SekolahMurabbi.com - Pernah suatu kali umat ini dihebohkan dengan adanya sebuah partai Islam yang menunjuk seorang non-muslim untuk menjadi caleg di sebuah daerah. Banyak yang kemudian gegabah berkomentar bahwa hal ini adalah blunder yang membahayakan umat. Benarkah demikian?
Pengambilan keputusan seperti itu tentu tidak dilakukan tanpa pertimbangan
matang. Kita umat Islam ini diajarkan untuk melihat masalah dari berbagai sisi.
Dalam kasus ini, tentu kita tidak serta-merta memahami hadits yang menjelaskan
bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak mau meminta bantuan
kepada orang-orang musyrik dari sisi tekstualnya saja. Ada sisi lain yang harus
ditinjau juga.
Jika kita berkaca pada sejarah, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
ternyata pernah meminta bantuan kepada non-muslim. Berikut beberapa di
antaranya.
- Bersama Abu Bakar, Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam pernah meminta bantuan seorang musyrik dari Bani Ad
Diil untuk menjadi penunjuk jalan saat mereka hijrah menuju Madinah dan
orang itu pun memberikan dua kuda tunggangannya kepada Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar. (Lihat: Shahih Bukhari, Jilid 8, hal 280-282)
- Pada peristiwa Hudaibiyah
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam meminta bantuan seorang
kafir dari Khuza’ah untuk memata-matai apa yang dilakukan orang-orang
Quraisy. (Lihat: Zadul Ma’ad, jilid 2, hal. 127)
- Pada saat perang Hunain
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam meminta bantuan tenaga
salah satu tokoh kafir Quraisy yang bernama Shofwan bin Umayyah dan
meminjam sejumlah baju perang (bantuan harta) kepadanya. (Lihat: Nashbu
Rayah, jilid
3, hal. 377 dan Zadul Ma’ad, jilid 2, hal. 190)
Terlepas
dari adanya persyaratan-persyaratan tertentu yang dibuat oleh sebagian ulama
sehingga diperbolehkan menerima atau meminta bantuan kepada orang non muslim,
yang jelas masih banyak lagi dalil yang menunjukkan bahwa Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam menerima dan meminta bantuan kepada orang kafir.
Oleh
karenanya hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam tidak meminta bantuan kepada orang musyrik tidak bisa dilihat dari
sisi tekstualnya saja, tapi harus dilihat juga dari konstektualnya atau asbabul
wurudnya. Dalam riwayat Imam Al Hakim disebutkan bahwa orang musyrik
tersebut adalah bagian dari pasukan kaum Yahudi Bani Qainuqa’ yang
menjadi sahabat tokoh munafik Abdullah bin Ubay sehingga sangat mungkin
penolakan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tersebut disebabkan
adanya kekhawatiran akan terjadi pengkhianatan dan mereka berbalik menyerang
kaum muslimin. (Lihat: Syarhu as Sair al Kabir, jilid 4, hal. 1423).
Wallahu a’lam. (Al-Intima’)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar