SekolahMurabbi.com - Menghadiri sebuah acara terkadang menghadirkan suasana strange tersendiri. Selain sebagai ajang pertanyaan “kapan?”, sebuah pertemuan pada berbagai acara juga menjadi jalan saling membangga-banggakan sang buah hati. Mungkin, kita sudah tidak asing lagi dengan tipe komentar seperti ini, “Wah, si Adek sudah besar, rangking berapa di sekolah?” atau “Alhamdulillah anak saya rajin sekali, di sekolah aja rangking satu” Bahkan ada juga yang berkata “anak saya rangking satu, di sekolah favorit pula”.
Rangking
satu, rangking satu, dan rangking satu. Kata-kata ini terus menghantui anak-anak
kita. Para anak-anak kita terus berfikir rangking satu adalah jalan
membahagiakan orang tuanya. Rangking satu merupakan cara agar perhatian
orangtuanya bisa beralih padanya. Sehingga sang anak bahkan akan melakukan
apapun untuk mendapatkan rangking satu. Di sekolah, tidak lagi identik dengan
pertemanan, karena semuanya sudah dianggap lawan. Dan sebuah pembelajaran, ia
hanya akan dianggap sebagai jalan mencapai kemenangan.
Rheynald
Kasali dalam dalam salah satu tulisannya pernah menerangkan, “pendidikan di
negeri kita sangat kompetitif. Banyak orangtua yang narsis memajang prestasi
anak-anaknya di sosmed. Tanpa disadari sebagian dari mereka nanti akan tumbuh
menjadi orang yang terlalu suka berkompetisi dan lupa bekerjasama. Kiri
kanannya dianggap saingan dan dirinya harus menjadi yang terbaik.” Tapi, benarkah rangking satu akan menjamin
kehidupan anak-anak ini menjadi sukses nantinya?
Teringat
akan sebuah kalimat menarik schools are
producing test takers while life requires thinkers and connectors (Sekolah
menghasilkan para peserta ujian, sedangkan hidup membutuhkan para pemikir dan
seseorang penghubung (social). Ya! Berkompetisi dalam mendapatkan rangking satu
pada akhirnya tidak menjadi jaminan kebahagiaan anak-anak tersebut kelak.
Karena lebih dari sekedar rangking satu, nantinya real life akan menuntut mereka menjadi pribadi yang baik di
masyarakat, individu yang tidak akan mengorbankan orang lain demi sebuah
tujuan, akan tetapi seorang pemikir yang baik, yang akan saling bekerjasama
menyelesaikan permasalahan bersama. Semoga para orangtua dan pelaksana pendidikan
tidak terus menerus menjejaki anak-anaknya untuk harus mendapatkan rangking
satu. Bukankah setiap anak akan tetap special walau tanpa rangking satu? Wallahu’alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar