/
Artikel Terbaru
Artikel Terbaru ...

Badar, Panggung Pertama Menuju Perang-perang Selanjutnya

Published On: 15.56.00 By : Unknown In :

SekolahMurabbi.com - Tiga belas tahun lamanya kaum Muslimin tidak mendapatkan panggung yang tepat untuk menelanjangi keangkuhan dan kesemena-menaan Quraisy. Komandonya hanya satu: bersabar. Maka begitulah, di bawah intimidasi dan penindasan Quraisy, kaum Muslimin menjalankan perintah tanpa membantah. Bilal dan Khabbab ditindih batu panas, Yasir dan Sumayyah ditikam tombak hingga syahid, Zinnirah dan Nahdiyah ditimpakan berbagai siksaan.

Rupanya sabar adalah senjata ampuh dalam dakwah. Keteguhan hati telah menebarkan pesona tersendiri bagi siapapun yang memperhatikannya. Siksaan bahkan upaya pembunuhan Rasulullah bukan malah meredupkan sinar Islam, justru mengantarkan Hamzah ibn Abdul Muththalib dan ‘Umar ibn Al-Khaththab, dua tokoh terpandang Quraisy, menyongsong hidayah di tahun keenam nubuwwah.

Quraisy kelabakan. Setiap hari mereka terus kecolongan dan upaya menghentikan pertumbuhan Islam nihil. Tapi tak ada cara lain selain menggencarkan perlakuan sewenang-wenang terhadap siapapun yang meninggalkan paganisme. Kita tahu kemudian Allah mewahyukan perintah hijrah ke Madinah. Dan ini menjadi episode mula dari sejarah Islam tahap selanjutnya.

Tiga belas tahun itu berakhir sudah. Ini babak baru perjuangan yang memang sudah ditakdirkan Allah. Di Madinah, Rasulullah menghimpun dan membangun masyarakat baru. Hingga tiba saatnya mencoreng muka congkak Quraisy di mata bangsa Arab dan sekitarnya.

Badar telah dipilih Allah sebagai tempat pertama setelah bertahun-tahun lamanya untuk menghinakan mereka yang menghalang-halangi dakwah agamanya. Maka berangkatlah Rasulullah dan kaum muslimin kesana. Dan takdir berjalan sebagaimana ketetapannya. Allah sungguh Mahabenar. Ia tak membiarkan cahaya-Nya padam.

Di Badar, Quraisy Tak Berdaya
Badar adalah saksi bahwa kekuatan sejatinya bukan urusan banyak-sedikitnya pasukan, tapi siap-tidaknya menatap pertempuran. Kesiapan itu terbingkai dalam bara semangat juang dan kebrilianan strategi. Semangat juang yang menyala-nyala adalah berkat keyakinan yang terpatri dalam relung jiwa sementara strategi perang yang cemerlang adalah hasil musyawarah pemimpin dan pasukan perang.

Keyakinan seringkali menuntut pengorbanan sebagaimana halnya ‘Umar ibn Al-Kaththab membunuh pamannya, Al-Ash ibn Hisyam. Atau seperti Mush’ab ibn Umair yang membiarkan saudara kandungnya yang musyrik, Abu Aziz ibn Umair, menjadi tawanan Islam.

Sementara musyawarah adalah cara paling baik merundingkan keputusan paling tepat. Strategi Rasulullah memberhentikan pasukan di mata air Badar diganti dengan pendapat Al-Hubab ibn Mundzir yang lebih jitu.

Maka benarlah janji Allah. Mereka yang tak menginginkan dakwah Islam mekar mencari segala cara untuk memadamkan cahaya-Nya. Tapi Allah jualah yang menjaga agamanya terus bersinar menemani perjalanan zaman.

Terkaparlah armada perang dan kavaleri berkuda Quraisy di hadapan 313 (satu riwayat lain menyebutkan 317) pemuda yang mencari salah satu dari dua tujuan: menang atau mati syahid!

Bukan Akhir
Kemenangan Badar menampik anggapan bahwa pembela panji-panji Islam adalah orang-orang lemah. Tiga belas tahun sebelumnya muslimin memang ditindas, diteror, disiksa. Tapi tiga belas tahun itu juga adalah masa pemantapan bahwa apa yang mereka yakini dan bela adalah kebenaran yang berasal dari langit. Dan pemantapan keyakinan itu sesungguhnya adalah persiapan perang yang sebenarnya.  Juga, mungkin menjadi pembiasaan setiap muslim agar terbiasa menghadapi kondisi-kondisi kritis. Intinya, mereka telah dihadapkan pada situasi yang ‘lebih buruk’ dari perang. Dengan demikian, perang bukanlah masalah. Ditambah bekal keyakinan menegakkan kebenaran dan balasan yang didapat jika gugur di medan perang, maka gagah-gigihlah mereka berjuang hingga menang.

Tapi Badar bukan stasiun terakhir dari perjuangan Rasulullah. Ia adalah panggung perang untuk kemudian menjadi kemenangan pertama yang mengantarkan Rasulullah dan muslimin ke perjuangan-perjuangan berikutnya.

Badar seharusnya menjadi pelajaran bagi para pendakwah untuk tidak terlalu larut dalam euforia kemenangan lalu lupa mempersiapkan ‘perang’ berikutnya. Juga, meskipun perjuangan ini ditolong oleh Allah, itu bukan berarti pendakwah melupakan ikhtiar-ikhtiar manusiawinya.

Tetaplah bersiaga, tetaplah berjalan dalam koridor dakwah. Tetaplah menjalankan strategi dari qiyadah. Sebab perang berikutnya di Uhud adalah bukti bahwa pembangkangan terhadap pemimpin merupakan syarat pertama kekalahan dakwah.

Allahu akbar!

Tentang Penulis

Komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sekolahmurabbi.com

Sekolahmurabbi.com adalah Media Informasi Keislaman yang dikelola oleh anak-anak muda.
Sekolahmurabbi.com menyajikan artikel dan informasi dasar-dasar keislaman yang dibutuhkan bagi para murabbi dan mutarabbi.

© | About Us | Kirim Tulisan | The Team | Contact Us | Privacy Policy | Disclaimer
Design by Hasugi.com