SekolahMurabbi.com - Akhir-akhir ini, kita kerap terpapar dengan singkatan di atas. Ya, secara tidak langsung kelompok LGBT telah menyebar diseluruh negeri mulai dari Indonesia bahkan pada beberapa negara di dunia. LGBT merupakan singkatan dari Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender. LGBT adalah sebuah gangguan yang terdapat dalam DSM IV-TR (Diagnostic Statistical of Mental Disorder). Buku DSM ini adalah sebuah buku pedoman bagi para psikolog atau psikiater dalam mendiagnosa gangguan yang terjadi pada pasiennya.
Namun, dunia dengan cepat
berubah. Teknologi juga mengalami pergeseran yang pasti. Kini, LGBT kian
berkembang dan membentuk komunitas tersendiri. Bahkan, beberapa negara di dunia
pun mendukungnya dengan tidak meletakkan LGBT pada DSM V (buku terbaru) sebagai
sebuah gangguan atau kelainan yang menyimpang. Ini tandanya bahwa LGBT sudah
dianggap prilaku yang wajar.
Tidak sama halnya dalam agama
Islam. Indonesia sebagai mayoritas penduduk yang beragama Islam tentu memiliki
pemahaman tersendiri terkait prilaku LGBT. Mari kembali melihat pada fitrahnya
manusia pada ayat yang mengatakan bahwa Allah telah menciptakan manusia secara
berpasang-pasangan.
Dari segi dunia
psikologi, kita akan melihat munculnya prilaku seseorang dari berbagai aspek,
termasuk sosial, keluarga, genetik dan sebagainya. Ada banyak faktor yang
menyebabkan seseorang memunculkan sebuah prilaku. Nah, untuk itu menarik jika
terdapat berbagai penelitian yang menunjukkan apa penyebab seseorang melakukan
suatu tindakan/ perilaku. Untuk apa? Hal ini, membantu kita para praktisi kesehatan
mental atau medis mencari akar permasalahan dan mencari solusi terbaik untuk
menangani setiap kasus yang marak terjadi pada akhir zaman ini.
Tidak ada suatu penyakit
yang tidak dapat disembuhkan dengan izin Allah. Jika diibaratkan LGBT adalah
sebuah penyakit, tentunya juga bisa disembuhkan/terapi. Ada beberapa ahli-ahli
khusus yang menangani masalah-masalah ini, seperti psikolog, terapis, psikiater
dan tentunya ahli agama. Penulis berharap akan ada terbentuknya sebuah sarana
rehabilitasi bagi mereka yang ingin sembuh agar bisa kembali kepada fitrahnya
manusia sejati. Layaknya pusat rehabilitasi narkoba, mereka juga akan diberikan
terapi dan konseling khusus untuk diberikan penanganan-penanganan khusus sesuai
dengan akar permasalahan yang mereka alami.
Akhir kata, setinggi
apapun ilmu yang kita miliki, sehebat apapun gelar yang kita sandang, semua tak
akan mampu menyaingi nilai-nilai agama yang kita anut. Percayalah, jika kita
kembali pada pedoman dan kepercayaan yang kita anut, saya yakin tak ada satu
agamapun yang membolehkan hubungan sesama jenis. Sebab, hakikat tertinggi
adalah agama, yang membuat diri kita teratur dalam menjalankan hidup ini. Oleh
karena itu, marilah kita sebagai individu yang mungkin berdekatan dengan
mereka, membawa pola pikir mereka kepada hakikat dan fitrahnya manusia. Tidak
menjauhi atau bahkan mencaci maki, meski kita menolak tegas prilakunya.
Selanjutnya, kita ajak mereka kepada para ahli untuk proses penyembuhan.
Penulis sadar, tidak ada sesuatu yang instan. Tapi, Insya Allah dengan terapi
yang rutin disertai dengan penguatan agama yang baik, mereka akan segera sembuh
dan kembali menjalani kehidupan seperti biasanya. Wallahu a’lam bish shawab.
Farah Febriani
Penulis
bernama Farah Febriani. Mahasiswi jurusan Psikologi FK Unsyiah. Hobi membaca,
menulis, MC dan traveling. Saat ini sedang merampungkan novel yang berjudul
“Diantara Istikharah Cinta”. Beberapa cerpen dan puisi telah diterbitkan dalam
buku antologi. Alumni sekolah murabbi angkatan ke-2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar