/
Artikel Terbaru
Artikel Terbaru ...

Mahasiswa Baru, Untuk Apa Kau Ke Sini?

Published On: 19.59.00 By : Unknown In : , ,
 
SekolahMurabbi.com - Tak sedikit lulusan SMA yang rela merantau jauh-jauh meninggalkan keluarga sepertimu. Meninggalkan masa-masa indah di usia remaja menuju tahapan berikutnya yang akan sedikit lebih sulit dan menantang. Dua kata terakhir saya gunakan berdasarkan pengalaman saya yang terpisah sangat jauh dari keluarga. Tapi percayalah, kesulitan dan tantangan itu dibebankan sesuai dengan kadar kapabilitas masing-masing. Bukankah Allah janjikan bahwa la yukallifullahu nafsan illa wus’aha, Ia tidak pernah menguji hamba-Nya di luar batas kesanggupannya? Jadi, santai dulu.


Mengenai tujuan kuliah, saya yakin sebagian besar akan memberikan jawaban lebih kurang seperti ini: saya ingin menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh, agar lulus memuaskan, hingga memudahkan dalam mencari kerja dan kemudian bisa membahagiakan orang tua. Sepakat? Dulu, saya juga memiliki alur pikir yang serupa. Karena itu, saya kuliah dengan semangat membara. Apapun yang terjadi, saya harus mendapat nilai A di KHS.

Seiring perjalanan, saya menemukan hal-hal baru. Kuliah dengan tujuan mengejar nilai semata adalah hal yang kurang tepat. Ya, ada yang terasa kurang di dalam lubuk hati sana. Ciee...

Tapi itu serius! Saya mencoba berkontemplasi, meluangkan waktu untuk menyendiri. Saya temukan kenyataan bahwa betapa selama ini Allah membimbing saya sampai saya dapatkan tujuan saya. Kesalahannya, saya memiliki tujuan yang sangat dekat. Kuliah untuk mendapat nilai A. Dapat memang. Tapi sayang seribu sayang. Begitu nilainya dapat, ilmunya hilang.

Ini salah! Bukankah yang saya cari di sini adalah ilmu, bukan nilai? Lalu saya berpikir jika saya sangat yakin Allah membimbing saya menuju tujuan itu, berarti saya harus membuat tujuan sejauh mungkin. Selama tujuan itu belum tercapai, pasti Allah akan menolong saya asalkan saya menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Setelah menemukan sebuah perenungan seperti itu, saya me-reset tujuan dari mendapat nilai dosen ke mendapat ridha Allah. Saya yakin jika nilai yang saya cari, ridha Allah belum dapat. Sebaliknya, jika ridha Allah yang saya cari, nilai dari dosen pasti akan ketemu.

Pertanyaan lain yang menggelayut di benak saya adalah: apakah saya hanya menuntut ilmu duniawi saja? Seberapa banyak ilmu ini akan memperbaiki kualitas ibadah, pemahaman agama dan akhlak saya? Seberapa berpengaruh ilmu-ilmu itu terhadap kehidupan akhirat saya?

Ilmu duniawi memang mampu membuat saya takjub bahwa betapa Allah begitu teratus mengurusi hamba-Nya di muka bumi. Misalnya, saya tahu bahwa bumi yang kita tempati ini senantiasa dalam “ancaman” dari angkasa. Tapi Allah melindunginya dengan atmosfer. Atau juga, kehebatan superkomputer yang pernah diproduksi manusia ternyata belum ada apa-apanya dibandingkan otak, “komputer” ciptaan Allah. Ini menakjubkan tapi tetap saja ada sesuatu yang membuat saya merasa kurang. Akhirnya saya putuskan bahwa saya tidak boleh hanya menuntut ilmu duniawi saja. Saya harus mencari ilmu agama yang akan memperbaiki ibadah dan akhlak saya. Begitulah, saya mengikuti berbagai kajian keagamaan di kampus. Juga saya mencari teman-teman yang mengingatkan saya pada akhirat.

Lulus memuaskan? Apa yang bisa dibanggakan selain penghargaan akademis? Di luar sana, banyak sarjana-sarjana yang lulus dengan IPK nyaris sempurna tapi menjadi pengangguran terdidik. Ternyata IPK mendekati 4.00 itu tak banyak membantu (ini bukan berarti IPK tinggi sama sekali tak berguna, ya) apalagi jika didapat dengan jalan yang tidak halal, seperti menyontek saat ujian, menitip absensi pada kawan dan sebagainya. Masih di luar sana, kita menjumpai paradoksnya, di mana justru banyak pengusaha yang lahir bukan dari rahim pendidikan formal seperti bangku kuliah. Saya menemukan satu hal lagi di sini. Bahwa masa depan yang menjanjikan tidak ditentukan oleh IPK tapi kreatifitas dan kesempatan memanfaatkan peluang. Bacalah kisah sukses almarhum Bob Sadino, Dahlan Iskan hingga Mario Teguh yang sukses bukan via gelar sarjananya.

Membahagiakan orang tua? Kamu tidak perlu menunggu sukses untuk membahagiakan keduanya. Mulailah dari sekarang untuk melakukan hal-hal sekecil apapun yang bisa membuat mereka bahagia. Teleponlah mereka secara rutin, bicaralah dengan lembut, jangan memaksakan kehendak, selalu beritahu kabarmu dan mintalah nasihat. Posisikan dirimu sebagai anak kecil yang senantiasa membutuhkan petuah berharga dari keduanya. Bukankah Allah perintahkan kita dalam firman-Nya, wa bil walidayni ihsana? Satu lagi, senantiasa doakan keduanya. Rabbighfirli wa li walidayya warhamhuma kama rabbayani saghira.

So? Mari perbaharui niat. Innamal a’malu binniyah. Sesungguhnya setiap amalan tergantung niatnya. Mari berniat ke sini semata-mata untuk mencari ridha Allah swt. Mari berniat menuntut ilmu agar semakin paham betapa Allah Mahakaya dan Mahaluas ilmu-Nya, dan kita manusia ini tak ada apa-apanya. Mari berniat merantau ke ibukota ini tidak hanya menuntut ilmu dunia, tapi juga memperbaiki akhlak, ibadah, dan meningkatkan pengetahuan keislaman. Mari berniat untuk menebar kebaikan semampu mungkin agar semakin banyak yang merasakan manfaat dengan kehadiran kita. Mari berniat!

Tentang Penulis

Komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sekolahmurabbi.com

Sekolahmurabbi.com adalah Media Informasi Keislaman yang dikelola oleh anak-anak muda.
Sekolahmurabbi.com menyajikan artikel dan informasi dasar-dasar keislaman yang dibutuhkan bagi para murabbi dan mutarabbi.

© | About Us | Kirim Tulisan | The Team | Contact Us | Privacy Policy | Disclaimer
Design by Hasugi.com