/
Artikel Terbaru
Artikel Terbaru ...

Serial Murabbi Wirianingsih: (1) Awal Berkiprah

Published On: 11.39.00 By : Admin In : , ,
SekolahMurabbi.comSebenarnya saya terlibat dalam pergerakan islam itu sejak kecil. Allah memberikan saya hidayah berupa keluarga yang menemukan islam ketika saya masih kanak-kanak bahkan mungkin sebelum masa ketika kehamilan saya. Saya lahir bukan dari kalangan keluarga santri. Buktinya nama saya bukan nama yang Islami. Ini membuktikan bahwa latar belakang keluarga saya bukan dari kalangan keluarga santri. Saya tidak menyebutnya abangan. Kalau abangan itu tidak shalat. Keluarga saya shalat.
Hamasah (semangat) perjuangan pada waktu itu belum muncul. Alhamdulillah setelah kelahiran saya, ayah saya terlibat dalam aktivitas di Persis. Hal ini menghantarkan pemahaman ayah saya kepada Islam sehingga semakin baik dan mendalam. Setelah itu mulailah terjadi kristalisasi pemahaman tentang Islam dan pergerakan. Ketika saya kecil, saya sudah dikondisikan dengan lingkungan pengajian anak-anak. Di rumah saya setiap hari menampung sekitar seratus orang anak. Rumah keluarga orangtua saya yang sangat sederhana itu menjadi pusat pengajian dan pembinaan anak-anak di sekitar tempat tinggal saya.

Pemandangan pembinaan generasi penerus atau anak-anak sudah lazim saya saksikan sejak saya masih dibawah balita. Memasuki masa usia SD, orangtua saya mendirikan yayasan Islam dan Majelis Taklim pertama di Jakarta. Namanya Raudhatunnisa. Ibu saya adalah ketuanya. Ini diawal tahun 70-an. Waktu itu masih belum ada majelis taklimnya Ibu Tuti Alawiyah. Rumah orangtua saya kerap menjadi markas pertemuan tokoh-tokoh Islam. Setiap hari Jum’at ada pengajian. Saya membantu para Ustadzah menyediakan minum dan keperluan lainnya. Jadi, ini barangkali tarbiyah yang diberikan Allah Secara langsung kepada saya.

Sejak kecil, ketika mulai mengkristalnya pemahaman ayah saya terhadap Islam, kepada saya sudah ditanamkan kewajiban untuk menutup aurat. Bapak saya selalu menanamkan agar anak-anaknya kelak ada yang menjadi seorang ustadzah. Maka digiringlah saya masuk ke sekolah Islam. Sejak SD sudah mempelajari bahasa Arab. Saya juga pernah mengikuti perlombaan Musbaqah Tilawatil Qur’an. Sampailah saya akhirnya di masukkan ke PGA.
Hingga kelak bercita-cita ingin memiliki suami yang juga memahami perjuangan dakwah. Saya selalu berdo’a agar suami saya kelak adalah orang yang sangat memahami dakwah dan juga kontribusi saya dalam dakwah. Itulah do’a saya. Sampai akhirnya saya menemukan suami sesuai dengan permintaan. Alhamdulillah, itu semua nikmat dari Allah.
Tiga tahun kemudian, saya mengalami lompatan berpikir. Ketika itu, meskipun saya masih remaja tetapi sudah terpola dikepala saya bagaimana untuk menjadi seorang pejuang. Memiliki latar belakang pengetahuan umum tapi memiliki wawasan keislaman yang kaffah. Mengapa saya berpikir seperti itu? Karena sejak kelas 1 dan 2 SMP saya sudah aktif di Pelajar Islam Indonesia (PII). Jadi, diusia yang masih sangat belia sekali (12 tahun) saya sudah menjadi utusan konferensi. Sudah mulai terbangun semangat dan cita-cita (himmah)  perjuangan untuk melakukan perubahan kepada ummat. Sudah terbentuk waktu itu. Motivasi inilah yang selalu memberikan semangat kepada saya sampai sekarang. Hingga kelak bercita-cita ingin memiliki suami yang juga memahami perjuangan dakwah. Saya selalu berdo’a agar suami saya kelak adalah orang yang sangat memahami dakwah dan juga kontribusi saya dalam dakwah. Itulah do’a saya. Sampai akhirnya saya menemukan suami sesuai dengan permintaan. Alhamdulillah, itu semua nikmat dari Allah.

Ketika akhir SMP dan mulai masuk SMA (SMAN 13) semangat dakwah sudah muncul. Saya melakukan rekrutmen besar-besaran di SMA. Saya bisa merekrut 100 orang siswa untuk mengikuti pelatihan anggota PII. Kehadiran saya bisa diterima oleh mereka diseluruh aktivitas saya. Saya menjadi pengurus ROHIS waktu itu. Rumah saya sudah menjadi markas. Saya mulai memahaminya sekarang ketika kita sudah memiliki manhaj Thulaby. Itu sedah saya lakukan dulu. Sekarang sudah disusun yang lebih manhaji. Dahulu itu berjalan begitu saja (Intuitif) tanpa manhaj.

Keluarga Mutammimul Ula dan Wirianingsih
Rumah saya sejak dulu sudah menjadi markas berkumpulnya anak-anak muda yang punya prestasi tapi tidak pernah meninggalkan shalat. Mereka juga menjadi panitia zakat. Waktu itu belum ada gerakan kebangkitan islam dengan simbol kebangkitan Iran tahun 78-79. Jadi, jilbab belum menjadi sebuah fenomena. Nah, ketika saya kelas 3 SMA, mulailah ada kebangkitan Islam. Isu jilbab menjadi isu sentral. Saya termasuk orang yang pertama menggunakan jilbab di Jakarta Utara (tahun 80-an). Oleh karenanya saya sempat disebut Islam Jamaah Indonesia. Jadi, islamisasi sudah ada diawal 80-an.


*Diambil dari buku 'Kisah Para Murabbi Sukses'. Penerbit Quantum Media Publishing. Penulis Rahayu Ningsih dan YR. Rasio.


Tentang Penulis

Komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sekolahmurabbi.com

Sekolahmurabbi.com adalah Media Informasi Keislaman yang dikelola oleh anak-anak muda.
Sekolahmurabbi.com menyajikan artikel dan informasi dasar-dasar keislaman yang dibutuhkan bagi para murabbi dan mutarabbi.

© | About Us | Kirim Tulisan | The Team | Contact Us | Privacy Policy | Disclaimer
Design by Hasugi.com