/
Artikel Terbaru
Artikel Terbaru ...

Apa Lagi Yang Kita Kejar?

Published On: 15.42.00 By : Unknown In :
Sumber gambar: sastralangit.wordpress.com
SekolahMurabbi.com - Mari menepi sejenak dari dunia yang hiruk-pikuk. Sebab rasanya tak ada yang lebih menyedihkan selain usia kita yang kian menua sementara iman di dada tak bertambah-tambah. Dan ajal yang kian menjelang sedang kita tak pernah siap menyambutnya.
 
Mari berhenti sejenak dari rutinitas kesibukan yang seakan tiada habisnya. Mari menutup mata kepala yang melihat dunia untuk membuka mata hati yang menatap jauh ke dalam jiwa. Kepadanya, mari kita bertanya.
Sebenarnya apa yang kita kejar di dunia ini? Pertanyaan ini selalu layak kita letakkan di urutan teratas pada setiap kali kontemplasi. Mungkin salah satu alasannya adalah karena keterbatasan waktu luang kita sementara tugas demi tugas terus menumpuk seperti batu yang tak henti ditimpukkan di atas kepala kita.

Ya, apa yang kita kejar? Karir yang cemerlang? Popularitas yang melambung? Tercukupkan segala kebutuhan materi? Atau kisah asmara nan penuh romantika?

Anggap saja kita berhasil. Apa yang kita kejar tercapai—meski sebenarnya selalu ada batas yang bias; secemerlang mana, sepopuler siapa, setercukupkan bagaimana, seromantis apa—lalu setelah itu apa? Apa lagi yang kita kejar?

Jika boleh jujur, ini pertanyaan yang pelik. Beruntungnya kita, sejarah menjawab pertanyaan ini melalui salah satu tokohnya yang cemerlang. ‘Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz nama tokoh itu. Seorang pemuda tampan rupawan, cerdas dan bangsawan. Ketampanannya membuat para gadis Madinah tergila-gila. Tingkah, tutur dan tampilnya yang stylish menjadi model panutan. Kecerdasannya sudah tak diragukan lagi sebab ia diasuh langsung oleh ‘Abdullah ibn ‘Umar ibn Khaththab, salah satu perawi hadits terbanyak. Kebangsawanannya adalah sebab ia putera ‘Abdul ‘Aziz ibn Marwan, adik dari khalifah ‘Abdul Malik ibn Marwan.

Tumbuh sebagai anak gubernur Madinah—jabatan paling bergengsi saat itu—membuat ‘Umar memiliki cita-cita yang unik. Di masa lajangnya, ia bercita-cita untuk bisa menaklukkan hati Fathimah binti ‘Abdul Malik, puteri jelita sang khalifah sekaligus sepupunya. ‘Umarpun berjuang mengejar cita-citanya. Kesungguhannya tak sia-sia. Setelah kematian ayahnya, khalifah ‘Abdul Malik memanggilnya ke Damaskus dan menikahkannya dengan Fathimah.

‘Umar memiliki cita-cita lain di bidang karir. Cita-cita yang tidak kalah berat dibanding cita-cita cintanya. Ia berkeinginan untuk menjadi gubernur Madinah. Oleh sebab itu, ‘Umar mempersiapkan diri secara moral dan keilmuan jauh-jauh hari. Usahanya itupun membuahkan hasil. Ketika khalifah ‘Abdul Malik, ayah mertuanya, meninggal dan digantikan oleh Al-Walid I, khalifah baru segera menunjuknya untuk menjadi gubernur Madinah.

Di Madinah, karirnya cemerlang. Ia membentuk dewan khusus yang membahas permasalahan provinsi sehingga keluhan-keluhan ke Damaskus, pusat pemerintahan Islam kala itu, berkurang. Ini membuat banyak orang tertarik untuk pindah ke sana, termasuk warga Irak yang kurang suka dengan pemimpin mereka, Al-Hajjaj ibn Yusuf Ats-Tsaqafi. Dampaknya, reputasi Ibnu ‘Abdul ‘Aziz semakin baik di mata masyarakat sekalipun kemudian khalifah memecatnya atas permintaan Al-Hajjaj yang tidak senang dengan perlakuan warganya.

Berhentikah ‘Umar? Tidak, cita-cita duniawi takkan pernah tercukupi. Begitulah, ia kemudian berkeinginan untuk menjadi khalifah. Lagi-lagi ambisi yang tidak gampang sebab ia sama sekali bukan keturunan ‘Abdul Malik. Tradisi kala itu, khalifah haruslah keturunan dari khalifah sebelumnya. Tapi ‘Umar lagi-lagi berhasil meraih cita-citanya, meski dalam kondisi ia sudah tak menginginkannya lagi. Allah menghidayahinya untuk meninggalkan kehidupan glamour duniawi dan kemudian memilih hidup zuhud berkesederhanaan.

Di sini, ketika ia memilih Allah dan akhirat sebagai orientasi, segala pretensi duniawinya menjadi tak berharga. Sebab cita-citanya jauh lebih mulia dan abadi. Tapi bukan berarti karirnya meredup dan sirna. Sejarah mencatat keajaiban sosial hanya pernah terjadi di masa pemerintahannya, di mana kala itu tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat sebab semuanya hidup berkecukupan. Tabarakallah, benarlah ketika manusia mengejar dunia, akhirat meninggalkannya. Tapi ketika orientasinya akhirat, dunia tak punya pilihan lain selain mengikutinya.

Semoga ada yang bisa kita pelajari dari cicit khalifah kedua kita ini. (yf)

Tentang Penulis

Komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sekolahmurabbi.com

Sekolahmurabbi.com adalah Media Informasi Keislaman yang dikelola oleh anak-anak muda.
Sekolahmurabbi.com menyajikan artikel dan informasi dasar-dasar keislaman yang dibutuhkan bagi para murabbi dan mutarabbi.

© | About Us | Kirim Tulisan | The Team | Contact Us | Privacy Policy | Disclaimer
Design by Hasugi.com