SekolahMurabbi.com - Di era keterbukaan ini, kita semakin mudah
berkomunikasi dengan orang lain. Kemunculan media sosial menjadi salah satu
penyebabnya. Aplikasi seperti Facebook, Twitter, Instagram dan
sebagainya terkadang menjadi ajang untuk memamerkan amal ibadah yang telah
dilakukan.
Lantas,
apakah ini dibolehkan? Bukankah memamerkan amalan tergolong ke dalam kategori riya’?
Bagaimana sebenarnya?
Hukum memperlihatkan amalan kita temui dalam
beberapa ayat Alquran dan hadits Rasulullah saw. Dalam surat Al-Baqarah ayat
271, Allah berfirman:
إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ ۖ وَإِنْ
تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ
”Jika kalian
menampakkan sedekah(kalian), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kalian
menyembunyikannya dan kalian berikan kepada orang-orang fakir, maka
menyembunyikan itu lebih baik bagi kalian” (Al-Baqarah : 271).
Ayat ini menegaskan
bahwa pada dasarnya tidak ada masalah jika amal ibadah diperlihatkan kepada
orang lain. Tapi dengan syarat,
tujuannya terbebas dari riya’ dan agar ada maslahat (manfaat
atau kebaikan) yang ditimbulkan dari upaya memperlihatkan amal itu. Misalnya, seseorang
bersedekah secara terang-terangan agar ditiru oleh orang lain. Bahkan Ibnu
Katsir rahimahullah berpendapat dalam sudut pandang ini,
menampakkan sedekah (atau amalan lain) malah lebih utama daripada
menyembunyikannya (Tafsir Ibnu Katsir 1/701).
Namun setiap kali
amal seorang hamba dilakukan secara sembunyi-sembunyi, maka hal itu lebih dekat
kepada keikhlasan dan semakin jauh dari penyakit hati berupa riya’
(memperlihatkan amal supaya dipuji), sum’ah (memperdengarkan suara dalam
beramal shalih agar dipuji), dan mencari kedudukan/jabatan dan penyakit yang
semisalnya. Imam Al-Bukhari rahimahullah di dalam kitab shahihnya
berkata, “Bab: Shadaqah yang Dilakukan Secara Sembunyi-Sembunyi. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata
dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam (bersabda),
وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا
تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا صَنَعَتْ يَمِينُهُ
“Dan seseorang
yang bershadaqah lalu ia menyembunyikannya, hingga tangan kirinya tak
mengetahui apa yang dilakukan tangan kanannya”
Imam At-Tirmidzi
(2919) meriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Amir radiyallahu ‘anhu, beliau
berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda”,
الْجَاهِرُ بِالْقُرْآنِ كَالْجَاهِرِ بِالصَّدَقَةِ ،
وَالْمُسِرُّ بِالْقُرْآنِ كَالْمُسِرِّ بِالصَّدَقَةِ
“Orang yang
membaca Al-Qur`an dengan suara keras seperti orang yang menampakkan shadaqah,
dan orang yang membaca Al-Qur`an dengan suara pelan seperti orang yang
bershadaqoh secara sembunyi-sembunyi ”.
Hadits ini
dishahihkan oleh Syaikh Al-Bani dalam Shahih At-Tirmidzi. At-Tirmidzi
berkata,
“Makna hadits
ini adalah orang yang memelankan suara dalam membaca Al-Qur`an lebih utama
daripada orang yang mengeraskan suara dalam membaca Al-Qur`an karena shadaqah
yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi lebih utama dari shadaqah yang
dilakukan secara terang-terangan, demikian kesimpulan ulama.”
Ulama menjelaskan
maksud hal itu adalah agar seseorang yang melakukan amal shalih aman dari
penyakit ‘ujub (membanggakan amal) karena orang yang menyembunyikan amal
tidak terlalu khawatir terhadap serangan ‘ujub, beda jika ia
menampakannya, ketika itu penyakit tersebut lebih dikhawatirkan menyerangnya.
Namun, selama ada maslahat syar’i dalam menampakkan amal shalih, seperti agar
dicontoh oleh orang lain dan mendorong mereka untuk melakukan kebaikan, serta
bersih dari riya` dan mencari popularitas, maka tidak mengapa
dikeraskan/dinampakkan (amal shalih tersebut).
Ibnu Hajar
Al-Haitami rahimahullah berkata, “Di dalam menyembunyikan amal
shalih terdapat faedah keikhlasan dan selamat
dari riya’. Di dalam menampakkannya ada faedah menjadi suri tauladan dan
penyemangat manusia untuk berbuat baik, akan tetapi terancam serangan riya`,
dan Allah memuji kedua sikap ini dalam ayat surat Al-Baqarah tadi.”
Kesimpulannya, tidak masalah menampakkan amalan
selama dimaksudkan untuk menjadi contoh atau agar ditiru oleh orang lain serta
terbebas dari penyakit riya’. Namun jika tak mampu memenuhi kedua syarat
tersebut (terlebih bersih dari sifat riya’), maka menyembunyikannya
lebih utama. Wallahu a’lam. (Dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar