/
Artikel Terbaru
Artikel Terbaru ...

Batu dan Sejarah Manusia

Published On: 08.46.00 By : Unknown In : ,

SekolahMurabbi.com - Ketika kita mencoba mengait-ngaitkan batu dengan manusia, maka yang paling sering kita temukan adalah sejumlah konotasi negatif. Siapa yang tak hafal legenda Malin Kundang? Ia dikutuk oleh ibunda karena kedurhakaannya. Konon, Malin berubah menjadi batu.

Para sejarawan menggambarkan zaman batu sebagai zaman yang terbelakang. Mereka masih tinggal di gua-gua, belum mengenal pertanian dan berburu dengan senjata batu. Kala itu, sama sekali belum ada tulisan. Ketiadaan tulisan menjadi salah satu alasan kuat untuk mengambil kesimpulan: manusia yang hidup di zaman batu memiliki IQ yang sangat rendah.

Di kehidupan sehari-hari, kita menemukan istilah ‘kepala batu’ dialamatkan kepada orang yang tidak mau diatur, maunya buat aturan sendiri. Pemimpin yang masa bodoh dengan kesejahteraan rakyatnya dicap sebagai pemimpin ‘berhati batu’. Orang yang sangat pelit dijuluki ‘ketam batu’. Dan seterusnya. Tak sedikit pula nama penyakit yang dikaitkan dengan batu: batu karang, jerawat batu, pekak batu.

Di bagian awal Al-Baqarah, Allah mendeskripsikan kekerasan hati Bani Israil seperti batu atau bahkan lebi keras. Ini disebabkan tabiat mereka yang banyak tanya dan banyak minta. Nama surah Al-Baqarah sendiri diambil dari salah satu kisah banyak-tanya mereka ketika Nabi Musa as. menyuruh kaumnya itu menyembelih sapi betina.

"Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras, sehingga (hatimu) seperti batu, bahkan lebih keras.”

***

Tapi mari kita lihat dua kisah yang mencengangkan ini. Keduanya masih dalam topik yang sama: batu dan manusia.

“Lalu apa yang kau masak itu?” tanya Amirul Mukminin.

“Itu hanya batu. Kulakukan untuk menenangkan hati anakku yang kelaparan.”

Ini kisah nyata. Terjadi ketika paceklik melanda kota di zaman pemerintahan ‘Umar ibn Khaththab ra. Waktu itu sang khalifah sedang ‘blusukan’, kebiasaannya yang dilakukan diam-diam di gelap malam. Ketika mendengar tangisan anak kecil yang kelaparan, beliau menyambangi rumah itu. Terjadilah percakapan di atas. Khalifah yang menyaru sebagai rakyat jelata bertanya kepada sang ibu, apa sebab anaknya menangis. Wanita itu menjawab bahwa ia tak lagi punya persediaan makanan untuk dimasak, karenanya anaknya kelaparan. Terpaksa ia mengibuli buah hatinya dengan menanak batu dalam periuk hingga anaknya tertidur.

Batu-batu itu seketika membuat ‘Umar ketakutan. Ia takut tak mampu mengemban amanah dengan baik. Ia takut Allah akan mengazabnya karena telah membiarkan seorang rakyatnya kelaparan. Malam itu juga, ‘Umar menunggang kudanya ke Baitul Mal, mengambil sejumlah cadangan makanan lalu mengantarnya sendiri ke kediaman wanita tadi.

Beberapa dasawarsa sebelumnya, Mekkah gaduh ketika Quraisy merenovasi Ka’bah. Setiap kabilah merasa paling berhak untuk memindahkan sebuah batu yang telah bergeser dari tempatnya semula. Ini berlanjut sampai empat-lima hari bahkan hampir terjadi pertumpahan darah karenanya. Hingga akhirnya Abu Umayyah ibn Al-Mughirah mengusulkan siapa yang pertama kali datang esok paginya ke tempat tersebut menjadi orang yang paling berhak untuk meletakkan batu ke posisinya.

Esoknya, ada seorang pemuda yang datang pertama kali ke situ. Sesuai perjanjian, dialah yang berhak memindahkan batu. Namun ia tak serta-merta melakukannya. Pemuda itu, yang memang terkenal dengan keindahan akhlaknya, merentangkan sehelai selendang lalu meletakkan batu di atasnya. Ia memanggil setiap pemuka kabilah untuk memegang di ujung selendang dan bersama-sama mengangkatnya ke dekat tempat semula. Pemuda itu lalu mengambil batu tersebut, Hajarul Aswad, dan meletakkannya di tempat semula. Nama pemuda itu adalah Muhammad saw.

Kisah pertama berbicara tentang tanggung jawab. ‘Umar yang bertemparen keras ternyata tak memiliki hati batu. Beliau paham betul arti amanah dan tanggung jawab. Hatinya dilanda takut kepada Allah. Lihatlah bagaimana ia menebus rasa bersalahnya karena telah ‘membiarkan’ anak kecil menangis kelaparan.

Kisah kedua, yang sudah tak asing lagi bagi kita, sepenuhnya pesona tentang akhlak. Rasulullah tak memilih memenangkan ego ‘batu’, mengangkat sendiri Hajarul Aswad, padahal beliau sangat mungkin dan boleh melakukannya. Apa yang beliau lakukan kemudian justru membuatnya semakin dikagumi umat manusia.

***

Cerita tentang batu tidak berhenti di situ. Di zaman modern ini, anak-anak Palestina masih terus menjadikan batu sebagai senjata untuk melawan penjajah Israel yang kepala dan hatinya terbuat dari batu.

Mungkin karena sejarah yang panjang, arus modernitaspun gagal membendung pesona batu di mata manusia. Sampai saat ini, masih saja ada manusia yang mengkeramatkan batu akik dan giok di jemarinya.

Tapi memang sudah demikian takdirnya. Batu akan terus mengiringi sejarah hidup manusia, terutama mereka yang ingkar kepada Tuhannya.

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.”

Tentang Penulis

Komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sekolahmurabbi.com

Sekolahmurabbi.com adalah Media Informasi Keislaman yang dikelola oleh anak-anak muda.
Sekolahmurabbi.com menyajikan artikel dan informasi dasar-dasar keislaman yang dibutuhkan bagi para murabbi dan mutarabbi.

© | About Us | Kirim Tulisan | The Team | Contact Us | Privacy Policy | Disclaimer
Design by Hasugi.com