/
Artikel Terbaru
Artikel Terbaru ...

Standar Hidup ‘Enak’ dan ‘Tidak Enak’

Published On: 09.19.00 By : Unknown In :

SekolahMurabbi.com - Di sela-sela mengajar suatu hari, saya iseng bertanya kepada anak-anak: “Bagaimana rasanya hidup di asrama?” Saya mengajar di sebuah sekolah berasrama di Aceh Besar.

Seperti yang saya duga sebelumnya, hanya ada satu jawaban yang muncul: “Tidak enak”. Di balik itu, ada berbagai alasan untuk membenarkan. Jauh dari orang tua, makanan tidak enak, sedikit waktu bermain, hampir semua dikerjakan sendiri, dan sebagainya.

Saya lalu bertanya lagi, “Terus yang enaknya seperti apa?”

Jawabannya mulai beragam.

“Asal setiap hari bisa bertemu orang tua,” kata salah satu dari mereka.

“Yang penting makanannya kayak di rumah. Enak!” celetuk yang lain.

“Maunya jadwal tidak padat kayak gini,” timpal yang lain lagi.

Yang duduk dekat dinding menambahi, “Ada mesin cuci, biar tidak capek cuci baju sendiri.” Seisi kelas berderai tawa.

“Penting tidak bertemu orang tua tiap hari?” tanya saya lagi.

“Penting, penting,” jawab mereka hampir kompak. Tapi tiba-tiba yang duduk di dekat dinding tadi nyeletuk telat, “Kayaknya gak juga. Gak penting-penting sekali.”

Teman di sampingnya menyahut, “Iya. Mengapa harus tiap hari?”

Kelas mulai gaduh. Mereka mempertahankan pendapat masing-masing.

“Anak-anak, itulah namanya manusia.” Pernyataan saya membuat mereka terdiam.

Setelah kelas cukup tenang, saya melanjutkan, “Setiap manusia punya standar hidup ‘enak’ masing-masing. Ada yang menganggap hidup ini ‘enak’ asal tiap hari bisa bertemu orang tua. Tapi ada juga yang tidak mempermasalahkan itu.”

“Kalian lihat pengemis di lampu-lampu merah? Standar ‘enak’ mereka adalah bisa makan sehari sekali. Tak peduli makanan itu enak atau basi. Asal masih bisa dimakan, itu sudah cukup.”

Mereka serius memperhatikan. Beberapa saya lihat mengangguk-angguk.

“Kalau kalian pernah bertemu dengan saudara-saudara kita yang putus sekolah, mungkin standar ‘enak’ dalam hidup mereka adalah bisa bersekolah. Bandingkan dengan kalian. Apa yang kalian katakan tidak enak sekarang ternyata adalah hidup enak yang diinginkan orang lain, bukan?”

Kali ini beberapa mulai menunduk. Saya sengaja jeda beberapa detik untuk memberi mereka waktu berpikir.

“Jadi,” lanjut saya, “kalau mau hidup di asrama terasa enak dan nyaman, turunkan standar hidup kalian. Jadilah pribadi yang tidak cengeng, jadilah pribadi yang tangguh, jadilah pribadi yang tidak sebentar-sebentar ingat orang tua. Merantau adalah resiko penuntut ilmu. Ia terasa pahit tapi yakinlah, kelak buahnya akan manis.”

“Kalau kalian mau menerjemahkan ‘enak’ secara sederhana, itu tak hanya membuat kalian bisa menikmati hidup, tapi juga wujud dari bentuk syukur kepada Allah. Bayangkan, kapan kalian bersyukur jika setiap hari mengeluhkan makanan asrama yang tidak enak? Bayangkan pula betapa nikmatnya hidup di asrama kalau kalian menyadari bahwa di luar sana masih banyak saudara kita yang hanya bisa makan sekali sehari?”

“Anak-anakku, jika kalian terbiasa dengan standar ‘enak’ yang tinggi kelak kalian akan mudah susah, rapuh, galau, lemah ketika standar itu tidak kalian capai. Coba kalian pikir kalau Kurikulum 2013 ini KKM-nya 95. Yang naik kelas tiap tahun bisa dihitung jari. Bisa-bisa tidak ada. Betul?”

Setelah mereka mengangguk, saya lanjutkan lagi, “Tapi kalau kalian biasa dengan standar ’enak’ yang rendah, kalian akan tumbuh tahan banting, pekerja keras, dan tidak cengeng.”

“Hebatnya lagi, standar hidup itu bisa kita ciptakan masing-masing.”

Saya melihat ada yang berubah dari wajah-wajah mereka. Ah, semoga itu semangat perubahan. Semoga itu keinginan menurunkan standar ‘enak’.

Tentang Penulis

Komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sekolahmurabbi.com

Sekolahmurabbi.com adalah Media Informasi Keislaman yang dikelola oleh anak-anak muda.
Sekolahmurabbi.com menyajikan artikel dan informasi dasar-dasar keislaman yang dibutuhkan bagi para murabbi dan mutarabbi.

© | About Us | Kirim Tulisan | The Team | Contact Us | Privacy Policy | Disclaimer
Design by Hasugi.com