SekolahMurabbi.com - Awal mengikuti tarbiyah merupakan sesuatu hal yang sangat berat untuk kujalani. Pertama kali ikut serta, ketika aku masih menyandang mahasiswa semester 2 di salah satu universitas ternama. Di masa itu, tarbiyah dianggap momok yang paling menakutkan bagaikan monster yang siap menyesatkan siapapun ke jalan yang tidak benar. Ya, dulu Aku menyebutnya adalah aliran sesat dikarenakan cara berpakaian perempuannya sangatlah eksklusif, hingga yang terlihat dipandanganku, mereka seperti perempuan-perempuan yang menakutkan. Namun, entah sejak kapan hidayah itu datang menghampiriku, meski niat awal keikutsertaanku dikarenakan rasa ingin tahuku tingkat tinggi akan hal itu. Hingga akhirnya, keingintahuanku itu berbalik arah menyerangku dan membawaku ke jalan dimana aku semakin mengenal Allah SWT bahkan sampai detik ini aku menjadi bagian dari tarbiyah itu sendiri.
Catatan: Artikel ini adalah karya peserta pada lomba menulis inspiratif Sekolah Murabbi beberapa waktu lalu.
Kini,
sudah lima tahun aku mengikuti tarbiyah. Waktu yang cukup lama bagiku untuk terus
mencari ilmu keagamaan. Selama perjalanan lima tahun itu, banyak hal yang
terjadi di dalam hidupku dan tentunya butuh perjuangan keras untukku agar
selalu istiqomah di jalan-Nya. Ya, di masa itu aku telah mengalami yang namanya
metamorfosa diri, terutama pemahaman tentang keagamaan itu sendiri. Setiap
pekannya, jiwa ini diisi tentang kebenaran akan agama yang kini ku pegang
teguh, mendapatkan tausiah penyejuk hati dan tentunya bertemu dengan teman-teman
yang saling mencintai karena Allah SWT. Tidak hanya itu, Aku juga bertemu
dengan sesosok perempuan yang sangat menginspirasi dalam hidupku. Sesosok
perempuan yang setianya menemaniku dan semua temanku untuk berbagi ilmu, dan
dengan relanya mengorbankan setiap waktu akhir pekannya hanya untuk bertemu
kami selama kurang lebih 3 jam. Dialah Murrobiku. Dia sesosok perempuan yang
sangat lembut, setiap tutur katanya mengajarkan banyak hal tentang kehidupan
ini. Dia sangat sabar dalam menasehati kami. Tak ada kata lelah baginya untuk
selalu berdakwah meski dia harus berjalan setiap pekannya dari rumah yang satu ke
rumah yang lain.
Jika
tidak bertemu dengan beliau, entah apa jadinya aku, mungkin akan banyak dosa besar yang kulakukan
atas permasalahan hidup yang selalu menimpaku. Seperti ketika itu, dimana merupakan
tahun ke-4 Aku menjadi mahasiswa. Saat itu merupakan tahun yang paling kritis
dikarenakan mahasiswa mulai berbondong-bondong untuk menyelesaikan studinya.
Ya, termasuk Aku yang terus berusaha untuk menyelesaikan studi tepat pada
waktunya. Alhamdulillah semuanya berjalan dengan baik. Bayangkan akan impian
gelar yang akan kuraih saat itu telah di depan mata, tentunya rasa bahagia
terus menyelimutiku. Hingga akhirnya, hari itu pun tiba, hari dimana merupakan
penentuan masa depanku selanjutnya. Ya, tanggal 26 Juni 2012, pelaksanaan
sidang akhir ku. Masih ku ingat jelas setiap peristiwa yang terjadi di tanggal
itu. Tatapan matanya yang penuh rasa marah bahkan setiap kata-katanya yang
penuh hinaan terhadap diriku seolah-olah menyimpan dendam yang tidak
tersampaikan. Dendam itu lah yang menghancurkan kebahagiaan yang kuimpikan dan
seketika itu berubah menjadi kehancuran hidupku. Ya, dari setiap mahasiswa yang
sidang di hari itu, hanya Aku yang tidak lulus ujian bahkan aku satu-satunya
mahasiswa pemecah rekor jurusan dengan kategori seperti itu. Hari itu merupakan
mimpi terburuk di dalam hidupku. Tetapi apa daya, ujian itu datang tanpa
mengenal siapapun. Jika tidak ada keimanan di hati ini, mungkin aku sudah
melakukan dosa besar dengan pernah hampir berfikiran untuk melakukan percobaan
bunuh diri.
Namun, hal itu tidak pernah terjadi karena di saat itu aku bersama dengan sahabat-sahabat yang mencintaiku karena Allah. Sahabat-sahabat yang mana pertemuan kami bermula dari tarbiyah, kemudian menjamur menjadi ukhuwah islamiah. Tentunya, semua itu tidak luput dari perjuangan murrobiku yang menasehati aku dalam setiap materi yang disampaikannya. Dan tidak lama dari itu, permasalahanku pun sampai kepada telinga murrobiku. Ketika itu, beliau langsung menghubungiku dan menanyakan semua hal yang terjadi padaku. Hasil akhirnya, aku hanya bisa menangis tersedu-sedu melepaskan semua penat di hatiku. Tentunya murrobiku mendengarkan semuanya tanpa ada komentar apapun. Namun, ada satu kalimat yang masih ku kenang sampai saat ini. Kalimat yang menguatkanku untuk selalu bertahan. “Semua apa yang terjadi, tidak ada yang kebetulan”. Begitulah kalimat yang disampaikan murrobiku.
Kemudian,
seperti biasanya di akhir pekan, merupakan jadwal tarbiyah aku dan teman-teman.
Disaat itu pula, aku menanyakan kembali apa yang telah diucapkan oleh murrabiku
di hari sebelumnya. Dengan wajahnya yang teduh, beliau menjawab bahwa “setiap
ujian itu semuanya sudah tertulis di kitab lauhul mahfuz, sudah ada yang ngatur
dan itu bagaikan skenario kehidupan yang tidak tahu bagaimana kedepannya. Untuk
saat ini bersabarlah dan suatu hari nanti Desty akan tahu, alasan dibalik Allah
memberikan ujian tersebut. Allah tidak menguji hambaNya di luar batas
kemampuannya”
Mendengar
itu, membuatku terdiam sejenak. “Tapi mbak, Desty gak sanggup untuk melaluinya.
Ini terlalu berat mbak. Bagaimana cara melaluinya. Desty merasa seperti berada
di jalan buntu. Ini sungguh sulit mbak, belum lagi tatapan dosen itu.
sepertinya beliau benar-benar ingin menghancurkan hidupku,” Respon ku sambil
menghela napas
“Des, jangan takut. Seharusnya Desty bersyukur,” Jawab murrobiku dengan wajah yang serius.
“Kenapa
bersyukur mbak?” Jawabku penuh dengan tanda tanya
“Hmm, tidak semua orang beruntung seperti Desty yang mendapatkan tarbiyah langsung dari Allah. Itu berarti Allah sangat mencintai Desty,” Jawab murrobiku dengan wajah yang tersenyum.
Akhir dari pertemuan itu pun, meninggalkan rasa penasaran di hatiku “Allah mencintaiku. Apakah ujian ini bentuk kecintaan Allah padaku.” Dan sejak pertemuan itu pula, Aku semakin berusaha untuk menyelesaikan studiku meski hari-hariku dilalui penuh dengan air mata. Hingga akhirnya dalam waktu 1 bulan dihitung dari sidang akhir pertama, Aku kembali menjalankan sidang akhir yang kedua. Untuk kesekian kalinya lagi, aku kembali menangis sampai tidak ada kata yang bisa kuucapkan. Namun, tangisku kali ini bukan untuk sebuah kesedihan, melainkan kebahagiaan yang tiada terkira. Akhirnya aku lulus ujian dan tentunya aku masih tetap menyelesaikan studiku tepat pada waktunya meski aku harus melalui sidang akhir sebanyak dua kali.
Ya, banyak hikmah yang kuambil dari kisah hidupku, bahwa Allah lah pemilik hati manusia, dengan mudahnya Allah bisa membolak-balikkan hati manusia, yang tadinya aku kira semua dosen tidak mendukungku karena kekuasaan yang dimiliki dosen yang membenciku, ternyata ketika di akhir-akhir kepasrahanku atas usaha yang telah ku lakukan dan itu semua kuserahkan kepada Allah, di saat itulah pertolongan Allah datang. Ya, tidak terduga Allah mengirim orang-orang baik bahkan tidak kusangka orang-orang tersebut adalah dosen-dosenku yang paling disegani dan dijunjung di fakultas. Tidak hanya itu, aku juga semakin yakin akan setiap kebenaran di dalam Al-Qur’an, salah satunya bahwa Allah selalu bersama dengan orang-orang yang sabar.
*Desty Rina Purnamasari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar