SekolahMurabbi.com - Ketika program kerja kita kehilangan daya pesonanya, maka yang harus pertama sekali diintrospeksi adalah kondisi ruhiyah kita. Sudahkah niat kita lurus di jalanNya ataukah malah menyimpang entah ke mana? Sudahkah kerja kita maksimal ataukah hanya sekedar menuntaskan program kerja? Sudahkah amal ibadah kita meningkat ataukah telah stagnan lantaran sibuk mengerjakan program kerja?
Saudaraku, yang membedakan
kerja-kerja dakwah dengan kerja-kerja berorientasi dunia adalah ruhiyah. Jangan
antum mengira ruhiyah adalah salah satu faktor yang kedudukannya setara dengan
yang lain. Ruhiyah adalah faktor terbesar. Tanpa kehadirannya, kerja-kerja
dakwah takkan memiliki pesona apa-apa. Ia takkan memikat, takkan kuat dan
karenanya takkan dibantu oleh Allah dan takkan menang.
Mari berkaca pada Thalut. Betapa ia
begitu rapi menyeleksi pasukannya. Alquran mengisahkan bahwa yang ikut
berperang dengannya sangat sedikit. Mereka yang lulus tes adalah orang-orang
yang beriman dan meyakini bahwa kelak akan menjumpai Rabb mereka. Catat dua
kata bertenaga itu: iman dan yakin. Bagaimana ini bisa diraih tanpa kekuatan
ruhiyah? Lalu sejarah mencatat kelompok kecil ini akhirnya berhasil membungkam
sesumbar armada perang Jalut.
Lihatlah lagi bagaimana Allah
memenangkan mereka yang ikut bersama Rasul saw dalam perang Badar. Antum
bayangkan, bagaimana mungkin logika kita menerima kenyataaan 313 orang beralat
perang sederhana berhasil mengalahkan 1.000 pasukan terlatih dengan peralatan
tempur yang lengkap? Tapi memang begitulah adanya, Rasulullah saw mentarbiyah
mereka dengan baik sehingga iman menghunjam ke dalam lubuk hati mereka.
Ruhiyahnya mantap. Slogannya menggentarkan musuh. Kalau masih hidup seusai
perang, berarti mereka membawa pulang kemenangan. Kalau gugur di tengah jalan,
mereka juga membawa kemenangan yang lebih dahsyat berupa surga dan bidadarinya.
Lihatlah sekali lagi kala Salahuddin
Al-Ayyubi menaklukkan Konstantinopel, negara superpower di masanya.
Siapa yang menjadi prajuritnya? Ya, mereka yang tak pernah tinggal shalat
berjamaah sekalipun sejak akil baligh. Mereka yang tidak pernah ketinggalan
tahajjud barang semalampun sejak akil baligh. Dan sebagainya. Ruhiyah mereka
telah kuat sejak usia belia.
Bagaimana dengan kita? Mari
introspeksi sekali lagi ruhiyah kita. Ketika semakin disibukkan oleh berbagai
kegiatan yang kita menyebutnya ‘kerja-kerja dakwah’, apakah ruhiyah kita
ikut-ikutan ‘sibuk’ atau malah terbengkalai?
Cukuplah sejarah menjadi pelajaran
bagi kita bahwa kemenangan dakwah tidak ditentukan oleh berapa banyak pasukan
atau berapa lengkap peralatan. Kemenangan hanyalah milik Allah dan Ia berhak
memberikannya kepada siapa yang dikehendaki.
Zaman sekarang, kita tak berperang
lagi. Tapi kemenangan bagi kita adalah ketika semakin banyak orang yang ter-shibghah
pesona dakwah melalui tangan kita. Masalahnya, sekali lagi hidayah itu
adalah urusan Allah. Seapik apapun rancangan kerja kita, jika Allah tak
berkenan, maka ia akan sia-sia.
Lalu apa yang harus kita perbuat?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar