SekolahMurabbi.com - Tak ada da’i yang tak sibuk. Sejak bangun pagi, sejumlah agenda sudah menantinya sampai menjelang matanya tertutup kembali di larut malam selanjutnya. Mulai dari mengikuti kajian, mengisi halaqah, mengunjungi binaan, hingga bekerja mencari ma’isyah. Kesibukan ini makin menjadi-jadi apabila sang da’i juga seorang aktifis mahasiswa. Selain tugas keda’iannya, ia juga harus menghadiri rapat dan agenda-agenda organisasi di samping juga mengikuti perkuliahan di kelas-kelas kampus. Pokoknya sibuk!
Kesibukan-kesibukan ini lantas
memunculkan fenomena baru yang sedikit menyesakkan dada ketika mendengarnya.
Berdalihkan agenda lain, da’i yang mahasiswa terlambat masuk kelas. Dosennya
sudah memulai perkuliahan sekitar lima menit yang lalu. Beralasankan acara lain,
seorang da’i yang aktifis telat menghadiri musyawarah di organisasinya. Padahal
peserta rapat sudah menunggunya dalam waktu yang lama.
Ini sungguh fenomena yang—saya
menyebutnya—menyesakkan dada. Bagaimana tidak, bukankah ini teladan yang tidak
baik untuk ditiru? Padahal sebaik-baik dakwah adalah keteladanan. Ketika
seorang da’i gagal menyampaikan keteladanan kepada mad’unya, mengapa kemudian
ia berpikir orang-orang di lingkungannya akan mendengarkan ucapannya? Coba
antum bayangkan, ketika seorang da’i terlambat masuk kelas, apa yang dipikirkan
oleh dosen dan mahasiswa di dalam kelas? Atau ketika da’i telat menghadiri
rapat, apa yang ada di benak saudara-saudaranya yang telah menunggu sejak lama?
Saudaraku, uswatun hasanah-nya
Rasul saw. yang mulia, saya yakin, bukan terletak di kelembutan tutur kata atau
kesejukan pandangan mata beliau semata. Sebagian besar teladan kebaikan itu ada
di sikap dan karakter Rasul saw. Buku-buku shirah yang kita baca membenarkan
hal ini. Maka bukanlah suatu hal yang mengherankan jika kemudian Islam menyebar
hingga ke dua pertiga dunia. Sebab sikap dan karakter—yang kita kenal sebagai
akhlak—jauh lebih mencengangkan mata dunia.
Jadi, apapun alasan dan pembenaran
yang digunakan, seorang da’i sudah jauh-jauh hari memiliki pemahaman yang
mendalam terhadap syakhsiyah Islamiyah, khususnya dalam hal ini urusan
mengatur waktu. Jangan biarkan ‘telat’ menjadi kebiasaan sebab kebiasaan adalah
awal mula karakter. Merasa bersalahlah jika antum tak berhasil meneladankan
kedisiplinan meskipun hanya sekali. Sebab kader dakwah itu harus tepat waktu,
bukan telat waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar