SekolahMurabbi.com - Aku tau, bukan kuasa hatiku menerka-nerka siapa dirimu. Bahkan meski saat seorang lelaki shalih berlalu dihadapanku lalu membuat jiwaku bergetar syahdu, tetap kucoba tepis gundah, ia bukanlah pangeranku.
Duhai pangeranku.
Tenanglah, sampai saat ini aku masih tetap selalu menjaga
hatiku. Tak sedikit yang mencoba diam-diam mencuri sebongkah hati dan
seperangkat sinar serta singgasananya langsung atau melalui perantara. Aku tetap
tak bergeming. Aku sadar betul kewajibanku hanya menjaga hatiku agar tak
tergores sampai kupersembahkan padamu dalam kondisi sempurna, terjaga tanpa
cacat cela.
Kau benar-benar misterius bagiku. Mungkin saja engkau
sekarang sedang berada di belahan bumi lain. Bisa saja kau tidak jauh. Kau tengah
berada disekitarku. Mungkin saja kau partner kerjaku, sesuku bangsa denganku,
sesusah senang bersamaku dalam organisasi, tim dalam pelatihan, saudaranya dari
teman-temanku, teman dari ayah dan ibuku, sahabat dari teman-teman baikku. Entahlah,
tugasku hanya menjaga hati. Ya. Si penjaga hati. Siapakah yang akan
memilikinya? Itu bukan wewenangku.
Maafkan aku, kemarin lalu aku hampir saja menebak-nebak. Aku
pikir Lelaki yang terlihat di pojok mushalla itu dirimu. Sederhana saja,
lantunan suara azannya membuatku bergetar. Tapi maafkan sekali lagi. Kupikir itu
dirimu.
Akupun bukanlah gadis baik-baik dahulunya. Jadi, hatiku yang
kujaga ini pernah suram dan berkarat. Tetapi aku bersyukur, meski sekotor
apapun hati ini saat aku kembali pada-Nya ini menjadi bersih kembali. Saat hidayah
itu datang menyapa – meski masih tetap ada luka jika mengingat masa lalu –
hatiku bagai taman bunga. Sampai kapanpun aku akan tetap menjaganya sampai
kapal ini berlayar menuju jannah dan kau adalah nahkoda bagiku.
Duhai pangeranku.
Aku benar-benar tak perduli siapa dirimu sekarang. Aku yakin
yang dipilih oleh-Nya adalah yang tepat untukku dan itulah dirimu. Biarlah angin yang membawa
kabarnya bagiku bila waktunya telah tiba. Sekarang aku hanya fokus menjaga
hatiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar