SekolahMurabbi.com - Di antara konsep rezeki yang sering dilupakan adalah tentang waktu; rezeki tidak mungkin datang terlambat atau lebih awal dari waktu yang dijadwalkan. Ia senantiasa hadir tepat waktu ketika seorang hamba membutuhkannya.
Akan tetapi, meyakini konsep ini
tidaklah semudah mengatakan atau menuliskannya. Banyak di antara kita
yang kurang bahkan tidak percaya sehingga menaruh kekhawatiran
berlebihan, tidak pada tempatnya. Alhasil, di tahap ini, banyak di
antara mereka yang galau itu mengupayakan rezeki dengan jalan lain yang
tidak disyariatkan.
Akhirnya, mereka menempuh jalan yang
diharamkan. Dalihnya, “Lantaran jalan halal sukar ditempuh atau
ditemukan, jalan haram adalah pilihan yang sukar ditolak.” Apalagi
ketika mengatasnamakan kebutuhan atau cinta yang salah. Kali ini,
persoalannya semakin rumit.
Jalan haram ini tidak hanya ditempuh
oleh mereka yang berdasi dan kantornya elit. Bahkan, kalangan alit yang
naiknya sepeda onthel sekali pun, bisa diuji dengan persoalan ini.
Meskipun, jalan ceritanya sama sekali tak serupa.
Bagi kalangan berdasi, ujiannya bisa
bernama kebutuhan yang dipaksakan. Sebab teman-temannya bermobil mewah
dan huniannya mahal, mereka pun merasa kudu menyesuaikan diri. Akan
semakin rumit ketika ianya sering ditanya soalan aset dan semua hal
terkait kepemilikan harta.
Belum lagi tuntutan pasangan hidup yang
kudu terlihat sepadan. Sebab istri si anu mengendarai mobil sport
keluaran terbaru dan membeli tas dengan harga tas ratusan juta rupiah,
maka ia pun menuntut suaminya untuk menyetarakan derajat. “Pah,” kata si
istri di suatu malam, “Bu Anu sudah ganti mobil tiga kali loh dalam
sebulan ini.”
Nah, lantaran orientasi hidup yang salah
inilah, masalah akan bermunculan satu persatu hingga menggunung.
Pasalnya memang, kejahatan kelas kakap selalu dimulai dengan aksi kelas
teri yang diiringi degup jantung nan kencang lantaran khawatir ketahuan.
Padahal, andai ia memahami konsep rezeki
yang senantiasa tepat waktu itu, tak perlulah paksakan diri dengan
sesuatu yang haram. Sebab, proses yang halal pastilah menenangkan dan
membawa keberkahan. Halal dan berkah inilah yang mustahil dibeli dengan
sebanyak apa pun bilangan mata uang.
Jika yakin bahwa rezeki pasti tepat
waktu, maka ia akan berpikir, “Jika memang ganti mobil tiga kali dalam
sebulan adalah yang terbaik bagiku, Allah Ta’ala pasti akan
memberikannya.” Tentu, bukan dalam rangka bermewah-mewahan. Toh, mobil
bisa dijual dan uangnya dibagikan kepada fakir miskin atau mereka yang
membutuhkan.
Lagi-lagi, harta memang akan berdampak
amat positif di tangan orang-orang yang shalih, berapa pun jumlahnya.
[Bersamadakwah]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar