/
Artikel Terbaru
Artikel Terbaru ...

Andaikan Lebih Panjang Lagi

Published On: 16.52.00 By : DC Habibillah In : ,
SekolahMurabbi.com Seorang istri masih tercenung. Matanya sembab. Terukir sebuah gambaran kesedihan yang tak terkira di raut mukanya. Baru saja separuh jiwanya dihantarkan menuju kampung keabadian. Rumah tak luas yang hanya seukuran badan lebih sedikit kini jadi tempat peraduan paruh jiwanya. Sangat-sangat minimalis. Kuburan. Ya, suaminya telah mendahului menempuh jalan kembali padaNya.

Adalah Rasulullah Muhammad SAW, kerap mengunjungi dan menghantarkan para sahabatnya yang telah hilang nyawa. Pribadi mulia ini seperti biasa menyempatkan singgah pada setapak rumah yang dirundung duka. Sekedar menghibur dan menyapu duka dari dada keluarga almarhum.

”Tidakkah almarhum pernah mengucapkan sebuah wasiat sebelum wafatnya tiba?” Tanya Nabi pada keluarga. Istri almarhum mendongak. Berusaha mengingat-ingat kejadian sebelum malaikat melakukan suksesi pencabutan nyawa.  

”Aku, tidak ada lain kecuali hanya mendengar semacam dengkur atau gumaman diantara tarikan nafasnya yang tersengal menjelang ajal, ya Rasul” jawab sang istri dengan suara parau.

”Apa yang dikatakannya?”

”Aku tak yakin ucapan itu bermakna wasiat. Ataukah ini hanya sekedar suara rintihan yang menyayat atau terdengar seperti sebuah pekikan karena dahsyatnya sakaratul maut.” Ada air mata yang tertahan di kelopak mata istri almarhum. Tiap kali ia mengingat perihal suaminya, ia sering terbawa suasana sedih.

”Seperti apa bunyi ucapannya?” Desak Nabi lagi.

”Suamiku mengatakan, ’Andaikan lebih panjang  lagi, andaikan masih baru, andaikan semuanya’ Itu saja yang diucapkannya. Kamipun bingung dibuatnya. Ini seperti sebuah ungkapan yang menggantung.”

Rasulullah pun tersenyum. Ada yang segera ingin dikabarkannya pada keluarga almarhum tentang maksud dari ucapan itu.

”Suamimu tidak berkata keliru,” Ujar Nabi. ”Kisahnya begini. Saat suatu hari Suamimu beranjak pergi ke Masjid untuk menunaikan shalat jumat ia berjumpa orang buta dengan maksud dan tujuan yang sama dengan dirinya. Pandangan yang gelap membuat si buta berjalan tersaruk-saruk. Suamimu menuntunnya dengan sepenuh hati. Maka disaat nyawanya nyaris tercerabut, ia menyaksikan pahala mengalir untuknya akibat dari amal sholehnya itu, lantas iapun berkata ’Andaikan lebih panjang lagi’. Artinya, andaikan sewaktu itu jalan menuju Masjid lebih panjang lagi. Pastilah pahala lebih besar yang akan didapat.”  

”Bagaimana dengan ucapan lainnya, ya Rasul?” Wajah sang istri kini mulai bersinar. Ada detak bahagia yang terpancar.

”Adapun ucapan yang kedua itu muncul karena suatu pagi di lain hari suamimu pergi menuju Masjid. Waktu itu cuaca dingin sekali. Ditengah jalan didapati seseorang lelaki tua yang tubuhnya tergulung karena dingin yang menusuk. Digigil tubuhnya yang renta bisa saja tetiba  kedinginan menjadi takdir kematiannya. Kebetulan suamimu membawa baju mantel yang baru. Diberikannya pada lelaki tua baju mantel yang lama sedang baju mantel yang baru digunakannya. Terbebaslah lelaki tua dari ancaman kematian dingin yang menggigil. Menjelang wafatnya suamimu melihat balasan amal kebajikannya. Ia menyesal dan berkata, ’Andaikan masih baru’ yang berarti jika seandainya ia memberikan mantelnya yang baru tentulah pahalanya akan lebih besar lagi.”

”Lalu ucapan yang ketiga apa maksudnya, ya Rasul?” Tanya sang istri memburu. Dengan sabar nabi menjawabnya,

”Masihkah kau ingat saat suamimu pulang sedang perutnya dalam keadaan lapar lantas ia meminta untuk disediakan makanan? Kaupun menghidangkannya sepotong roti yang telah dicampur daging. Namun, tatkala suamimu hendak memakannya, tiba-tiba muncul seorang musafir yang mengetuk-ngetuk pintu rumahmu dan meminta makanan. Saat itu suamimu langsung membagi dua roti miliknya. Sebagian diberikan pada musafir dan sebagian lagi ia makan. Setelah ia melihat pada saat sakaratul maut pahala yang Allah tampakkan atas amalnya itu. Suamimu berujar, ’Andaikan semuanya.' Maksudnya jika semua roti itu ia berikan pada musafir tentulah akan lebih banyak pahala yang akan diraihnya. Sebab pada hakikatnya jika kita berbuat baik, itu bukanlah hanya untuk orang lain. Itu sejatinya akan kembali pada dirinya sendiri.”

Mendengar kisah ini kita teringat akan janji Allah yang tak pernah dusta.

"Kalau kamu berbuat baik, sebetulnya kamu berbuat baik untuk dirimu. Dan jika kamu berbuat buruk, berarti kamu telah berbuat buruk atas dirimu pula." (QS. Surat Al Isra': 7)

Tentang Penulis

Komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sekolahmurabbi.com

Sekolahmurabbi.com adalah Media Informasi Keislaman yang dikelola oleh anak-anak muda.
Sekolahmurabbi.com menyajikan artikel dan informasi dasar-dasar keislaman yang dibutuhkan bagi para murabbi dan mutarabbi.

© | About Us | Kirim Tulisan | The Team | Contact Us | Privacy Policy | Disclaimer
Design by Hasugi.com