SekolahMurabbi.com - Cinta itu... fitrahnya manusia. Sepatah kata indah yang tak bermuara. Mampu membuat pelakunya seakan tuli dan buta. Menyihir segenap hati manusia dengan lantunan irama yang menggema. Namun, jika ucapan akad belum terlaksana, ikhlaskan dan lepaskanlah ia, untuk menjagamu dari dosa.
Sheren termenung. Memaknai kata-kata yang
dari tadi ia tuliskan di dalam lembaran-lembaran diarinya. Bagaimana tidak?
Sudah hampir setahun, hatinya mulai bersih dari “Virus Merah Jambu”. Namun,
kali ini Sheren gagal. Ternyata, tanpa ia sadari...Sheren telah jatuh cinta
lagi.
Namanya Mirza Ramadhana. Seorang mahasiswa
kedokteran pada sebuah universitas ternama di Banda Aceh. Orang lain biasa
memanggilnya Mirza. Ia sosok yang rajin, suka menolong, tak pernah meninggalkan
shalat, hafal Al-Quran serta memiliki segudang prestasi . Hal itu yang membuat
Sheren kagum padanya.
Sheren mengenalnya sejak pertama kali mendaftar sebagai salah seorang pengajar
di Bimbel “Alif Ba Ta”, tepatnya di
tengah kota Banda Aceh. Sewaktu seorang mentor
memperkenalkan ia pada Sheren, Sheren hanya tersenyum. Ia adalah sosok
yang humoris. Meski kadang juga tampak begitu serius dan humanis.
Hari demi hari berlalu. Semua berjalan
seperti yang diharapkan. Sheren dengan sikapnya yang pemalu, tak berani
mengatakan hal hal yang ia anggap penting dihadapan Mirza. Sheren paham,
interaksi dan komunikasi hanya akan memupuk rasa yang belum saatnya terbina. Ia
tidak ingin, rasa ini tersiram baik hingga menjadi sebuah tanaman yang kokoh.
Ya, belum saatnya semua itu terjadi.
Sewaktu itu, Mirza baru saja diangkat
sebagai koordinator pengajaran dan Sheren juga kebetulan diangkat sebagai
bagian administrasi. Terkadang Sheren meminta seorang perantara untuk
menyampaikan beberapa hal padanya terkait program bimbel yang tengah berjalan.
Hingga suatu hari, saat sedang bekerja diruang kesekretariatan. Sheren terhenti
sejenak. Jantungnya berdegup sedikit lebih kencang. Sheren memiringkan posisi
duduk sambil sekilas memandang Mirza dari arah belakang. Mirza tampak sibuk
mengatur berbagai berkas penting dan menyusunnya ke dalam lemari. Lalu, tiba
tiba saja, tanpa ada yang meminta, hati
kecilnya berkata ,” Mungkin, suatu saat nanti aku akan menyukainya dan akan
bersama-sama membangun rumah tangga ke syurga,” Bisik Sheren pelan.
“Ren..Sheren..Nih ada anak yang mau bayar
uang bulanan,” Sambar Sinta dari arah belakang.
“Ia...mungkin suatu saat nanti,” Jawab
Sheren singkat.
“Hah? Suatu saat nanti, gimana? Ini lho
uangnya udah dikasih sama Karina”.
“Eh..ehm..ehm..ia, Sin. Maksud Sheren.. Maksud
Sheren..Mungkin suatu saat nanti Bimbel ini bisa melahirkan anak-anak yang
cerdas secara intelektual, emosional dan spiritual. Ia.. gitu maksud Sheren,” Pipinya mulai memancarkan rona kemerahan.
“Kamu kenapa? Melamun ya?” Sinta
membalikkan badannya ke arah Mirza.
“Hmm, aku mengerti sekarang. Maksud
kamu...?"
“Husttttt,” Sheren menutup mulutnya dengan
paksa. “Yuk, kita ke ruang depan, Sin!” Sheren menarik tangan Sinta.
Enam bulan telah berlalu. Berawal dari
sebuah keyakinan dan pandangan yang memaksa Sheren untuk terus bertahan dengan
rasa yang belum pantas untuk diperjuangkan. Namun, karena rasa yang tidak jelas
datangnya dari mana dan akan mengalir kemana, membuat Sheren memikirkannya
secara tiba-tiba.
Ia kembali membuka diarinya dan terus
menulis.
Ya
Allah. Semenjak aku mengenal Mirza, tilawahku menjadi ketinggalan, shalatku
kejar-kejaran, prestasiku diambang kehancuran, cita-citaku melayang ke atas
awan. Hari-hariku diisi dengan bayangan bayangan masa depan yang tidak pasti,
sedangkan aku tidak pernah tahu, apa sesungguhnya yang akan terjadi?
Ya
Allah. Aku sadar, sudah betapa banyak dosa yang aku tanam dengan mengenangnya
dalam ingatan, menatapnya pada setiap kesempatan, memaksaMu untuk menjawab
takdir yang belum saatnya teruangkapkan. Hari ini, aku bertekad, untuk
mengembalikan Mirza kepadamu. Aku mohon, ampunilah hati ini yang telah
terkotori oleh keinginan duniawi. Biarkan cinta yang memilih takdirnya. Takdir
yang menentukan siapakah yang akan engkau titipkan untuk membimbingku,
menemaniku, bersama meniti langkah menggapai ridhoMu.
Sheren menghapus air mata yang telah jatuh
membasahi buku diary mungilnya. Lantas, ia berwudhu untuk melaksanakan shalat
istikharah. Meminta petunjuk pada Allah agar membimbing hatinya agar senantiasa
menuju pada arah yang mendekatkan dirinya pada Sang Pemilik Hati.
*Cerpen
adalah bagian dari novel “Diantara Istikharah Cinta”
***
Sahabat
yang dirindukan syurga…
Mungkin
kisah diatas pernah sahabat alami dalam kehidupan sehari-hari. Salahkah? Saya
rasa tidak. Mencintai dan dicintai adalah fitrahnya manusia. Namun, Allah telah
berfirman dalam Al-quran Surah Al-Isra ayat 32 yang artinya “Dan janganlah kamu
mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan
suatu jalan yang buruk”.
Memandang
adalah zina mata. Membayangkan adalah zina fikiran dan hati. Bahkan, sms atau
bbm yang tidak memiliki tujuanpun kadang patut dipertanyakan. Hati-hati dengan
sebuah keyakinan. Buatlah benteng yang
kuat untuk menjaga pandangan. Tidak salah jika ada pepatah yang mengatakan
“Dari mata turun ke hati”.
Maka
hanya ada dua pilihan. Halalkan atau ikhlaskan. Belajar untuk melupakan adalah
hal yang terbaik. Biarkan cinta yang memilih takdirnya. Ingat, bahwa kita masih
tetap bahagia walau tanpa dia. Tunjukkan padanya bahwa suatu hari nanti kita
pasti bisa bahagia setelah semua cita-cita yang kita raih sudah didepan mata.
Tunjukkan padanya bahwa patah hati membuat kita lebih sempurna. Jangan pernah
menyelipkan dendam. Tapi berterimakasihlah karena kita pernah berjumpa
dengannya. Terluka. Namun, bisa bangkit dengan segera.
Jika
belum berhasil, maka sibukkanlah diri kita dengan kegiatan-kegiatan yang
bermanfaat, seperti menulis, mengikuti kajian, tilawah atau berolahraga. Ingat,
jika hadirnya ia membuat kita jauh dari Allah, mungkin ia bukan cinta sejati.
Jika belum berhasil juga, cobalah untuk menghilangkan kenangan-kenangan yang
mungkin pernah ia ciptakan. Lalu, cobalah untuk tidak “stalking” akun sosial
medianya. Ingat, semakin sering kita membukanya, semakin sulit kita menghapusnya
dalam ingatan. Selanjutnya, sadarilah bahwa setiap mengingatnya maka kita akan
melakukan “zina hati dan zina fikiran” yang jika terlalu sering, maka dosa itu
akan tertimbun. Jadilah single yang
bermartabat, jika menikah menuai manfaat. Biarkan cinta yang memilih takdirnya.
Laki-laki yang baik akan dipertemukan dengan perempuan yang baik. So, jangan
khawatir! Yuk, Move On!
*Tulisan
ini dibuat sebagai nasihat (bagi penulis dan pembaca) serta bagi para sahabat
yang sedang jatuh cinta. Halalkan atau ikhlaskan. Single bermartabat, jika
menikah menuai manfaat.
Farah Febriani
Mahasiswi jurusan Psikologi FK Unsyiah. Hobi membaca,
menulis, MC dan traveling. Saat ini sedang merampungkan novel yang berjudul
“Diantara Istikharah Cinta”. Beberapa cerpen dan puisi telah diterbitkan dalam
buku antologi. Alumni sekolah murabbi angkatan ke-2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar