SekolahMurabbi.com - Tulisan ini
sedikit banyak akan memicu perbedaan pendapat. Tapi percayalah, ini bukan hanya
semata-mata sebuah kepahaman yang sekali waktu hadir dalam lintasan alam
pemikiran. Namun, didapat dari analisis dan interaksi yang dalam dengan mereka
yang berada di dua pihak yang saling bersilang pendapat.
Percaya atau
tidak, kampanye romantis itu penting! Tentu yang menjadi catatan disini adalah
romantisme bagi mereka yang telah komitmen saling menyarung cincin di jari
dalam ikatan nan murni – pernikahan.
Bagi mereka
yang acapkali mengkritik dan menyudutkan kampanye romantis halal menyampaikan
beberapa alasan, yang sesungguhnya hanya lebih kepada sebuah permohonan untuk
memahami jiwanya dan banyak jiwa lain yang sembilu.
Berikut
beberapa alasan mengapa mereka tak sepakat “mengumbar” kampanye romantis di
dunia nyata atau dunia maya. Saya sertakan pula pandangan saya serta landasan
cara berpikir:
1. “Tolong hargai mereka yang belum juga dikaruniai pasangan,
jodohnya tak semudah dirimu. Melihatmu bermesra ria meski sekedar di medsos
membuatnya semakin gerimis”.
Ini
merupakan alasan utama, saya pikir, yang menjadikan pelaku kampanye romantis
halal menjadi tertuduh.
Romantis
memang milik berdua, tapi itu bukan barang langka hingga harus kamu simpan
begitu saja. Mari perhatikan hadits dari riwayat Malik dalam kitab al-muwattha’
berikut ini.
Abin Nadhar
meriwayatkan bahwa Aisyah binti Thalhah memberi tahu kepadanya bahwa dia
pernah berada di sisi Aisyah (Ummul Mukminim). Lalu suaminya, Ubaidillah bin
Abdurrahman bin Abu Bakar datang menemuinya, kemudian Aisyah ra. bertanya
kepadanya (Ubaidillah), “apa yang menghalangimu mendekati istrimu, lalu
mencumbunya dan menciumnya? Ubaidillah balik bertanya, ‘apakah boleh aku
menciumnya padahal aku sedang puasa?’ Ummul Mukminin menjawab, ‘boleh’.”
Pahami sekali lagi. Jelas bukan?
Bagi seikat suami istri, kampanye
romantisme menunjukkan kekompakan, keakraban dan kasih sayang adalah hal yang
wajar dan tiada tercela. Bahkan hal itu dibutuhkan untuk menambah kebanggaan
atas pasangannya masing-masing yang pada akhirnya akan menyemaikan rasa cinta.
Apakah rasa bangga terhadap pasangan
ini akan jatuh pada titik kesombongan? Disinilah bagaimana tingkat kemampuan
kita mengelolanya agar tak tergelincir ke dalam penyakit hati. Yang jelas tak
layak bagi kita menghukumi seseorang telah sombong atau pamer.
Terkait dengan alasan ‘menghargai’
diatas, itu lebih kepada pribadi personal. Bukankah patut kita mempertanyakan
kondisi hati kita bila saat melihat orang lain bahagia bersama pasangannya,
lalu kita merasa sakit?
Kampanye romantisme bukan sekedar
ingin berpamer ria, tapi lihatlah efeknya yang luar biasa. Orang yang menjalin
hubungan tanpa status (pacaran) akan merasa iri lalu berharap segera mengakhiri
masa-masa penuh dosa. Bagi pemegang status jomblo sejati padahal tak ada alasan
yang membuatnya undur-mengundur masa menikah, akan termotivasi untuk segera
menemukan separuh jiwanya.
Begitulah, mengapa kampanye
romantisme ini pada satu sisi bahkan menempati tingkat ‘keharusan’.
2. “Romantis jangan ditunjukkan di khalayak umum, dong!”
Sebenarnya dari uraian diatas telah
jelas mengapa tak menjadi masalah kampanye romantis di galakkan. Disini saya
sampaikan beberapa momentum dimana junjungan kita Nabi Muhammad SAW melakukan
kampanye romantisnya bersama Aisyah.
Ingatkah kita dengan kisah saat Nabi
SAW berboncengan mesra menaiki kuda dengan salah seorang istrinya. Ataukah kita
lupa dengan kisah bagaimana kemesraan Nabi yang menyediakan bahunya untuk
sandaran dagu Aisyah hingga pipi-pipi mereka menyentuh satu sama lain ketika
Aisyah hendak menonton sebuah pertunjukan permainan pedang.
Ataukah kita lupa dengan kisah yang
begitu familiar saat lomba lari penuh kebahagiaan antara Rasul dengan istrinya
Aisyah.
Begitulah, memahami dengan
pendekatan cahaya bukan emosi membuat kita tak sembrono, meski tak sepenuhnya
salah pula mereka yang menggugat kampanye romantis. Agar lebih balance
dan lebih berhati-hati selalu perlu ada yang mengingatkan.
Meski kampanye romantis adalah hal
yang wajar dan tak tercela. Namun, penting bagi kita agar tidak melewati
batas-batas syariat atau hal-hal kadang hanya dapat diketahui berdua saja.
Mengenai batasan syari’at itu saya pikir telahlah kita ketaui bersama.
Jadi, tak
perlu ragu bagi kamu yang hendak meng-upload foto berdua, genggaman
tangan, saling bersitatap, saling berbagi hadiah, saling memanggil mesra, dan
saling berbagi kalimat puitis penuh cinta.
Di tunggu
komentarnya ya. [DCH]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar