Selalu bersama jamaah orang-orang shalih dapat meningkatkan ketaqwaan kita |
SekolahMurabbi.com - Saudaraku, kita tahu perjalanan dakwah ini akan sangat panjang. Jaraknya setara dengan usia pertarungan haq dengan kebatilan. Dan kita tahu, pertarungan keduanya telah dimulai sejak nenek moyang kita ada di dunia dan akan berakhir seiring ditiupnya sangkakala hari kiamat.
Perjalanan panjang tentunya
membutuhkan bekal yang tak sedikit. Para salafussalih berpendapat bahwa orang
yang bersafar tanpa mempersiapkan perbekalan adalah bentuk tawakkal yang salah
kaprah. Tindakan semacam ini adalah sebentuk kebodohan yang nyata. Apalagi
seorang da’i yang melakukan perjalanan ruhiyah.
Lalu apa bekal terbaik bagi
orang-orang yang melakukan perjalanan spiritual? Allah memberitahu kita bahwa
sebaik-baik bekal adalah taqwa. Tiga hal berikut ini menjadi landasan tak
terpisahkan dari bekal bernama taqwa.
Pertama, ikhlas. Ini menjadi bekal
paling pertama dan utama. Ikhlas adalah syarat diterimanya amal. Juga menjadi
bahan bakar yang takkan pernah kehabisan energi.
Saudaraku, syarat sebuah kemenangan
adalah konsistensi. Ikhlaslah yang mampu menyingkirkan kebimbangan dari iman
kita dan menghilangkan kejahiliyahan dari amal kita. Dengan keikhlasan, kita
tidak mendahulukan kepentingan pribadi atas kemaslahatan umat, tidak menghalau
mudharat yang kecil dengan merugikan banyak pihak.
Kandungan ikhlas yang lain adalah
bahwa motivasi dakwah bukan orientasi dunia. Kelak, atau mungkin sudah, akan
kita temui orang-orang yang semangat dakwahnya menyala-nyala ketika ia dalam
ketenangan tapi surut, hilang, bahkan menentang ketika ditempa ujian dan
fitnah. (Al-Hajj: 11)
Kedua, ilmu. Dengan ilmu, kita
menjadi bisa membedakan antara amal shalih dan thalih. Dengan ilmu juga, kita
bisa menentukan prioritas amalan sehingga memungkinkan meraup pahala sebanyak
mungkin. Dan ilmu yang kita maksudkan adalah ilmu yang bersumber dari mata air
petunjuk para nabi.
Orang-orang kafir melakukan amal
yang secara zahir tampak bagus dan berkualitas tapi ketahuilah kelak tapi
kilauannya tak lebih dari fatamorgana di tanah datar (An-Nur: 39)
Apa alasan lain pentingnya ilmu
sebagai bagian dari taqwa? Di antaranya adalah untuk terhindar dari fitnah.
Orang-orang sebelum kita terjebak dengan hal yang satu ini. Kaum Nasrani
termakan fitnah syubhat lalu mereka mengubah ayat-ayat Allah dan mengada-adakan
apa yang tak pantas untuk Allah. Mereka lantas dicap sebagai kaum dhallin.
Adapun Yahudi tenggelam dalam fitnah syahwat sehingga mereka tergoda fitnah
wanita, membunuh para nabi dan orang-orang yang menyeru kepada keadilan. Mereka
menjadi golongan yang dimurkai Allah. Pelajaran yang kita ambil dari dua
golongan sebelum kita adalah bahwa kedua kaum tersebut memiliki ilmu yang
sedikit. Kita berlindung dari dua golongan ini 17 kali dalam sehari.
Ketiga, berusaha untuk senantiasa
bersama dengan orang-orang shalih dalam jamaahnya. Imam Qurthubi mengutip
perkataan seorang pemberi nasihat Mesir pada tahun 436 H, “Barangsiapa yang
bersama dengan orang-orang shalih, ia akan memperoleh keberkahan darinya.”
Beliau lalu mencontohkan anjing yang menjagai tidurnya ashabul kahfi lalu
ia memperoleh kehormatan dengan disebutkan namanya di dalam Alquran.
Setidaknya ada dua hal yang menjadi
alasan bahwa kita harus senantiasa berada dalam jamaah. Pertama, keselamatan
perjalanan kita lebih terjaga jika kita melakukannya secara berombongan. Domba
yang menyeberangi padang savana
sendirian lebih besar peluang tidak selamatnya dibandingkan yang
melakukannya secara bergerombol.
Kedua, amal shalih akan lebih
bervariasi dengan berjamaah. Ibarat makanan, akan lebih banyak menu yang
ditawarkan jamaah daripada bersendiri.
Demikian, semoga tiga hal ini
betul-betul kita hayati dan amalkan dalam kehidupan.
*Mabit LDF Almudarris, 10 Oktober 2015
*Mabit LDF Almudarris, 10 Oktober 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar