyedihkan selain usia kita yang kian menua sementara iman di dada tak bertambah-tambah. Dan ajal yang kian menjelang sedang kita tak pernah siap menyambutnya.
 
Mari berhenti sejenak dari rutinitas kesibukan yang seakan tiada habisnya. Mari menutup mata kepala yang melihat dunia untuk membuka mata hati yang menatap jauh ke dalam jiwa. Kepadanya, mari kita bertanya.
Sebenarnya apa yang kita kejar di dunia ini? Pertanyaan ini selalu layak kita letakkan di urutan teratas pada setiap kali kontemplasi. Mungkin salah satu alasannya adalah karena keterbatasan waktu luang kita sementara tugas demi tugas terus menumpuk seperti batu yang tak henti ditimpukkan di atas kepala kita.

Ya, apa yang kita kejar? Karir yang cemerlang? Popularitas yang melambung? Tercukupkan segala kebutuhan materi? Atau kisah asmara nan penuh romantika?

Anggap saja kita berhasil. Apa yang kita kejar tercapai—meski sebenarnya selalu ada batas yang bias; secemerlang mana, sepopuler siapa, setercukupkan bagaimana, seromantis apa—lalu setelah itu apa? Apa lagi yang kita kejar?

Jika boleh jujur, ini pertanyaan yang pelik. Beruntungnya kita, sejarah menjawab pertanyaan ini melalui salah satu tokohnya yang cemerlang. ‘Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz nama tokoh itu. Seorang pemuda tampan rupawan, cerdas dan bangsawan. Ketampanannya membuat para gadis Madinah tergila-gila. Tingkah, tutur dan tampilnya yang stylish menjadi model panutan. Kecerdasannya sudah tak diragukan lagi sebab ia diasuh langsung oleh ‘Abdullah ibn ‘Umar ibn Khaththab, salah satu perawi hadits terbanyak. Kebangsawanannya adalah sebab ia putera ‘Abdul ‘Aziz ibn Marwan, adik dari khalifah ‘Abdul Malik ibn Marwan.

Tumbuh sebagai anak gubernur Madinah—jabatan paling bergengsi saat itu—membuat ‘Umar memiliki cita-cita yang unik. Di masa lajangnya, ia bercita-cita untuk bisa menaklukkan hati Fathimah binti ‘Abdul Malik, puteri jelita sang khalifah sekaligus sepupunya. ‘Umarpun berjuang mengejar cita-citanya. Kesungguhannya tak sia-sia. Setelah kematian ayahnya, khalifah ‘Abdul Malik memanggilnya ke Damaskus dan menikahkannya dengan Fathimah.

‘Umar memiliki cita-cita lain di bidang karir. Cita-cita yang tidak kalah berat dibanding cita-cita cintanya. Ia berkeinginan untuk menjadi gubernur Madinah. Oleh sebab itu, ‘Umar mempersiapkan diri secara moral dan keilmuan jauh-jauh hari. Usahanya itupun membuahkan hasil. Ketika khalifah ‘Abdul Malik, ayah mertuanya, meninggal dan digantikan oleh Al-Walid I, khalifah baru segera menunjuknya untuk menjadi gubernur Madinah.

Di Madinah, karirnya cemerlang. Ia membentuk dewan khusus yang membahas permasalahan provinsi sehingga keluhan-keluhan ke Damaskus, pusat pemerintahan Islam kala itu, berkurang. Ini membuat banyak orang tertarik untuk pindah ke sana, termasuk warga Irak yang kurang suka dengan pemimpin mereka, Al-Hajjaj ibn Yusuf Ats-Tsaqafi. Dampaknya, reputasi Ibnu ‘Abdul ‘Aziz semakin baik di mata masyarakat sekalipun kemudian khalifah memecatnya atas permintaan Al-Hajjaj yang tidak senang dengan perlakuan warganya.

Berhentikah ‘Umar? Tidak, cita-cita duniawi takkan pernah tercukupi. Begitulah, ia kemudian berkeinginan untuk menjadi khalifah. Lagi-lagi ambisi yang tidak gampang sebab ia sama sekali bukan keturunan ‘Abdul Malik. Tradisi kala itu, khalifah haruslah keturunan dari khalifah sebelumnya. Tapi ‘Umar lagi-lagi berhasil meraih cita-citanya, meski dalam kondisi ia sudah tak menginginkannya lagi. Allah menghidayahinya untuk meninggalkan kehidupan glamour duniawi dan kemudian memilih hidup zuhud berkesederhanaan.

Di sini, ketika ia memilih Allah dan akhirat sebagai orientasi, segala pretensi duniawinya menjadi tak berharga. Sebab cita-citanya jauh lebih mulia dan abadi. Tapi bukan berarti karirnya meredup dan sirna. Sejarah mencatat keajaiban sosial hanya pernah terjadi di masa pemerintahannya, di mana kala itu tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat sebab semuanya hidup berkecukupan. Tabarakallah, benarlah ketika manusia mengejar dunia, akhirat meninggalkannya. Tapi ketika orientasinya akhirat, dunia tak punya pilihan lain selain mengikutinya.

Semoga ada yang bisa kita pelajari dari cicit khalifah kedua kita ini. (yf)
By.

Apa Lagi Yang Kita Kejar?

SekolahMurabbi.com -



Sekelumit kisah ini hadir tidak terduga. Hanya bermodal satu inspirasi, saya kembali menuliskan beberapa paragraf, berharap menyisakan kebaikan dan kebermanfaatan.
Siapa yang tidak kenal dengan Napoleon Bonaparte? Ahh, barangkali kita pernah mendengar namanya, walau hanya satu kali. Sekalipun belum, itu artinya tulisan ini yang akan mengenalkannya pada kalian semua.
Lantas apa kaitan Napoleon dengan Mekanisme Hidayah? Simak dulu kisahnya….!!!

***
Napoleon adalah adalah sang tiran yang berhasil berekspansi hingga ke Rusia. Kebayang ya bagaimana luasnya Rusia, dan mampu ia kuasai bersama pasukannya. Ibaratnya, ia adalah Firaun di Benua Eropa. Napoleon berangkat dari Paris, ia bahkan hampir menguasai seluruh benua Eropa dan terus bervisi untuk memperluas wilayah kekuasannya. Hingga suatu hari perang di Uni Soviet terjadi antara pasukan Napoleon dengan tentara Rusia. Kemenangan sedang tidak berpihak di tangan kanan Napoleon. Ia dan pasukannya harus melarikan diri dari Rusia.

Salju yang lebat menyelimuti Rusia, sebelum berangkat Napoleon sudah menjelaskan kepada pasukannya untuk bersiap dan membawa bekal serta pakaian tebal untuk berlindung dan bertahan dari badai salju yang sangat hebat di Negara Rusia. Ternyata, tentaranya tidak terlalu menggubris arahan dari panglima Napoleon. Ada sejumlah tentara yang harus menyerah di tengah badai salju dan mati mengenaskan dalam balutan salju. Sejumlah tentara juga ada yang semakin melemah dan berhenti mengendarai kuda. Lantas tindakan apa yang Napoleon lakukan untuk membawa pulang pasukannya? Ternyata ia justru memerintahkan pasukan yang sudah lemah untuk membuka bajunya dan diserahkan kepada pasukan lain agar mereka mampu bertahan sampai berpulang ke Prancis. Pilu. Pastinya. Betapa kematian mereka hanyalah untuk menyelamatkan pasukan lain, berikut dengan visi kekuasaan yang bertepuk sebelah tangan.

Satu hal yang menarik adalah tentang lemahnya pasukan yang dipaksa oleh Napoleon untuk menyerahkan baju mereka kepada pasukan yang masih bertahan. Hal ini menunjukkan bahwa yang lemah tidak perlu ditunggu kuat. Lemah adalah faktor kemalasan yang telah menggerogoti jiwa seorang manusia. Tiadalah obat bagi sesuatu yang dinilai malas. Lebih baik fokus pada mereka yang lebih kuat dan serius berjuang.

Hal seperti ini hampir serupa dengan mekanisme hidayah. Tentu kalian sering mendengar bahwa hidayah itu harus dicari, bukan ditunggu. Perkataan bijak ini mengadung makna benar hampir seratus persen. Apapun jenis pergerakan yang kita lakukan, fokuslah pada orang-orang yang masih kuat dan mau berjuang. Maka tinggakan mereka yang senantiasa mengeluh dengan sejuta alasan. Akan sangat membuang waktu bila fokus kita terbagi, akan membuat jiwa ini lara dan berakhir merana dalam kekalahan.

Sudah begitu banyak yang mungkin kita temui, atau bahkan kita pernah menjadi bagian dari orang-orang mengeluh dan menyerah. Semoga Allah mengampuni kita. Allah dan Rasul-Nya begitu cinta pada hamba-hamba yang kuat dan beriman. Orang-orang yang amanah adalah tanda kebaikan iman dan kesempurnaan islam di dalam dadanya. Lantas, apakah kita mau menjadi sekelompok yang dibenci Allah? Mari kembali dan perbaiki diri.

Saya bergitu tertegun ketika mengetahui salah seorang teman saya ketika saya duduk di bangku SMP, kini telah menjadi pribadi yang lain, tentu ke arah yang lebih baik. Tipe yang dulunya supel dan bahkan pergaulan yang tergolong bebas, tapi kini berganti sebaliknya. Berubah 180 derajat. Pertanyaan saya, apakah ini kebetulan??? Tentu TIDAK…..!!!

Setiap masa ada orang-orangnya. Pedih bukan membaca kalimat ini? Lebih buruk lagi kalau justru kita bukanlah orang-orang yang dinilai baik dan bertanggung jawab atas amanah kebaikan. Setiap tujuan baik harus disegerakan. Sungguh tidak ada kerugian atasnya. Maka, bersegera kepada kebaikan itu adalah kewajiban. Memperbaiki diri adalah keharusan. Atas dasar apapun, kita adalah pilihan. Sungguh kerdil rasanya bila kita menistakan kehidupan. Bersiaplah menyambut masa depan…!!!!


*Penulis terinspirasi dari seorang teman SMP yang dulunya anti soal organisasi, tidak termasuk peduli apalagi tema religi. Justru hari ini penulis menyaksikan bahwa ia adalah sosok yang telah berganti menjadi pejuang dakwah garis depan di sebuah kampus di Aceh. Penulis seratus persen tertegun, dan berucap syukur sepenuhnya. Begitulah Allah telah membiarkan ia menjemput hidayah dan memelihara kebaikan atasnya. Sungguh setiap masa ada orang-orangnya. Amanah adalah sebuah keniscayaan, maka biarlah ia menetap sebagai bunga kehidupan.

Darussalam, 19 Agustus 2016
Muhammad Reza
 
By.

Tirani Napoleon dan Hidayah



SekolahMurabbi.com - Ada slogan yang terkenal dalam dunia sepakbola. Bunyinya: Say No To Racism, katakan tidak pada rasisme. Perang terhadap diskriminasi rasial telah mendapatkan perhatian khusus dari FIFA, badan sepakbola internasional, sejak adanya perlakuan yang tidak mengenakkan kepada pesepakbola berkulit hitam.
 
Menurut KBBI, salah satu arti rasisme atau rasialisme adalah paham bahwa ras diri sendiri adalah ras yang paling unggul. Dalam kasus sepakbola tadi, ini diekspresikan dalam berbagai tindakan seperti melempar pisang ke pemain berkulit hitam, mengeluarkan umpatan kotor, dan mengejek dengan menirukan aksi hewan, misalnya. Pemain yang berasal dari Afrika dan Amerika Latin atau berdarah dua benua tersebut paling sering menjadi korban. Sebut saja, Emmanuel Frimpong, Raheem Sterling, Mario Balotelli, Neymar, dan Hulk.

Sejauh ini, kasus demi kasus rasisme terus terulang di lapangan hijau. Sanksi-sanksi yang diberikan komite disiplin masing-masing negara, UEFA hingga FIFA belum memberikan efek jera yang maksimal.

Sekarang mari kita beralih ke medan dakwah. Saya tidak sedang membicarakan kisah Abu Dzar dengan Bilal ibn Rabah, radhiyallahu ‘anhuma. Ini rasisme jenis lain yang agak berbeda.

Perbedaan pendapat dalam menafsirkan Alquran dan hadits Rasulullah saw. tak dapat disangkal menjadi sebab munculnya berbagai jamaah dalam Islam. Adanya berbagai jamaah ini lantas memunculkan anggapan di kalangan masing-masing bahwa jamaah A lebih unggul, lebih shahih, lebih nyunnah daripada jamaah B, C dan seterusnya. Akibatnya sangat disayangkan, ada saudara kita yang mengaku dari jamaah X, misalnya, merendahkan, melecehkan, dan menghina saudara kita yang lain yang berasal dari jamaah Y.

Ini penyakit dalam tubuh umat ini. Adanya perasaan lebih unggul dan lebih shahih itu sebenarnya tindakan rasisme dalam bentuk lain. Padahal bukankah tidak ada jaminan surga untuk jamaah A yang lebih nyunnah? Bukankah belum pasti jamaah B yang menghalalkan demokrasi akan masuk ke neraka?

Tapi hebatnya, para pendakwah seperti tak sadar-sadar. Layaknya sedang mabuk, mereka terus berkutat di kekonyolan yang sama terus-menerus. Fokus dakwah seakan telah berubah arah dari mendakwahi orang yang salah menjadi mendebati orang yang tak sependapat. Hari ini, mereka terus disibukkan berargumen pada perkara-perkara khilafiyah yang para ulama sebelumnya telah bertoleransi atas ketidaksepakatan. Lalu dengan gampangnya, mereka melukai hati saudara-saudara jamaah lain yang punya pendapat berbeda dengan cap bid’ah, sesat, dan kafir! Padahal sanksi atas perlakuan rasis seperti ini diganjar dengan hukuman terberat oleh Allah.

Oh, pendakwah macam apa ini?

“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian haram atas kalian..” (HR Bukhari Muslim)

“Mencela seorang muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya kekufuran.” (HR Bukhari Muslim)

“Tidaklah seseorang menuduh orang lain dengan kefasikan atau kekufuran, melainkan akan kembali kepadanya tuduhan tersebut jika yang dituduhnya tidak demikian.” (HR Bukhari)

*Kutulis untuk mengingatkan diriku sendiri
By.

Rasisme dalam Dakwah



SekolahMurabbi.com -  Ibu minta diantar belanja kepasar malas-malasan, malah cari seribu alasan supaya jangan dia yang ngantar. Tapi kalau pacar yang minta jangankan ngatar, diajak keliling pasar sampai pusing pun dijabanin. Coba bayangkan sakitnya dimana tu?.
Kalau  jalan-jalan sama pacar dunia ini serasa milik berdua, selfianlah, inilah, itulah dan kalau jumpa sama kawan ngenalin pacarnya bagaikan pangeran tampan atau cinderella yang super cantik. Coba kalau jalan sama orang tuanya dunia ini gelap bagaikan gelap. Bagaimana nggak gelap coba mukanya ditutup-tutupin, mulutnya dimoyong-moyongin, matanya disipit-sipitin biar kalau jumpa sama kawan bisa pura-pura nggak lihat. Kalau ditanyai  pergi bareng siapa jawabnya ae...ae..ae...mungkin bisa jadi beda sih kalau orang tuanya kaya, modis dan lain-lain.
 Kakak atau adek minjam barang tiba-tiba rusak dikit,  marah atau ributnya tu kayak ayam kampung lagi bertelur. Coba kalau pacar yang rusakin, mau rusak  dikit  atau  rusaknya parah maka akan keluarlah ucapan “nggak  apa Yang!!! nanti diperbaiki kalau nggak bisa diperbaikin lagi nanti aku minta beliin yang baru sama mama aku” dengan suara yang super dilembut-lembutkan.
“Jangankan orang tua kawan pun akan ku dzalimi”
Cocok tu untuk judul film. “Rugi lo ganteng, pacar aja nggak punya, gue yang wajah pas-pasan bisa gandeng enam”.
“Iihh lo Masak mau jadi jomblower sejati, lihat gue mau jalan-jalan tinggal ngajak pacar, mau kemana-mana ada yang nganterin, mau makan apa aja ada yang beliin. Nah lo mau kemana-mana naik angkutan umum, mentok-mentok diantar sama ayah  atau abang lo sendiri”. “Dunia ini akan indah bila punya pacar” (ingat surganya Allah lebih indah). Orang yang memiliki pacar akan dengan senang hati membully kawanya yang jomblo. Bully yang sering dilontarkan akan membuat kawanya juga akan terjerumun dalam kemaksiatan . Akhirnya dengan senang hati Om Setan akan berkata “Terima kasih karena telah membantu Oom untuk mengajak kawan kalian melakukan maksiat dan Oom janji kita akan bersenang-senang di neraka nanti”.
Betul nggak sahabat Sekolah Murabbi kalau Pacar Itu Mendzalimi?.
Sahabat sekolah murabbi pernah nggak merasa dizhalomi sama orang yang pacaran atau sama pacarnya sendiri?. Nanti bisa dibuat judul film selanjutnya dengan judul.
“Akupun terdzalimi oleh pacarku sendiri”

Sahabat Sekolah Murabbi yok Sharing mungkin Sahabat punya cara atau trik-trik  untuk menangkal Bully-an dan perasaan terdhalimi dari orang yang pacaran.

Pacaran Itu Menzhalimi

Sekolahmurabbi.com

Sekolahmurabbi.com adalah Media Informasi Keislaman yang dikelola oleh anak-anak muda.
Sekolahmurabbi.com menyajikan artikel dan informasi dasar-dasar keislaman yang dibutuhkan bagi para murabbi dan mutarabbi.

© | About Us | Kirim Tulisan | The Team | Contact Us | Privacy Policy | Disclaimer
Design by Hasugi.com