SekolahMurabbi.com - Khalifah Umar bin Khattab berniat menggantikan gubernur Syam yang
semula dipercayakan kepada Muawiyah. Penggantinya yang diinginkan Khalifah
adalah Said bin Amir Al-Jumahi. (Wilayah Syam saat ini meliputi Suriah,
Palestina, Yordan, Lebanon)
"Aku ingin memberimu amanah menjadi
gubernur," kata Umar kepada Said.Said berkata, “Jangan kau jerumuskan aku ke dalam fitnah, wahai Amirul Mukminin. Kalian mengalungkan amanah ini di leherku kemudian kalian tinggal aku.”
Umar mengira bahwa Said menginginkan gaji, “Kalau begitu, kita berikan untukmu gaji."
Said menjawab, “Allah telah memberiku rizki yang cukup bahkan lebih dari yang kuinginkan."
Umar tetap bersikeras dan akhirnya Said harus menunjukkan ketaatannya kepada Khalifah dengan menaati keinginan Umar yang tetap bersiteguh untuk mengangkatnya sebagai gubernur Syam.
Akhirnya hari yang ditentukan untuk keberangkatannya ke Syam tiba. Dari Madinah dia berangkat beserta istrinya menuju tempat tugasnya yang baru.
Sesampainya di Syam, Said memulai hari-harinya dengan amanah baru, menjadi gubernur Syam. Hingga suatu saat Said terlilit kebutuhan yang memerlukan uang. Sementara tidak ada uang pribadinya yang bisa dia pakai.
Sementara itu di Madinah Umar mendapatkan tamu utusan dari Syam. Mereka datang untuk melaporkan beberapa kebutuhan dan urusan mereka sebagai rakyat yang hidup di bawah kekhilafahan Umar bin Khattab.
Umar berkata, “Tuliskan nama-nama orang miskin di tempat kalian.”
Mereka pun menuliskan nama-nama orang yang membutuhkan bantuan. Tulisan itu diserahkan kepada Umar. Dengan agak terkejut, Umar menemui sebuah nama: Said.
“Apakah ini Said gubernur kalian?”
“Ya, itu Said gubernur kami.”
“Dia termasuk daftar orang-orang miskin?” tanya Umar lagi mempertegas.
“Benar, dan demi Allah sudah beberapa hari di rumahnya tidak ada api (tidak memasak).”
Maka Umar menangis hingga janggutnya basah oleh air mata. Kemudian ia mengambil 1.000 dinar dan menaruhnya dalam kantong kecil dan berkata, "Sampaikan salamku, dan katakan kepadanya, Amirul Mukminin memberi anda harta ini, supaya anda dapat menutup kebutuhan anda!”
Saat para utusan itu mendatangi Sa’id dengan membawa kantong. Sa’id membukanya, ternyata di dalamnya ada uang dinar. Ia lalu meletakkannya jauh dari dirinya dan berkata, "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un," seolah-olah ia tertimpa musibah dari langit atau ada suatu bahaya di hadapannya.
Hingga keluarlah istrinya dengan wajah kebingungan dan berkata, “Ada apa, wahai Sa’id? Apakah Amirul Mukminin meninggal dunia?"
“Bahkan lebih besar dari itu,” timpal Sa'id.
“Apakah orang-orang Muslim dalam bahaya?”
“Bahkan lebih besar dari itu.”
“Apa yang lebih besar dari itu?”
“Dunia telah memasuki diriku untuk merusak akhiratku, dan fitnah telah datang ke rumahku.”
Istrinya berkata, “Bebaskanlah dirimu darinya.” Saat itu istrinya tidak mengetahui tentang uang-uang dinar itu sama sekali.
“Apakah kamu mau membantu aku untuk itu?” tanya Sa'id.
“Ya,” kata sang istri. Sa'id lalu mengambil uang-uang dinar dan memasukkannya ke dalam kantong-kantong kecil, kemudian menyuruh sang istri untuk membagikannya kepada penduduk yang fakir.
Tak lama kemudian Umar bin Khathab datang ke negeri Syam untuk melihat keadaan. Dan ketika singgah di Hims (Homs, Suriah), penduduk menyambut dan menyalaminya. Umar bertanya kepada mereka, “Bagaimana pendapat kalian tentang gubernur kalian?”
Jawaban mereka cukup mengejutkan, “Kami mengeluhkan empat hal. Pertama, dia selalu keluar kepada kami setelah siang datang.” “Ini berat,” kata Umar. “Kemudian apa?” tanya Umar kembali.
“Kedua, dia tidak melayani siapa pun yang datang malam hari.”
“Ini juga masalah serius, kemudian apa lagi?”
“Ketiga, ada satu hari dalam satu bulan dimana dia tidak keluar sama sekali untuk menemui kami.”
“Ini tidak boleh dianggap enteng, kemudian yang keempat?”
“Dia terkadang pingsan ketika bersama kami.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar