SekolahMurabbi.com - Ini mungkin pemeo paling diskriminatif. Jika dulu teriakan “hidup mulia atau mati syahid!” digaungkan untuk menyemangati para pejuang kemerdekaan, yang ini saya tujukan kepada kalian yang menjadi bagian dari para pejuang pernikahan (baca: jomblo). Terdengar agak satiris. Karenanya, sedikit menyakitkan. Tapi mari kita berpikir positif saja.
Catatan: Artikel ini adalah kiriman pembaca sekolahmurabbi.com.
Pesan yang ingin saya sampaikan
adalah agar para jomblo menyegerakan menikah. Hikmahnya buaanyak sekali.
Menyempurnakan agama, mencegah maksiat, mempersiapkan generasi hingga
mensyiarkan Islam. Saya agak kesal sebab nikah muda yang digaungkan baru
sebatas teori. Di lapangan, kalian para jomblo muda masih belum berhasil
menampilkan contoh. Sebagian besar masih berkutat pada alasan klasik; belum ada
izin orang tua, tidak mau ‘melangkahi’, belum siap secara finansial, belum ada
rumah, belum ini-itu, dan belum-belum lainnya. Padahal semua ‘belum’ itu bisa
diatasi.
Belum ada izin orang tua? Dekati
mereka dengan baik lalu jelaskan baik-buruknya menyegerakan menikah. Tanyakan,
lebih baik mana pacaran dengan nikah? Lebih banyak mana dosanya? Kalau bapak
melarang saya menikah, berarti bapak telah memberikan saya peluang untuk
bermaksiat (upayakan mengucapkan kalimat ini kepada orang tua dengan nada
lembut, dan pastikan di tanganmu sedang tidak ada pisau dapur).
Tidak mau ‘melangkahi’? Itu aturan
agama apa? Jangan buat aturan-aturan baru lah. Islam ini sudah
paripurna, tak perlu lagi direvisi (memangnya ini skripsi?).
Belum siap finansial? Ini alasan
paling purba. Apa standar siap finansial? Kalau kamu sudah punya penghasilan
tetap (sekalipun kecil), datangi saja si calon mertua. Ditolak? Itu calon
mertua matre. Tinggalkan. Gak perlu sembah-sujud. Cari calon
mertua lain yang pikirannya lebih waras dan pemahaman Islamnya lebih dalam.
Ingat, orang yang menikah itu takkan ditelantarkan sama Allah.
Belum ada rumah? Terus kapan mau
buat rumah? Usia 40 tahun?
Alasan kalau dibuat akan terus ada.
Dan alasanlah yang menjaga para jomblo berhasil jalan di tempat sampai detik
ini. Tidak ada gebrakan.
Terus juga saya paling tidak sepakat
dengan kalimat ini.
Jika
ada bapak-bapak yang bertanya “kapan nikah?”, kamu tanya balik ke beliau,
“Bapak kapan mati?”
Lho, orang tua tanya baik-baik, kok malah
jawabannya tidak sopan? Ini maksudnya apa? Betul kalau yang dimaksudkan adalah
jodoh dan kematian sudah di tangan Tuhan. Tapi jodoh itu harus diambil
sementara ajal itu diberikan. Memangnya kalau kamu bersemedi di kamar alias
menjadi jomblo pingit, terus jodohmu datang dari celah-celah ventilasi? Kan enggak.
Harus bisa bedain dong. Ini yang suruh jawab begitu belajar agama di
mana?
Jadi jodoh tidak cocok kalau
dianalogikan dengan kematian. Ia lebih cocok dibandingkan dengan salat. Toh kamu
salat di awal waktu atau di menit-menit injury time juga sudah
dituliskan di Lauhul Mahfuzh. Sama halnya dengan kamu nikah di usia muda
atau sudah berkepala tiga. Hanya saja, kamu bisa pilih. Mau salat awal waktu
atau di injury time? Mau nikah muda atau nikah tua? Itu saja.
Karena itu juga, kepada bapak-bapak,
kalau ketemu anak muda yang tidak salat, katakan kepada mereka: “Salatlah kamu
sebelum kamu disalatkan”. Tapi kalau ketemu jomblo yang belum menikah, katakan:
“Menikahlah kamu sebelum kamu menikahkan”. Save Jomblo!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar